PROHABA.CO - Sebagian besar orang mungkin beranggapan bahwa gunung berapi yang sudah padam akan terdiam selamanya.
Gunung berapi bisa erupsi sewaktu-waktu ditandai dengan munculnya awan panas hingga guguran material.
Gunung berapi yang masih menunjukkan adanya aktivitas vulkanik ini disebut sebagai gunung berapi aktif.
Ada juga gunung berapi yang tidak menunjukkan aktivitas vulkanik sama sekali yang disebut gunung api tidak aktif.
Meski begitu, gunung api yang sudah lama mati bisa kembali aktif dan menunjukkan aktivitas vulkanik
Gunung berapi Uturuncu di Bolivia yang telah lama dianggap padam ternyata masih “bernapas”.
Temuan terbaru para ilmuwan menunjukkan bahwa aktivitas geologis di bawah permukaan gunung ini masih berlangsung aktif, memicu perdebatan baru soal definisi gunung berapi "padam".
Penelitian internasional yang dipimpin oleh Prof. Mike Kendall dari Universitas Oxford menggunakan teknologi seismik tomografi untuk memetakan lebih dari 1.700 gempa mikro di sekitar Uturuncu.
Hasilnya, terungkap adanya danau magma raksasa di kedalaman, serta sistem hidrotermal aktif sekitar 5 km di bawah permukaan.
Meski tidak meletus selama lebih dari 250.000 tahun, Uturuncu menunjukkan tanda-tanda tekanan geologis yang terus berubah.
Permukaan tanah di sekitar gunung bahkan diketahui mengembang dan mengempis, dipicu oleh fluktuasi gas dan cairan dalam kerak Bumi.
Baca juga: Gunung Berapi di Antartika Semburkan Emas Saat Erupsi, Begini Penjelasaanya
Fenomena ini membuat para ilmuwan menjuluki Uturuncu sebagai "gunung zombie" — tidak sepenuhnya hidup, tapi juga belum mati.
Gejala-gejala seperti munculnya uap belerang dan pembengkakan tanah telah terdeteksi sejak akhir 1990-an.
Alat ini memungkinkan para ilmuwan untuk melihat bagaimana gelombang gempa bergerak melalui berbagai jenis batuan di bawah permukaan.
Hasilnya, ditemukan adanya massa batuan yang lebih cair atau terisi cairan di kedalaman tertentu, yang menjelaskan mengapa gunung ini terus bergetar meskipun tidak meletus.
Dengan menggunakan seismik tomografi, para ilmuwan berhasil membuat gambaran tiga dimensi dari sistem vulkanik Uturuncu yang menjangkau kedalaman hampir 15 kilometer.
Mereka menemukan adanya saluran sempit yang mengarah ke puncak gunung, yang kemudian melebar menjadi lapisan cairan asin dan batuan semicair sekitar 5 km di bawah permukaan laut.
Lapisan ini membentuk sistem hidrotermal yang tertekan, yang terdiri atas campuran air panas, gas, dan bahan kristal.
Penelitian lebih lanjut menunjukkan bahwa tidak ada kolam magma besar di dekat kawah, yang berarti kemungkinan terjadinya letusan mendadak sangat kecil.
Proses perubahan tekanan di dalam lapisan cair ini ternyata menyebabkan munculnya tekanan pada kerak bumi, yang terkadang menyebabkan permukaan tanah di sekitar gunung mengembang, sementara lembah-lembah di sekitarnya tertekan.
Baca juga: Ilmuan Ungkap Banyak Gunung Berapi Aktif Sebagian Besar Berada Ada di Bawah Laut
Sebagian besar perubahan ini disebabkan oleh fluktuasi kecil dalam kadar karbon dioksida atau uap air, yang menyebabkan kerak bumi mengembang sedikit sebelum akhirnya kembali ke posisi semula.
Hal ini menjelaskan mengapa gunung Uturuncu tetap “terjaga” tanpa benar-benar meletus.
Meskipun Uturuncu tidak meletus sejak sekitar 250.000 tahun lalu, masyarakat lokal Aymara telah lama melaporkan adanya uap belerang yang muncul dari gunung ini, yang seolah-olah menantang defi nisi “padam”.
Pada akhir 1990-an, antena seismik pertama kali merekam gelombang gempa yang tidak biasa, dan survei satelit mengungkapkan adanya pembengkakan di permukaan tanah yang membentuk pola seperti “sombrero”.
Penemuan ini akhirnya memberikan julukan “zombie” pada gunung Uturuncu, yakni sebuah gunung yang tidak mau tetap terkubur.
Fenomena Uturuncu bukanlah kejadian unik.
Menurut Survei Geologi Amerika Serikat (USGS), terdapat sekitar 1.350 gunung berapi yang masih aktif atau berpotensi aktif di seluruh dunia.
Beberapa gunung ini, meskipun tidak meletus dalam sejarah tercatat, terus menunjukkan tanda-tanda aktivitas, seperti mengeluarkan gas atau mengalami guncangan.
Oleh karena itu, penting bagi otoritas lokal dan internasional untuk memantau gununggunung yang tidak sepenuhnya mati agar dapat memberikan peringatan dini kepada masyarakat yang tinggal di sekitarnya.
Selain aktivitas vulkanik itu sendiri, perubahan iklim juga dapat memengaruhi kondisi gunung-gunung berapi yang tampaknya sudah tidak aktif.
Laporan yang dipresentasikan di Konferensi Goldschmidt 2025 mengungkapkan bahwa mencairnya gletser dapat mengurangi tekanan pada ruang magma dan memicu letusan baru di wilayah yang sebelumnya dianggap tidak aktif.
Perubahan curah hujan juga bisa memainkan peran serupa dengan memasukkan lebih banyak air tanah ke dalam kerak Bumi, yang dapat mengubah tekanan dalam sistem hidrotermal dan memicu aktivitas vulkanik.
Teknologi seperti pemindaian tomografi seismik, radar satelit, dan sensor gas kini memungkinkan para ilmuwan untuk memantau gunung berapi secara lebih efektif.
Ini memberi kita alat untuk mengukur pergeseran bawah tanah secara real-time tanpa harus menggali.
Di Bolivia, misalnya, badan meteorologi telah memasang seismometer broadband baru di sekitar Uturuncu, dan bandara-bandara regional telah mengintegrasikan informasi deformasi tanah harian ke dalam perangkat lunak perutean penerbangan mereka.
Gunung berapi Uturuncu menunjukkan bahwa aktivitas vulkanik tidak selalu mengikuti aturan yang sudah kita ketahui.
Bahkan gunung yang dianggap “padam” bisa saja masih menunjukkan tanda-tanda kehidupan, meski tidak meletus.
Dengan teknologi pemantauan yang semakin canggih, kita kini dapat memantau dan memprediksi perubahan geologis lebih tepat, memberikan informasi yang lebih baik untuk pengambilan keputusan dalam perencanaan dan evakuasi di masa depan.
“Teknologi ini memungkinkan kita memahami bahwa ketenangan permukaan bisa menipu,” ujar Kendall.
“Bahkan gunung yang tampak mati bisa menyimpan dinamika luar biasa di dalamnya.”(*)
Baca juga: Peneliti Temukan Gunung Berapi Kuno Bawah Laut Pantai Pasifik Kanada, Tertutup Jutaan Telur Besar
Baca juga: Tahukah Anda Risiko Penggunaan Gadget Berlebihan terhadap Kesehatan Mental Remaja? Ini Ulasannya
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Bisakah Gunung Berapi yang Sudah Padam Kembali Hidup? ",