Tahukah Anda

Kaum LGBT Telanjur Percaya Info Salah dan Sains yang Usang?

Informasi sains salah (misinformasi dan disinformasi) dan pengetahuan usang, serta problematik tentang seksualitas menyebar luas lewat media massa ...

Editor: Muliadi Gani
Kompas.com
Miskonsepsi dan misinformasi tentang LGBT menyebar dalam makalah-makalah ilmiah. Sayang, tidak ada yang mengkritiknya. 

" Michael J Bailey dan rekan dalam publikasinya "Sexual Orientation, Controversy and Science", serta Alan P Bell dalam “Sexual Preference: Its Development in Men and Women” mengungkapkan, bukti bahwa orientasi seksual dipengaruhi oleh pola asuh sangat lemah.

Thersa Sweet dan Seth L Welles dalam publikasinya pada 2012 menemukan bahwa LGBT mengalami kekerasan seksual lebih tinggi, tetapi studi itu tidak menemukan kaitan kekerasan dengan pembentukan identitas seksual.

Justru, riset menemukan bahwa kekerasan seksual ataupun nonseksual dialami LGBT karena perbedaan mereka yang dinilai tidak sesuai norma.

Misalnya, laki-laki yang lebih menyukai boneka atau warna pink dirundung dan dieksklusifkan.

Hal itu sebenarnya tecermin dari pengalaman narasumber riset Novi.

"Saya juga pernah jadi korban sexual harrasment, saya dipaksa melakukan sodomi..."

Pengalaman kekerasan itu valid, tetapi dampaknya pada orientasi seksual tidak bisa dikaitkan begitu saja.

Membuat kausalitas antara kekerasan dengan indentitas gender berpotensi menempatkan teman-teman LGBT pada posisi rentan.

Misalnya, memicu peneliti membuat kesimpulan riset problematik.

Baca juga: Undang Pasangan LGBT di Podcast, Deddy Corbuzier Take Down Videonya

Sama seperti kepercayaan bahwa orientasi seksual dipengaruhi trauma, pergaulan, dan pengalaman kekerasan, meyakini bahwa identitas seksual kita dipengaruhi hanya oleh faktor genetik semata juga bermasalah.

Riset Zietsch dan Ganna dengan metode Genome-Wide Association Studies (GWAS) mengungkapkan bahwa tidak ada satu gen tunggal yang membentuk orientasi seksual.

Gen punya pengaruh substansial, tetapi tidak mendominasi. Ungkapan "we are born this way", sama seperti “gue gay karena trauma” dan “gue gay karena dulu ada yang pengaruhin” adalah simplifikasi dari kompleksnya faktor pembentuk orientasi seksual dan identitas gender sekaligus dapat menempatkan LGBT pada posisi yang rentan.

Di tengah kemajuan bidang biologi molekuler, sangat mungkin mengidentifikasi keberadaan sebuah gen dalam individu. Contoh, deteksi gen BRCA1 dan BRCA2 penyebab kanker payudara yang dilakukan Angelina Jolie menjadi dasar tindakan mastektominya.

Apa jadinya bila satu atau sekelompok gen gay ditemukan dan pengaruhnya kuat?

Pihak tertentu justru bisa memanfaatkan itu sebagai basis diskriminasi.

Sumber: Kompas.com
Halaman 2 dari 4
Rekomendasi untuk Anda

Ikuti kami di

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved