"Masyarakat Jenuh Menunggu, Hanya Diberikan Angin Surga”
Sejumlah warga di beberapa kampung di Kecamatan Silih Nara, Kabupaten Aceh Tengah, Aceh, mengaku belum mendapatkan ganti rugi imbas proyek Pembangkit
Ia menyinggung implikasi hukum terkait persoalan tersebut yang diatur Pasal 2 juncto Pasal 4 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Dasar-Dasar Pokok Agraria, serta Pasal 33 Ayat 3 Undang-undang Dasar 1945.
Baca juga: 8 Tahun Tak Bertemu, Begini Ungkap Prilly Latuconsina Sepanggung dengan Aliando
Aturan hukum itu, ungkap Harjuliska, menyebutkan pasal yang mengatur hak milik seseorang dilindungi oleh hukum.
“Artinya bagaimana mungkin masyarakat akan memberikan lahannya digarap untuk Proyek PLTA, sementara proses sengketa lahan mereka belum diselesaikan," beber dia.
Melalui tahapan proses verifikasi dan validasi data yang melibatkan beberapa unsur dari Forkopimda, terdapat sisa tanah masyarakat, rumah, dan lain sebagainya yang belum diganti rugi pihak PLTA.
"Dalam hal ini saya pikir sudah cukup jelas bahwa masyarakat memiliki harta mereka yang belum diganti rugi oleh PLTA dalam hal ini PT PLN (Persero),” ungkap Harjuliska.
Gandeng Kejari Takengon
Manager Unit Pelaksana Proyek (UPP) Sumatera Bagian Utara (SBU) 2, Nanda Dani Andrianto menanggapi persoalan tersebut.
Menurut Nanda, persoalan ganti rugi yang disampaikan Harjuliska memang benar, tetapi sudah melalui proses verifikasi dan validasi oleh tim yang dibentuk Bupati Aceh Tengah pada Juli 2021.
Namun Nanda mengaku, hasil dari tim tersebut baru diterima PT PLN pada Maret 2022.
Data itu direvisi lagi hingga hasil akhir baru diterima 12 April 2022.
Baca juga: Marquez Akui Pacuan Juara Dunia MotoGP 2022 Kian Seru dan Lebih Menantang
“Mengapa harus dibentuk tim verifikasi dan validasi? Karena pada tahun 1998-2000 proses pembebasan dilaksanakan oleh Tim Pembebasan Tanah dibentuk oleh Pemda Aceh Tengah juga," katanya.
"Sehingga pada saat terjadi klaim dari masyarakat, PLN mengembalikan kepada Pemda sebagai pelaksana pembebasan tanah pada masa itu,” jelas Nanda.
Kemudian, sebut dia, berdasarkan hasil verifikasi dan validasi oleh tim pembebasan tanah, tidak hanya menyebutkan selisih ukur kurang, namun ada juga selisih lebih bayar.
“Ini yang tidak disebutkan oleh masyarakat.
Jadi seolah-olah hanya PLN yg memiliki kewajiban yang harus diselesaikan di sana,” lanjut Nanda.