Pungli di Rutan KPK
Pungli di Rutan KPK Capai Rp 6,1 Miliar, Ada Pegawai yang Terima Lebih dari Setengah Miliar Rupiah
Anggota Dewan Pengawas (Dewas) KPK, Albertina Ho, mengatakan, nilai uang dalam kasus ini mencapai Rp 6,1 miliar.
"Lalu kalau kita hubungkan dengan uang-uang yang diterima, itu paling sedikit menerima Rp 1 juta dan yang paling banyak menerima Rp 504 juta sekian. Itu paling banyak," ujarnya.
PROHABA.CO, JAKARTA - Kasus pungutan liar (pungli) di Rumah tahanan negara (Rutan) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Jakarta ternyata melibatkan pusaran uang yang cukup besar.
Anggota Dewan Pengawas (Dewas) KPK, Albertina Ho, mengatakan, nilai uang dalam kasus ini mencapai Rp 6,1 miliar.
"Sekitaran Rp 6,148 miliar.
Itu total yang di Dewan Pengawas," kata Albertina Ho di Gedung ACLC KPK, Jakarta Selatan, pada Senin (15/1/2024) dikutip dari Tribun Network.
Dari total pungli Rp 6,1 miliar itu, kata Albertina, ada pegawai KPK yang menerima pungli terbesar dengan nilai hampir setengah miliar rupiah.
"Lalu kalau kita hubungkan dengan uang-uang yang diterima, itu paling sedikit menerima Rp 1 juta dan yang paling banyak menerima Rp 504 juta sekian.
Itu paling banyak," ujarnya.
Mantan Wakil Ketua Pengadilan Tinggi Kupang itu menjelaskan, Dewas KPK sudah memeriksa 169 orang terkait kasus pungli ini, dan 27 orang di antaranya adalah pihak eksternal yang merupakan mantan tahanan KPK.
Dari 169 orang itu, 32 orang terdiri atas mantan staf rutan, mantan kabag pengamanan, dan inspektur.
Total 137 orang yang pernah bekerja di Rutan KPK sudah diperiksa Dewas.
"Dari 137 orang yang pernah bertugas di rutan, 93 cukup alasan kami bawa ke sidang etik. Yang 44 tidak cukup alasan dilanjutkan ke sidang etik.
Kemudian 1 orang sudah diberhentikan sebagai pegawai KPK pada 16 Agustus 2023.
Lalu 1 orang lagi bukan insan komisi, yang bersangkutan kebetulan berstatus outsourcing jadi tidak bisa kami kenakan etik," jelasnya.
Albertina mengatakan, pihaknya sudah mengumpulkan 65 bukti dokumen hingga penyetoran uang dari 93 pegawai KPK yang akan menjalani sidang etik.
Mayoritas pelanggar akan dikenai pasal penyalahgunaan wewenang.
"90 orang yang akan kami sidangkan segera akan dikenakan pasal penyalahgunaan kewenangan yang menguntungkan dirinya sendiri.
Jadi pasal 4 ayat 2 huruf b Perdewas Nomor 3 Tahun 2021," katanya.
Rencananya Dewas KPK mulai menggelar sidang etik terhadap 93 pegawai KPK yang terlibat dalam kasus ini pada Rabu (17/1/2024) lusa.
Sidang akan dibagi dalam sembilan berkas perkara. Enam perkara untuk 90 orang, dan tiga sisanya untuk masing-masing orang.
"Jadi yang disidangkan dalam enam berkas itu ada 90 orang, dan nanti yang tiga berkas belakangan itu masing-masing satu orang.
Jadi ada tiga orang juga total 93 itu untuk kasus rutan," katanya.
Di sisi lain, KPK mengaku tidak akan ikut campur dan menghormati segala bentuk proses yang dilaksanakan oleh Dewas KPK mengenai pelanggaran etik 93 pegawainya.
"Pimpinan KPK menghormati proses yang sedang berlangsung tersebut, karena Dewas secara profesional tentunya telah melakukan pemeriksaan kepada para pihak terkait, hingga memutuskan untuk melanjutkannya ke tahap sidang etik," kata Juru Bicara (Jubir) KPK, Ali Fikri.
Penanganan pelanggaran internal melalui penegakan etik, dugaan tindak pidana, penegakan disiplin, serta perbaikan tata kelola, kata Ali, merupakan wujud komitmen kelembagaan KPK dalam menerapkan zero tolerance terhadap pelanggaran-pelanggaran yang terjadi.
Dugaan pungli di Rutan KPK kali pertama dibongkar oleh Dewas KPK beberapa waktu lalu.
Dewas melaporkan temuan tersebut kepada pimpinan KPK dan menemukan setoran Rp 4 miliar yang terjadi dalam kurun waktu Desember 2021-Maret 2022.
Dewas mengungkap penerimaan uang pungli dilakukan satu di antaranya lewat setoran tunai dengan menggunakan rekening pihak ketiga.
Sebanyak 93 yang akan disidangkan tidak hanya diduga menerima pungli, namun ada juga yang diduga menyalahgunakan wewenang.
Wakil Ketua KPK, Nurul Ghufron, mengatakan dugaan praktik pungli di rutan KPK ini sudah terjadi sejak 2018.
"KPK ingin memastikan karena ini kejadiannya di awal tahun 2018, ini tahun 2024, empat tahun yang lalu,” kata Ghufron, Jumat (12/1/2024).
Ia mengatakan, ada tantangan mengusut peristiwa yang terjadi beberapa tahun lalu itu.
Tidak hanya menemukan alat bukti dan tersangka, tapi juga lantaran para pihak yang diduga terlibat sebagian sudah tidak lagi bekerja di KPK.
“Bahkan tersangkanya sudah tersebar,” kata Ghufron. (tribun network/ham/dod)
Update berita lainnya di PROHABA.co dan Google News
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.