Laporan Sa’dul Bahri | Aceh Barat
PROHABA.CO, MEULABOH - Polemik empat pulau yang secara historis milik Pemerintah Aceh, yakni Pulau Panjang, Pulau Lipan, Pulau Mangkir Gadang, dan Pulau Mangkir Ketek, yang dialihkan ke Sumatera Utara terus bergulir.
Bukan berkesudahan, polemik tersebut kini sudah sampai ke telinga Presiden Prabowo Subianto.
Kementerian Dalam Negeri yang seharusnya menjadi bagian penengah dalam polemik ini tak bisa meredam amarah Gubernur Aceh, Muzakkir Manaf atau Mualem.
Dia menolak keputusan Menteri Dalam Negeri RI Kepmendagri Nomor 300.2.2-2138 Tahun 2025 tentang Pemberian dan Pemutakhiran Kode serta Data Wilayah Administrasi Pemerintahan dan Pulau, yang ditetapkan tahun 2025.
Ketegangan baru muncul di perbatasan wilayah Aceh dan Sumatera Utara (Sumut).
Empat pulau yang selama ini dikenal sebagai bagian dari Kabupaten Aceh Singkil, Provinsi Aceh, kini tercatat sebagai wilayah administratif Provinsi Sumatera Utara (Sumut) berdasarkan keputusan Mendagri.
Langkah ini langsung memicu protes keras dari berbagai elemen masyarakat Aceh, termasuk Laskar Teuku Umar Wilayah Barat Selatan Aceh.
Pengalihan status administratif tersebut tertuang dalam Keputusan Menteri Dalam Negeri (Kepmendagri) Nomor 300.2.2-2138 Tahun 2025.
Ketua Laskar Teuku Umar wilayah Barat Selatan Aceh, Edi Wanda, didampingi mantan Panglima GAM Wilayah Meulaboh, Pang Jauhari, dikutip Serambinews.com, Senin (16/6/2025), mendesak Presiden Republik Indonesia untuk segera membatalkan keputusan Mendagri yang dianggap sepihak dan melukai rasa keadilan masyarakat Aceh guna meredam kekecewaan warga Aceh.
“Aceh sudah cukup terluka di masa lalu.
Baca juga: Kemendagri Nyatakan Siap Hadapi Gugatan Pemerintah Aceh soal 4 Pulau yang Dialihkan ke Sumut
Kini, hak kami kembali dicopot tanpa proses yang transparan.
Ini tidak bisa dibiarkan,” tegas Edi Wanda.
Menurutnya, keputusan tersebut tidak hanya mengabaikan fakta sejarah dan kedekatan geografis keempat pulau dengan masyarakat Aceh, namun juga mengancam keharmonisan sosial yang selama ini dijaga.
Ia menyebut pengalihan itu berisiko besar memicu konflik horizontal di tengah masyarakat.