Berita Simeulue

Usut Dugaan Korupsi Proyek Jalan Rp 6,6 Miliar di Simeulue, Polda Aceh Tingkatkan ke Penyidikan 

Selain pelanggaran administrasi, pekerjaan juga tidak sesuai spesifikasi teknis dan mengalami kekurangan volume

Editor: Misran Asri
IST
Dirreskrimsus Polda Aceh, Kombes Pol Zulhir Destrian. 

Selain pelanggaran administrasi, pekerjaan juga tidak sesuai spesifikasi teknis dan mengalami kekurangan volume

Laporan Rianza Alfandi | Banda Aceh

PROHABA.CO, BANDA ACEH - Kasus dugaan tindak pidana korupsi pada proyek peningkatan Jalan Simpang Air Dingin—Labuhan Bajau, Kabupaten Simeulue,  ditingkatkan ke penyidikan oleh penyidik Subdit Tipidkor Ditreskrimsus Polda Aceh.

Kesimpulan itu diputuskan dalam gelar perkara yang dilaksanakan di Aula Ditreskrimsus Polda Aceh, Selasa (15/7/2025). 

Dirreskrimsus Polda Aceh, Kombes Pol Zulhir Destrian SIK, MH, menjelaskan bahwa dugaan korupsi jalan tersebut terjadi pada proyek tahun anggaran 2023–2024, dengan nilai kontrak sebesar Rp 6,614 miliar.  

“Dana proyek bersumber dari DOKA APBK Simeulue 2023 dan dikelola oleh Dinas PUPR Kabupaten Simeulue,” kata Zulhir Destrian.

Zulhir mengungkapkan, proyek tersebut sebelumnya direncanakan dengan engineering estimate (EE) atau perkiraan biaya senilai Rp 7,657 miliar. 

Namun, pelaksanaan baru dimulai tahun 2023 setelah anggaran tersedia dalam DPA Dinas PUPR setempat.

“Pekerjaan itu seharusnya dilaksanakan oleh CV. RPJ, tetapi kenyataannya dikerjakan oleh pihak lain yang tidak tercantum dalam akta pendirian perusahaan. 

Bahkan tenaga manajerial yang digunakan tidak sesuai dengan yang tercantum dalam kontrak atau SPK,” ujar Zulhir.

Hal itu, kata Zulhir, diketahui oleh pihak KPA/PPK, PPTK, hingga konsultan pengawas, namun tidak ada upaya pemutusan kontrak. 

Baca juga: Usut Dugaan Skandal Pembiayaan Fiktif Rp 48 M, Ditreskrimsus Polda Aceh Geledah Kantor BPRS Gayo

Selain pelanggaran administrasi, pekerjaan juga tidak sesuai spesifikasi teknis dan mengalami kekurangan volume, sebagaimana hasil pemeriksaan ahli dari Politeknik Negeri Lhokseumawe. 

“Dalam kontrak dipersyaratkan adanya pekerjaan agregat kelas A, tapi faktanya tidak dipasang. Begitu juga terdapat kekurangan pada beton struktur F’c 20 MPa sebesar 7,97 m⊃3; dan kekurangan volume batu sebesar 23,57 m⊃3;. 

Selain itu, uang muka juga dibagi kepada pihak-pihak yang tidak berhak,” jelasnya. 

Selain itu, penyidik juga mencatat bahwa serah terima pekerjaan 100 persen dilakukan tanpa pengecekan menyeluruh terhadap kondisi fisik di lapangan. 

Halaman 1/3
Rekomendasi untuk Anda

Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved