WNI Beberkan Kisah Jadi Korban Penipuan Ferienjob di Jerman
“Kami bekerja selama sebelas jam. Pulangnya sekitar jam 20.00 malam. Taksi untuk pulang tidak disediakan oleh agen pemberi kerja. Stasiun terdekat
Dari korban penipuan berkedok “magang” di Jerman ini, hanya beberapa saja yang mau bersuara dengan identitas jelas.
Beberapa korban lainnya mengaku waswas karena ancaman intimidasi berbagai pihak, termasuik tekanan dari rekan-rekan mahasiswa sendiri yang batal berangkat gara-gara mencuatnya kasus ini.
Ade (bukan nama sebenarnya) misalnya, yang pernah pingsan dua kali saat bekerja di bagian logistik pos di Jerman karena kelelahan mental dan fisik, mengaku kini ketakutan. Oleh karena itu, ia tidak mau mengajukan gugatan.
“Saya sudah berada di semester akhir dan proses untuk kelulusan saya itu sudah dekat, sehingga saya menghindari konflik dengan pihak kampus, terutama yang mungkin akan berdampak pada kelulusan saya,” ujarnya lirih dengan wajah yang tertutup masker dan kacamata hitam serta topi untuk menutupi identitasnya kala diwawancara DW via zum.
Berkali-kali ia dipindah kerja. “100 persen kerja fisik, mulai dari angkat barang seberat 0,5-30 kg, lalu dipindah lagi ke gastronomi, bersih-bersih dapur hingga WC,” keluh Ade yang pingsan di hari pertama kerja.
“Baru sampai ke kota lokasi kerja, kami langsung diminta untuk tanda tangan kontrak dalam bahasa Jerman yang kami tidak mengerti, dan paginya sudah diminta untuk bekerja, itu tidak manusiawi karena saya sudah memohon untuk meminta waktu istirahat, tetapi tidak diberikan dan mereka tetap menekankan bahwa waktu adalah uang,” keluhnya.
Saat pingsan dan dibawa ke rumah sakit. dia sangat stres karena awalnya harus membayar sendiri, padahal uangnya pas-pasan.
Untungnya Ade membawa berkas dokumen asuransi sehingga tidak perlu membayar.
“Selewat akhir pekan, di hari berikutnya bekerja dan pingsan lagi, tapi karena ingat betapa ribetnya administrasi di rumah sakit Jerman, saya putuskan tidak mau dibawa ke rumah sakit ketika pingsan untuk kedua kalinya.”
Vincent Arianto Gunawan dari Perhimpunan Pelajar Indonesia (PPI) Bonn, pernah bertemu beberapa mahasiswa lainnya yang mengikuti program serupa.
“Di bulan Oktober itu, ada mahasiswi yang jam 23.00 terlunta-lunta tidak ada tempat menginap karena terusir dari akomodasinya setelah diberhentikan bekerja.
Ada juga yang kena saraf kejepit disuruh kerja angkat-angkat barang berat,” tuturnya.
Sebelum berangkat ke Jerman, para mahasiwa mendapat informasi tentang program itu rata-rata dari kampus yang bekerja sama dengan sejumlah agen penyalur tenaga kerja di Indonesia dan Jerman.
“Bahkan ada tawaran untuk bisa mengonversi kegiatan ini dengan nilai satuan kredit semester (SKS),” papar Ade.
Atas perlakukan tidak menyenangkan dalam menjalani program itu, sejumlah mahasiswa mengadu ke Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) Berlin, yang kemudian menindaklanjuti perkara tersebut bersama Kepolisian Republik Indonesia.
Maling Spesialis Bongkar Rumah Diciduk Warga Saat Cuci Motor Curian di Aceh Besar |
![]() |
---|
Kebakaran Tragis di Lhokseumawe Renggut Nyawa Pasutri Lansia, 3 Keluarga Kehilangan Tempat Tinggal |
![]() |
---|
Satpol PP dan Bea Cukai Sita 22.900 Batang Rokok Ilegal di Banda Aceh |
![]() |
---|
Dua Tersangka Pencurian AC RSUD-TP Abdya Diserahkan ke Jaksa, Terancam 7 Tahun Penjara |
![]() |
---|
Tabrakan Sesama Sepmor, Kek Togar Jatuh Pingsan dan Dilarikan ke RSUD Langsa |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.