Pakar UGM, Plus Minus Migrasi TV Analog ke TV Digital

Namun saat resmi dialihkan 3 November 2022 silam dan TV analog tak bisa lagi dipakai, kebijakan ini masih menghadapi banyak kendala ...

Editor: Muliadi Gani
KOMPAS.com/Lely Maulida
Siaran TV analog sudah tidak bisa ditangkap lagi di Jabodetabek hari ini, Kamis (3/11/2022). 

PROHABA.CO - Migrasi TV analog ke TV digital yang dilakukan pemerintah mendapat tanggapan beragam dari masyarakat Indonesia.

Meski sosialisasi migrasi TV analog ke TV digital ini sudah dilakukan sejak lama.

Namun saat resmi dialihkan 3 November 2022 silam dan TV analog tak bisa lagi dipakai, kebijakan ini masih menghadapi banyak kendala.

Khususnya masyarakat yang belum memiliki set top box (STB) untuk mengakses siaran TV digital.

Pakar dan dosen Ilmu Komunikasi Fisipol Universitas Gadjah Mada (UGM) Dr. Rahayu mengatakan, migrasi dari TV analog ke TV digital memang diperlukan.

Menurutnya, migrasi TV analog ke TV digital ini mendatangkan manfaat atau keuntungan.

Dengan jumlah spektrum frekuensi digital sangat banyak maka dapat digunakan untuk memenuhi kebutuhan penyiaran.

Kondisi ini berbeda dengan frekuensi analog selama ini yang tidak mampu memenuhi permintaan pendirian TV baru.

Baca juga: TV Analog Resmi Berakhir Mulai Malam Ini, Haruskah Masyarakat Gayo Beralih ke TV Digital?

Migrasi ke digital memunculkan usaha-usaha baru yang membuka lapangan kerja bagi masyarakat.

Industri terkait ini antara lain pengelolaan multipleksing, produksi set top box, pesawat TV digital, content provider dan lain-lain.

Kemudian kualitas siaran TV digital, dalam arti kualitas audio-visual jauh lebih bagus dibanding TV analog.

"Bagaimanapun migrasi ke TV digital menawarkan lebih banyak variasi konten dan layanan komunikasi lainnya di luar penyiaran.

Bagi pemerintah, migrasi ke TV digital juga berpotensi meningkatkan pendapatan nasional," jelas Rahayu seperti dikutip dari laman resmi UGM, Selasa (8/11).

Perencanaan migrasi tv analog ke tv digital harus matang Meski begitu, jika perencanaan migrasi tidak dilakukan dengan hati-hati, masyarakat akan kehilangan haknya untuk dapat mengakses siaran TV.

Hal ini bias terjadi terutama jika infrastruktur TV digital belum siap dan pengelola TV analog belum mengadopsi teknologi digital.

Selain itu, masyarakat ada yang belum mampu menyediadan perangkat yang dapat mengakses TV digital.

Migrasi memberikan beban investasi yang besar bagi penyelenggara TV analog, terutama TV-TV lokal.

Baca juga: Jadwal Acara TV Jumat, 30 September 2022: Dream Box Indonesia di Trans TV

Pengelolan TV lokal merasa terbebani karena sewa mux yang mahal, sementara pendapatan yang terbatas.

"TV lokal juga tidak sepenuhnya merasa aman karena mereka bergantung pada pengelolan mux untuk dapat bersiaran," imbuhnya.

Perlu sosialisasi migrasi tv analog secara intensif

Rahayu menilai saat ini edukasi yang diterima publik cenderung terkait dengan perihal teknis.

Misalnya penggunaan set top box untuk dapat mengakses TV digital.

Pengetahuan tentang TV digital dan apa itu migrasi ke digital masih belum merata.

Sosialisasi masih perlu dilakukan secara intensif.

Pengetahuan ini penting agar masyarakat benar-benar siap menghadapi migrasi.

Masyarakat perlu tahu apa rencana pemerintah dalam memanfaatkan spektrum frekuensi yang ditinggalkan ketika TV analog berpindah ke TV digital.

"Migrasi berpotensi menghadirkan keragaman konten dan sebagainya.

Baca juga: 10 Jurusan Kuliah yang Lulusannya Banyak Dicari di Era Digital, Yuk Intip Jurusan Apa Saja?

Namun, ketika mux sebagian besar dikuasai oleh TV-TV ‘Jakarta’ atau TV-TV yang menjadi jaringannya, masyarakat perlu tahu kemungkinan hal ini tidak akan bisa hadir," jelasnya.

Secara teknis, masyarakat perlu memahami bagaimana memanfaatkan TV digital.

Terlebih ada banyak channel dan layanan komunikasi yang akan hadir.

Dalam kaitan ini, pengetahuan menyangkut literasi media sangat penting untuk meningkatkan daya kritis masyarakat dalam berhadapan dengan konten media.

Pemerintah perlu memastikan distribusi set top box Untuk itu agar mendapatkan akses TV digital, tidak ada cara lain bagi masyarakat untuk membeli set top box atau pesawat TV yang dapat mengakses TV digital.

"Saya berharap masyarakat juga perlu aktif dan kritis dalam menyikapi konten TV digital agar tercipta kualitas penyiaran yang semakin baik," tandas Rahayu.

Rahayu menilai pada dasarnya masyarakat siap dengan migrasi TV digital.

Baca juga: Nikita Willy Upayakan Tak Kasih Gadget kepada Bayinya

Mereka terlihat bahkan membeli set top box secara mandiri dan tidak bergantung pada sumbangan.

Sayangnya, ketersediaan set top box di pasaran tidak selalu ada.

Kalaupun ada tidak sesuai dengan standard set top box yang ditetapkan oleh Kominfo.

Pemerintah perlu memecahkan persoalan ini.

Belum sepenuhnya masyarakat yang berhak mendapatkan set top box bisa mendapatkannya.

Persoalan disktribusi set top box juga masih menjadi persoalan.

Ia berharap pemerintah perlu memastikan distribusi set top box menjangkau masyarakat yang memerlukan.

Pemerintah perlu membantu penyelenggara TV lokal dan TV komunitas untuk dapat migrasi ke TV digital.

"Bantuan atau subsidi perlu diberikan untuk dapat menjaga eksistensi mereka.

Selain itu, pemerintah juga perlu terus mengembangkan infrastruktur agar siaran TV digital dapat menjangkau seluruh wilayah Indonesia," pungkas Rahayu.

(kompas.com)

Baca juga: Lesti Tetap Tampil di Panggung Indonesia Dangdut Award, Seruan Boikot TV Tak Berpengaruh

Baca juga: Harga Apel Fuji Turun, Harga Cabai Merah dan Bawang Merah di Pasar Induk Lambaro Aceh Besar Naik

Baca juga: KPI Larang Pelaku KDRT Muncul di TV, Karier Rizky Billar Terancam

Sumber: Kompas.com
Rekomendasi untuk Anda

Ikuti kami di

AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved