Konflik Palestina vs Israel

PBB: Meninggalnya Jurnalis Shiren Abu Akleh Merupakan Pelanggaran HAM yang Dilakukan Israel di Jenin

Penulis: Luthfi Alfizra
Editor: Muliadi Gani
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Gambar yang diambil pada 11 Mei 2023 ini, seorang pria mengunjungi lokasi pembunuhan jurnalis Al Jazeera Shireen Abu Akleh pada 11 Mei 2022 saat meliput serangan Israel, di kamp pengungsi Jenin di utara Tepi Barat yang diduduki

PROHABA.CO, YERUSALEM - Senin (16/10), Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) menyatakan bahwa pihak militer Israel bersalah atas meninggalnya seorang jurnalis Aljazeera yang bernama Shireen Abu Akleh di kamp pengungsian Jenin di Tepi Barat Palestina.

Melansir dari Aljazeera, Komisi Penyelidikan Internasional Independen PBB mengenai Wilayah Pendudukan Palestina, termasuk Yerusalem Timur dan Israel “menyimpulkan dengan alasan yang masuk akal bahwa pasukan Israel menggunakan kekuatan mematikan tanpa pembenaran berdasarkan hukum hak asasi manusia internasional”, katanya dalam sebuah laporan yang dirilis pada Senin (16/10).

Abu Akleh, seorang warga Palestina-Amerika dan koresponden terkenal untuk jaringan media yang berbasis di Doha, beliau meninggal karena ditembak dibagian kepala saat meliput serangan militer Israel di kamp pengungsi Jenin di Tepi Barat yang diduduki pada Mei 2022 lalu.

“Pembunuhan Shireen Abu Akleh di Jenin adalah akibat langsung dari militerisasi operasi serangan Israel di Tepi Barat, termasuk Yerusalem Timur,” kata Navi Pillay, Ketua Komisi Penyelidikan Internasional Independen PBB.

Baca juga: Lagi Jurnalis Meninggal akibat Serangan Udara Israel yang Sengaja Ditargetkan

“Shireen Abu Akleh adalah korban lain dari kekuatan berlebihan dan tidak proporsional yang digunakan oleh pasukan militer Israel dalam operasi ini. Ini juga merupakan serangan terhadap jurnalis, yang semuanya dapat diidentifikasi dengan jelas, dan ini merupakan pola berulang yang diidentifikasi oleh Komisi.”

Badan PBB tersebut menyarankan agar pemerintah Israel bekerja sama sepenuhnya dengan penyelidikan Amerika Serikat atas pembunuhan Abu Akleh.

Dikatakan bahwa pihaknya akan memberikan bukti yang dikumpulkannya ke Pengadilan Kriminal Internasional untuk penyelidikannya terhadap Situasi di Negara Palestina.

Laporan tersebut, yang mencakup periode antara Mei 2021 dan Agustus 2023, juga menemukan bahwa warga sipil menanggung akibat paling besar di tengah meningkatnya kekerasan dalam konflik Israel-Palestina dan baik pasukan Israel maupun kelompok pejuang Palestina tidak dapat menghindari jatuhnya korban sipil.

“Laporan kami menyakitkan dan tepat waktu, ini menekankan bahwa satu-satunya jalan untuk mengakhiri kekerasan dan mencapai perdamaian berkelanjutan adalah melalui ketaatan yang ketat terhadap hukum internasional di seluruh Wilayah Pendudukan Palestina dan Israel.

Baca juga: Pasukan Israel Tembak Gas Air Mata Beracun ke Gaza, Warga dan Jurnalis Luka Parah

Baca juga: Israel Mulai Lancarkan Serangan ke Lebanon, Sebut Sasar Hezbollah

Hal ini memerlukan penanganan akar penyebab konflik, termasuk pendudukan wilayah Palestina, dan memungkinkan rakyat Palestina untuk menggunakan hak mereka untuk menentukan nasib sendiri.” Ujar Navi Pillay yang di kutip dari Aljazeera.

Laporan tersebut akan dipresentasikan di hadapan Majelis Umum PBB pada Selasa (24/10) mendatang.

Komisi tersebut mengatakan bahwa mereka sedang mengumpulkan bukti kejahatan perang yang dilakukan oleh pasukan Israel selama pertempuran saat ini.

Setelah ratusan pejuang Hamas dari Gaza melancarkan serangan ke Israel selatan yang menewaskan sedikitnya 1.400 orang dan melukai ribuan lainnya, pasukan Israel memberlakukan “pengepungan total” terhadap wilayah tersebut, memutus akses terhadap makanan, air, listrik dan bahan bakar di Gaza, dan melancarkan kampanye serangan udara yang meratakan seluruh lingkungan .

Setidaknya 2.808 orang tewas dalam pemboman tersebut dan lebih dari 10.000 lainnya terluka, menurut pejabat Palestina.

Pekan lalu, Israel mengatakan bahwa lebih dari satu juta penduduk Gaza utara harus mengungsi ke selatan sebelum antisipasi invasi darat Israel, sebuah perintah yang oleh PBB disebut “tidak mungkin” dan menurut kelompok hak asasi manusia bisa berarti perpindahan penduduk secara paksa, yang merupakan sebuah kejahatan. melawan kemanusiaan.

(Penulis adalah Luthfi Alfizra mahasiswa Internship)

 

Baca juga: Di Tengah Serangan Besar, Setelah Banjir, Kini Badai Pasir Mengerikan Landa Israel

Baca juga: Kakek di Temanggung Nyaris Diamuk Massa, Gara-gara Minta Ganti Rugi Pohon Duriannya Ditebang 

Baca juga: Sherly Annavita Ungkap 3 Hal Penting Dilakukan Saat Usia 20-an Tahun, Ini Daftarnya