Murid SD Dihukum Duduk di Lantai

Memilukan! Murid SD di Medan Dihukum Duduk di Lantai karena Tunggak SPP, Begini Penjelasan Kepsek

Murid laki-laki berinisial MS (10) itu harus duduk di lantai selama tiga hari saat proses belajar-mengajar karena menunggak SPP.

Editor: Jamaluddin
TRIBUN MEDAN/ANISA RAHMADANI
Ibu murid yang didudukan di lantai, saat diwawancarai dan menunjukkan chat dirinya dengan wali kelas, pada Jumat (10/1/2025). 

Ia dihukum duduk di lantai saat proses belajar-mengajar oleh guru wali kelasnya yang bernama Hariyati.

PROHABA.CO, MEDAN - Nasib malang dan memilukan dialami seorang murid SD di Kota Medan, Sumatera Utara (Sumut).

Pasalnya, murid laki-laki berinisial MS (10) itu harus duduk di lantai selama tiga hari saat proses belajar-mengajar karena menunggak SPP (sumbangan pembinaan pendidikan). 

MS merupakan murid kelas IV di SD Swasta Abdi Sukma, Kota Medan.

Ia dihukum duduk di lantai saat proses belajar-mengajar oleh guru wali kelasnya yang bernama Hariyati.

Hukuman itu harus diterima MS karena ia menunggak atau belum membayar SPP selama tuga bulan (Oktober-Desember 2024). 

Adapun total besaran SPP yang belum dibayar murid tersebut adalah Rp 180 ribu.

Video tentang kisah MS pun viral di media sosial.

Ibu korban, Kamelia (38), bercerita bahwa anaknya itu dihukum sejak hari pertama sekolah yakni pada Senin (6/1/2025).

Namun, Kamelia baru sadar pada Rabu (8/1/2025) saat anaknya tidak mau berangkat ke sekolah.

“Rabu pagi, saya kan suruh anak saya sekolah, saya bilang kamu duluan nanti mamak (nyusul ke sekolah), mamak jual handphone biar bayar SPP,” kata Kamelia saat ditemui di rumahnya kawasan Kecamatan Medan Maimun, Kota Medan, pada Jumat (10/1/2025).

“Dia bilang enggaklah mak, aku malu, aku duduk di semen (lantai), (saya tanya) kenapa? 

Sejak kapan? 

(Dijawab) Senin. 

Hah masa? 

Ingat ya, Nak, kalau mamak tanya karena gak buat PR mamak gak akan marah,” sambungnya.

Kamelia yang merupakan sibu rumah tangga (IRT) itu sebelumnya mengaku memang hendak ke sekolah untuk membayar SPP anaknya itu. 

Sebab, pada hari Senin ia sudah diingatkan oleh wali kelas untuk membayar SPP.

Terlebih, anaknya itu juga belum menerima rapor lantaran ditahan oleh pihak sekolah. 

Di sekolah itu, kata dia, aturannya yang berlaku memang demikian.

Namun, menurut Kamelia, ia sudah izin ke wali kelas soal SPP yang menunggak itu.

“Selasa ada di grup, buat ibu-ibu murid tolong kerja sama yang belum melunaskan tolong datang sekolah temui Kepsek kalau tak ada raport tak dibenarkan ikuti pelajaran,” kata dia dikutip dari Tribun-Medan.com.

“Akhirnya saya voice note via WhatsApp saya izin belum bisa datang itulah rencana saya rabunya saya datang,” jelas Kamelia.

Pada Rabu (8/1/2025), Kamelia pun menyusul anaknya ke sekolah dan sesampainya di sana ia mendapati anaknya duduk di lantai.

Saat itu, anaknya berbeda dari teman-temannya yang duduk di kursi.

“Saking penasaran, saya coba tengok ke sekolah. 

Begitu saya masuk ke gerbang, temennya ngejer semua sambil megang tangan saya. 

(Mereka bilang) Bu ambillah rapor dia, kasihan loh duduk di semen. 

Di situ saya nangis Ya Allah kok gini kali,” ungkap Kamelia.

“Kalau satu jam sudahlah (tak apa), ini dari pagi bener-bener diasingkan,” sambung dia.

Saat itu, Kamelia pun langsung mempertanyakan aksi guru tersebut.

“Sampai saya langsung datang ke depan pintu kelas (saya bilang) Ya Allah, Nak, kejam kali gurumu,” katanya.

Akhirnya, wali kelas dan Kamelia pun cekcok. 

Kamelia pun merekam momen itu.

“Saya bilang kok tega, kata dia (wali kelas) kan sudah saya bilang, saya sudah suruh anak ibu pulang tapi anak ibu tak mau pulang kata dia,” jelas Kamelia.

“Akhirnya kami dibawa sama kepsek ke kantor untuk diluruskan. 

Saya tanya ke kepsek bener peraturan (kalau tak bayar SPP dihukum duduk di lantai)? 

Dijawab tidak ada,” ucapnya.

Atas insiden ini, Kamelia pun mengaku sangat kecewa dengan pihak sekolah. 

Sebab, anaknya sempat menjadi trauma tidak mau sekolah.

“Ya Alhamdulillah sejak kejadian itu, anak saya Kamis sekolah dan duduk di kursi.

Ayah mereka pergi ke Riau untuk bekerja bangunan, belum lama juga,” kata dia.

Tangis sang ibu pecah

Duduk beralas busa dalam rumah sederhana, di gang sempit yang cuma bisa dilalui sepeda motor, Kamelia tak kuasa membendung air matanya.

Ia menceritakan betapa perih hatinya melihat putranya duduk di lantai hanya karena nunggak SPP selama tiga bulan dengan jumlah total Rp 180 ribu.

Melihat secara langsung hukuman yang diterima anaknya dari pintu kelas, seakan-akan detak jantung Kamelia berhenti, lalu berdetak kencang seperti genderang perang.

Emosinya memuncak. 

Tangisnya pecah disertai teriakan yang meletup-letup.

Tak disangkanya, anak yang berjalan kaki dari rumah pagi-pagi untuk menimba ilmu malah jadi tontonan kawan-kawannya satu kelas seperti gelandangan.

"Saya menangis benar-benar teriak karena dari hari Senin sampai Rabu anak saya disuruh duduk di lantai dari pagi sampai jam 1 siang," kata Kamelia saat dijumpai di kediamannya kawasan Gang Jarak, Jalan Brigjen Katamso, Medan, pada Jumat (10/1/2025).

Gara-gara dana KIP belum cair

Kamelia mengungkapkan, ia belum membayar SPP anaknya karena dana Kartu Indonesia Pintar (KIP) sebesar Rp 450 ribu belum cair.

Selama ini, uang sekolah anaknya dibayar menggunakan dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) dan Kartu Indonesia Pintar (KIP).

"Pokoknya, enam bulan dibiayai pakai dana bos, 6 bulan bayar dari Juli sampai Desember. 

Kalau cair, 450.000 itu saya habiskan untuk biaya sekolah, gak pernah saya ambil," jelas Kamelia.

Sebelum anaknya disuruh duduk di lantai dan tak boleh ikut pelajaran, Kamelia sempat meminta dispensasi kepada wali kelasnya supaya anaknya bisa ikut ujian semester pada Desember 2024 lalu.

Permohonan keringanan ini karena ia tidak punya uang, ditambah lagi sedang sakit.

Kemudian, pihak sekolah mengizinkan anaknya ikut ujian meski saat pembagian rapor, tak dibolehkan mengambil.

Ketika masa libur sekolah, sempat ada pengumuman melalui grup WhatsApp (WA) yang menyatakan bagi murid yang belum melunasi uang SPP, uang buku, dan remedial dilarang ikut belajar mengajar lagi.

Namun pernyataan itu dikira Kamelia hanya candaan, tidak akan diterapkan.

Usai video pelajar duduk di lantai dan dilarang belajar, sejumlah donatur datang memberikan bantuan.

Uang sekolah yang tertunggak, kata Kamelia, mau dilunasi para relawan yang datang.

Kepsek Yayasan Abdi Sukma Kota Medan juga sempat datang ke rumahnya. 

Namun tidak wali kelas anaknya.

"Dari tadi ada relawan datang, kepala sekolah juga sempat datangi saya dan bilang masalah uang sekolah nggak usah dipikirkan,” pungkasnya.

Penjelasan Kepala Sekolah 

Kepala SD Yayasan Abdi Sukma, Juli Sari, menjelaskan kronologi kejadian seorang muridnya berinisial MS, yang duduk di lantai karena belum bayar SPP. 

Menurut Juli, awalnya ia tak mengetahui murid kelas 4 SD tersebut duduk di lantai saat proses belajar-mengajar di sekolah.

Menurut Juli, pihak yayasan tak pernah mengeluarkan kebijakan murid yang belum membayar SPP untuk duduk di lantai.

"Jadi sebenarnya ada miskomunikasi. 

Saya juga baru mengetahui murid tersebut didudukkan di lantai setelah wali muridnya datang ke sekolah menemui saya sambil menangis," kata Juli saat dikonfirmasi Tribun Medan, pada Jumat (10/1/2025).

Juli mengakui bahawa murid tersebut belum melunasi SPP sehingga belum dapat menerima rapor.

"Sebenarnya anak itu tidak menerima rapor karena belum melunasi SPP. 

Namunm tak jadi masalah sebenarnya dan tetap bisa mengikuti pelajaran," terangnya dikutip dari Tribun-Medan.com.

Hanya saja, kata Juli, miskomunikasi terjadi antara dirinya dan wali kelas. 

Menurutnya, wali kelas tersebut membuat peraturan sendiri tanpa ada konfirmasi ke pihaknya terlebih dulu.

Juli mengaku sudah memanggil wali murid dan wali kelas.

"Wali murid juga sudah kita panggil. 

Saat kejadian itu orang tuanya nangis-nangis.

Dan, masalah ini sudah kami selesaikan hari itu juga," terangnya.

Sebagai kepala sekolah, sambung Juli, pihaknya sudah meminta maaf kepada orang tua murid tersebut.

"Saya sebagai kepala sekolah sudah memohon maaf sama orang tua murid tersebut.

Jadi, sudah selesai sebenarnya masalah ini," ujar Juli.

Untuk tindakan tegas terhadap wali kelas, kata Juli, pihaknya belum bisa memutuskan secara langsung.

"Kami sudah rapat tadi dengan guru-guru dan pihak yayasan sudah diberi peringatan, dan sudah ada  peringatan tertulisnya," jelasnya.

Dikatakan, Senin depan, pihaknya akan melakukan rapat kembali dengan ketua yayasan dan bendahara untuk memutuskan sanksi kepada wali kelas tersebut.

"Iya (pemecatan belum ada). 

Cuma sudah ditegur bahwa tidak boleh seperti itu, dan jangan diulangi lagi. 

Sementara kemungkinan dipecat atau tidak itu keputusan dari yayasan, saya tidak berani bilang iya atau tidak karena Senin rapat lagi untuk memutuskan yang baik untuk sekolah dan wali kelas," jelasnya.

Sejauh ini, kata Juli lagi, pihak sekolah juga sudah menurunkan tim relawan untuk datang ke rumah murid tersebut.

Diakui Juli, murid ini baru pertama kali menunggak ke sekolah.

"Sebenarnya baru ini (murid itu nunggak uang sekolah) karena ibunya sedang sakit. dan ayahnya kadang kerja kadang tidak. 

Makanya dia enggak bisa bergerak mencari uang dan kebutuhan anaknya ya. 

Kalau saya sih memaklumi itu," ucapnya.

Menurutnya, tanggung jawab SPP itu bukanlah urusan wali kelas.

"Itulah mis komunikasi sebenarnya tanggung jawab SPP itu saya, bukan wali kelas. 

Yang enggak terima rapot karena belum bayar SPP. 

Namunm tidak ada aturan untuk dudukkan siswa di lantai. 

Itulah wali kelas tidak komunikasi dulu dengan saya, itulah salahnya beliau (wali kelas),"jelas dia.

Meski begitu, kata Juli, saat ini murid tersebut tetap sekolah seperti biasa. 

Dan antara wali kelas dan wali murid sudah saling memaafkan.

Tak Etis dan Rusak Kepercayaan Diri 

Sementara kitu, Ketua Komisi X DPR RI, Hetifah Sjaifudian, menilai, tindakan guru SD yang meminta muridnya duduk di lantai karena menunggak SPP itu tidak etis dan melanggar prinsip-prinsip pendidikan. 

Meski sekolah swasta memiliki kebijakan mandiri dalam pengelolaan keuangannya, menurut dia, tapi tetap ada batasan yang harus dijaga agar tindakan mereka tidak mencederai hak-hak siswa. 

Hetifah kepada Kompas.com, Minggu (12/1/2025), menjelaskan, setiap anak berhak mendapatkan pendidikan yang bermartabat sesuai dengan amanat UUD 1945 dan Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional. 

Menurutnya, hal itu merupakan perspektif pendidikan dan etika. 

Ia pun menyayangkan tindakan guru yang dianggap bisa berdampak buruk bagi anak tersebut. 

"Secara psikologis anak, tindakan tersebut tentu dapat berdampak buruk pada kepercayaan diri dan kesehatan mental anak," papar politikus Partai Golkar, ini dikutip dari Kompas.com.

Ia meminta pihak sekolah mengingat bahwa pendidikan bukanlah sekadar layanan jasa, melainkan juga tanggung jawab sosial membangun sebuah generasi bangsa.  

Karena itu, menyikapi hal ini, pihak sekolah diminta membuka komunikasi dengan orang tua murid guna mencari solusi pembayaran. 

Di sisi lain, solusi ini jangan sampai merugikan hak siswa. 

Hetifah mendorong pemerintah daerah (Pemda) juga turun tangan menangani kasus ini. 

"Selain itu, perlu ada pengawasan lebih ketat terhadap praktik di sekolah, termasuk sekolah swasta, untuk memastikan tidak terjadi tindakan diskriminatif yang mencederai hak pendidikan anak," tambahnya. 

Komisi X DPR RI, lanjut Hetifah, berharap kasus ini dapat menjadi pengingat semua pihak untuk memperkuat pengawasan dan memastikan akses pendidikan yang bermartabat bagi semua siswa, tanpa terkendala masalah finansial. (*) 

Artikel ini telah tayang di Tribun-Medan.com dengan judul Murid Tunggak SPP Dihukum Duduk di Lantai Depan Kelas, Ini Kata Kepsek SD Abdi Sukma, 

Update berita lainnya di PROHABA.co dan Google News

 

Berita Terkait
  • Ikuti kami di

    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved