Gempa Turkiye

Kisah Gempa Turkiye, Ayah Pegang Tangan Putrinya yang Tewas, Enggan Dilepas Meski Cuaca Dingin

Penulis: Redaksi
Editor: Muliadi Gani
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Mesut Hancer memegang tangan putrinya yang berusia 15 tahun, Irmak, yang meninggal dalam gempa bumi di Kahramanmaras, dekat pusat gempa, sehari setelah gempa berkekuatan 7,8 melanda tenggara negara itu, pada 7 Februari 2023. - Tim penyelamat di Turki dan Suriah menghadapi cuaca dingin, gempa susulan, dan bangunan yang runtuh, saat mereka menggali korban selamat yang terkubur oleh gempa bumi yang menewaskan lebih dari 11.000 orang. Beberapa kehancuran terparah terjadi di dekat pusat gempa antara Kahramanmaras dan Gaziantep, sebuah kota berpenduduk dua juta jiwa di mana seluruh blok sekarang menjadi reruntuhan di bawah salju yang menumpuk. (Photo by Adem ALTAN / AFP)

PROHABA.CO, KAHRAMANMARAS - Mesut Hancer duduk membungkuk di antara puing-puing gempa Turkiye.

Dia memegangi tangan putrinya, Irmak (15), yang sudah tiada.

Irmak hanya terpotret berbaring di tempat tidurnya di bawah lempengan beton, jendela yang pecah, dan pecahan batu bata.

Bangunan itu dulunya adalah apartemen.

Dikutip dari kantor berita AFP yang memotret momen tersebut, ini merupakan kali terakhir Mesut Hancer memegang tangan putrinya.

Meskipun cuaca dingin, Mesut Hancer enggan melepaskannya.

Ia membelai jari-jari tangan Irmak yang berlilin setelah tewas dalam gempa bermagnitudo 7,8 yang meluluhlantakkan Turkiye selatan dan negara tetangganya, Suriah.

Baca juga: Gempa Turki: Kisah Bocah 7 Tahun Lindungi Kepala Adiknya, 17 Jam Terjebak di Reruntuhan Gempa

Berbalut jaket oranye terang, Mesut Hancer berlutut di samping tubuh tak bernyawa Irmak yang tergeletak di Provinsi Kahramanmaras, dekat pusat gempa di Gaziantep.

Dia terlalu sedih untuk berbicara, hanya duduk dan memegang tangan Irmak yang mencuat keluar.

Irmak adalah salah satu dari sekitar 11.236 orang yang tewas di Turkiye dan Suriah setelah gempa besar melanda pada Senin (6/2/2023).

Ribuan korban luka-luka dan jutaan orang tidak dapat kembali ke rumah, karena apartemen mereka sudah rata dengan tanah atau berisiko rubuh akibat gempa susulan.

Para penduduk mengkritik negara karena mereka pandang lambat menangani bencana terbesar Turkiye dalam beberapa puluh tahun ini.

"Di mana negara? Di mana mereka? Saya tidak dapat mengambil saudara saya dari reruntuhan.

Saya tidak dapat menjangkau keponakan saya.

Baca juga: Gempa Guncang Jayapura, Empat Orang Meninggal Dunia

Baca juga: Pemerintah Turki Dinilai Lamban Tangani Korban Gempa

Lihat di sekitar sini. Demi Tuhan, tidak ada pejabat negara di sini," teriak warga bernama Ali Sagiroglu dengan putus asa.

Ayah dan saudara laki-lakinya menghilang di reruntuhan, nasib mereka tidak diketahui.

Kehancuran akibat gempa Turkiye luar biasa.

Sebanyak delapan gedung apartemen setinggi lebih dari sepuluh lantai di sebuah area pusat kota ambruk saat gempa pertama yang melanda sebelum fajar.

Beberapa gempa susulan yang kuat terjadi setelahnya.

Sangat sedikit orang yang dapat melarikan diri dari delapan bangunan tersebut ketika gempa Turkiye terjadi.

Diyakini sekitar 150 orang tinggal di setiap blok.

Hingga Rabu (8/2/2023) malam tercatat sedikitnya 11.000 orang dinyatakan meninggal dan WHO mendesak negara-negara donatur segera mempercepat pengiriman bantuan kemanusiaan ke Turkiye dan Suriah.

(Kompas.com)

Baca juga: UPDATE Gempa Turki: Korban Meninggal 11.236 Orang, WHO Desak Pengiriman Bantuan ke Turki dan Suriah

Baca juga: Indonesia Kirim 47 Personel SAR Bantu Korban Gempa di Turki

Baca juga: Tim Penyelamat Korban Gempa Turki Berpacu Dengan Waktu