PROHABA.CO -- Tim geologi yang diturunkan Dinas ESDM Aceh menemukan fakta bahwa tanah bergerak yang menyebabkan longsor di Km 80-81 Banda Aceh-Sigli berasal dari lapisan tanah satuan tuf, yang berumur kuarter, bersumber dari formasi Gunung Api Lamteuba, Aceh Besar.
Dikutip dari situs wikipedia Periode Kuarter merupakan periode terakhir dari ketiga periode di era Kenozoikum dalam skala waktu geologi.
Periode ini berlangsung setelah periode Neogen dan membentang dari 2,588 ± 0.005 juta tahun yang lalu sampai sekarang. Waktu yang relatif singkat ini ditandai oleh serangkaian glasiasi dan dengan penampilan dan perluasan manusia modern secara anatomis.
Baca juga: MENGERIKAN! Tanah Bergerak di KM 80 Banda Aceh-Sigli
Kuarter mencakup dua kala geologi: Pleistosen dan Holosen.
Geologi kuarter atau geologi muda juga disebut proses serta peristiwa geologi di Bumi yang terjadi dalam 2 juta tahun terakhir.
Skala waktu geologi kuarter termasuk bagian dari masa Kenozoikum yang periodenya mencapai 1,8 juta tahun terakhir dan ditandai dengan evolusi manusia.
Kadis ESDM Aceh Ir Mahdinur mengatakan, setelah mendapat laporan dari masyarakat soal peristiwa badan jalan nasional di KM 80-81, Saree -Padang Tiji, mengalami longsor, pihaknya langsung mengirimkan tim geologi untuk mengamati dan menganalisis peristiwa tersebut.
Berdasarkan hasil peninjauan, penyelidikan dan pengamatan, serta analisa geologi, di lintasan badan jalan nasional Km 80 – 81 itu, ada 6 lokasi titik longsor.
Dari hasil analisis tim geologi Dinas ESDM ditemukan fakta lapisan tanah yang longsor, adalah jenis tanah satuan tuf, yang berumur kuarter, bersumber dari formasi Gunung Api Lamteuba, Aceh Besar.
Baca juga: UPDATE TERKINI KM 80 BANDA ACEH-SIGLI - Longsor Kian Parah, Jalan Terbelah
Jenis tanah satuan tuf itu, jelas Mahdinur, mengandung lempung, yang mudah menyerap air.
Tanah lempung akan mengalami pengembangan (swelling), saat menyerap air, sehingga membuat ikatan antar butir batu stuf menjadi tidak stabil.
Batuannya bersifat lepas dan belum terkompaksi, sehingga rentan terhadap longsor.
Peristiwa tanah longsor tersebut terjadi, karena tingginya frekuensi curah hujan yang terjadi sejak Sabtu (22/1) sampai Kamis (26/1), membuat material di atas satuan tanah lempung itu menjadi lebih berat, sehingga beban tanah bertambah berat, sehingga terjadi pergeseran/gerakan tanah.
Faktor penyebab lainnya, kondisi lereng tanah di KM 80 – 81 tersebut cukup curang, ketika ikatan antar butir satuan tanah tidak stabil dan lepas, maka membuat ikatan tanah menjadi renggang dan terjadi pergerakan tanah longsor.
Untuk mengurangi risiko longsor di kemudian hari, di ruas jalan KM 80 – 81 Saree – Padang Tiji itu, perlu dilakukan kajian mitigasi bencana longsor.
Kajian itu untuk mengetahui kondisi ancaman bencana tanah longsornya. Dan meminimalisir kondisi longsoran.
Baca juga: Jalan Amblas, Lintas Banda Aceh-Medan Macet
Dari hasil kajian mitigasi tanah longsor tersebut, kata Mahdinur dan Ikhlas, pihak Balai Pembangunan Jalan Nasional (BPJN) I Aceh, yang bertugas untuk membangun dan memperbaiki badan jalan yang telah longsor, dapat mengetahui, model bangunan badan jalan yang bagaimana dan seperti apa yang cocok di bangun di lintasan badan jalan nasional KM 80 – 81 tersebut, agar tidak membahayakan pengendara kendaraan bermotor, mulai dari kendaraan roda dua, tiga, empat, enam dan seterusnya.
Dinas ESDM Aceh, kata Mahdinur, sangat berharap badan jalan nasional di KM 80 – 81 yang longsor tersebut, cepat ditangani dan diberikan tanda-tanda bahaya, agar semua kendaraan bermotor yang melintas di jalan jadi lebih berhati-hati lagi. Karena, pergerakan tanah yang longsor dan terbelah itu, terus akan bergerak, sampai kondisi hujan berhenti dalam jangka waktu yang lama.
Kalau masih hujan, pergerakan tanahnya terus bergerak, karena tekanan beban dari atas yang berat.
“Kondisi tanah berbatuan stuf itu, jika ada hujan, tanahnya menjadi lunak dan rapuh, serta mengembang, kemudian terjadi longsor pada lokasi tebing tanah yang curam, seperti yang terjadi di lintasan badan jalan nasional KM 80 – 81 Saree – Padang Tiji,” pungkas Mahdinur.(Herianto)