Tingginya angka bunuh diri pada pria dibandingkan perempuan merupakan hasil dari berbagai faktor kompleks yang melibatkan interaksi antara faktor biologis, psikologis, sosial, dan budaya.
PROHABA.CO - Badan Kesehatan Dunia atau WHO memperkirakan angka bunuh diri pada pria dua kali lipat lebih banyak dibandingkan wanita.
Tingginya angka bunuh diri pada pria dibandingkan perempuan merupakan hasil dari berbagai faktor kompleks yang melibatkan interaksi antara faktor biologis, psikologis, sosial, dan budaya.
Meskipun setiap individu unik dan tidak semua orang dengan karakteristik tertentu akan mengalami risiko bunuh diri.
Ada beberapa faktor yang dapat mempengaruhi tingginya angka bunuh diri pada laki-laki:
1. Metode yang lebih fatal
Baca juga: Terlilit Pinjol, Seorang Ibu Muda di Bali Coba Bunuh Diri Bersama Anak
Beberapa penelitian menunjukkan bahwa pria cenderung menggunakan metode yang lebih mematikan dalam upaya bunuh diri, seperti senjata api yang dapat meningkatkan angka kematian.
2. Ketidakmampuan untuk mengekspresikan emosi
Pria sering kali diminta untuk menekan atau menunjukkan kekuatan, sehingga menyulitkan mereka untuk mengekspresikan atau menghadapi masalah emosional, sehingga meningkatkan risiko bunuh diri.
3. Tekanan sosial dan ekonomi
Beberapa pria mungkin merasa tekanan untuk mencapai standar sosial atau ekonomi tertentu.
Jika mereka merasa gagal atau tidak mampu mencapai ekspektasi tersebut, hal ini dapat meningkatkan risiko bunuh diri.
Baca juga: Pria Bunuh Diri dari Lantai 29 Apartemen di Jatinegara
4. Kurangnya dukungan sosial
Pria mungkin kurang cenderung mencari dukungan sosial daripada wanita.
Kurangnya dukungan sosial dapat meningkatkan risiko bunuh diri, terutama saat mengalami kesulitan atau kehilangan pekerjaan.
5. Gangguan mental
Pria mungkin kurang cenderung mencari bantuan untuk masalah kesehatan mental seperti depresi, kecemasan, atau gangguan kepribadian, yang dapat meningkatkan risiko bunuh diri.
6. Alkohol dan penyalahgunaan zat-zat tertentu
Baca juga: Di Singapura, Kasus Bunuh Diri Naik ke Level Tertinggi
Penelitian menunjukkan bahwa penyalahgunaan alkohol atau zat-zat tertentu dapat meningkatkan risiko bunuh diri pada pria.
7. Stigma terhadap bantuan kesehatan mental
Stigma terkait dengan mencari bantuan untuk masalah kesehatan mental masih ada dalam masyarakat.
Pria mungkin enggan mencari bantuan karena takut akan persepsi bahwa mereka lemah atau tidak mampu mengatasi masalah mereka sendiri.
8. Ketidaksetaraan gender dan peran tradisional
Beberapa masyarakat masih memiliki norma gender yang kuat dan mendorong pria untuk mengambil peran tradisional yang menekankan kekuatan, ketangguhan, dan kemandirian.
Kesulitan memenuhi harapan ini dapat meningkatkan risiko bunuh diri.
9. Kurangnya pemahaman dan kesadaran
Pria mungkin memiliki pemahaman yang terbatas mengenai masalah dan gejala kesehatan mental, yang dapat menghambat upaya mereka untuk mencari bantuan profesional.
10. Isolasi sosial
Beberapa pria mungkin mengalami isolasi sosial, baik karena bekerja jauh dari keluarga atau kesulitan membangun hubungan sosial yang kuat.
11. Krisis identitas
Pria sering mengalami krisis identitas pada suatu saat dalam hidup mereka seperti saat mereka pensiun atau menghadapi perubahan besar dalam pekerjaan atau hubungan mereka.
12. Pengaruh media dan budaya
Gambaran maskulinitas yang tidak realistis di media dan budaya memberikan tekanan pada pria untuk memenuhi standar tertentu dan meningkatkan risiko bunuh diri jika mereka merasa tidak dapat mencapainya.
13. Histori kekerasan atau pelecehan
Pria dengan riwayat kekerasan atau pelecehan dapat mengalami efek psikologis jangka panjang yang meningkatkan risiko bunuh diri.
14. Faktor genetik dan biologis
Beberapa penelitian menunjukkan bahwa faktor genetik dan biologis seperti riwayat bunuh diri dalam keluarga dan gangguan mental, dapat meningkatkan kerentanan untuk bunuh diri.
Pencegahan bunuh diri membutuhkan pendekatan kesehatan mental yang komprehensif yang membahas interaksi kompleks dari berbagai faktor ini.
Edukasi, mengurangi stigma, meningkatkan akses terhadap layanan kesehatan mental, dan mendukung kesetaraan gender dapat berkontribusi pada penciptaan lingkungan yang mendukung untuk individu yang mungkin berisiko. (Penulis adalah siswi magang dari SMKN 2 Lhokseumawe)
--- DISCLAIMER---
Berita atau artikel ini tidak bertujuan mengglorifikasi atau menginspirasi tindakan bunuh diri.
Bunuh diri bisa terjadi di saat seseorang mengalami depresi dan tak ada orang yang membantu.
Jika Anda memiliki permasalahan yang sama, jangan menyerah dan memutuskan mengakhiri hidup. Anda tidak sendiri.
Layanan konseling bisa menjadi pilihan Anda untuk meringankan keresahan yang ada.
Untuk mendapatkan layanan kesehatan jiwa atau untuk mendapatkan berbagai alternatif layanan konseling, Anda bisa simak website Into the Light Indonesia di bawah ini:
https://www.intothelightid.org/tentang-bunuh-diri/hotline-dan-konseling/
Apakah saya bisa menghubungi nomor 119 (bebas pulsa)?
Pemerintah Indonesia pada April 2020 meluncurkan layanan konseling psikologi SEJIWA, yang dapat dihubungi melalui nomor 119 (ekstensi 8).
Walaupun layanan konseling ini dapat membantu untuk masalah kesehatan jiwa, namun layanan SEJIWA tidak mencakup pertolongan pertama bunuh diri (suicide first aid).
Selain itu, nomor 119 juga adalah nomor layanan darurat untuk memanggil ambulans atau pertolongan pertama pada kecelakaan.
Dengan demikian, 119 dapat digunakan jika seseorang sudah mencoba melakukan bunuh diri atau situasi lain yang mengancam keselamatan nyawa seseorang.
Apa yang dimaksud dengan "ekstensi 8"?
Saat Anda menghubungi 119, tunggu hingga Anda mendapatkan pesan suara otomatis, lalu tekan angka 8 untuk dihubungkan ke layanan SEJIWA. (*)
Update berita lainnya di PROHABA.co dan Google News