Internet Sudah Jadi Napas Baru Kehidupan di Tengah Pandemi
SEJAK pandemi melanda Indonesia pada Maret 2020, masyarakat dihadapkan dengan berbagai pola aktivitas baru. Kegiatan yang bersifat tatap muka...
Pakar telekomunikasi dan bisnis sekaligus Direktur e2Consulting Lumumba Sirait menjelaskan bahwa ketiga unsur tersebut saling berkesinambungan.
Network atau jaringan internet bekerja menyalurkan trafik data ke device atau perangkat sehingga pengguna dapat menjalankan aplikasi-aplikasi tertentu.
“Jaringan internet terdiri atas dua jenis, yakni mobile broadband internet (paket kuota) dan fixed broadband internet, seperti pada Wi-fi.
Baca juga: Jejak Manusia Modern Homo Sapiens Terlacak di Eropa
Keduanya memiliki perbedaan dari segi pemakaian data,” papar Lumumba dalam keterangan tertulis yang diterima Kompas.com, Selasa (13/4/2021).
Mobile broadband internet menawarkan paket kuota sesuai dengan paket data yang dipilih.
Sementara, fixed broadband internet menawarkan pemakaian gigabyte data tanpa batas (unlimited ), tetapi dibatasi oleh kecepatan transmisi data tergantung kepada kontrak berlangganan yang dipilih.
Meski demikian, kecepatan jaringan fixed broadband internet juga dapat dipengaruhi oleh seberapa banyak perangkat yang terhubung melalui Wi-fi router.
Semakin banyak perangkat terhubung, kecepatan akses internet pun bisa menurun.
Lumumba menyebut, penurunan kecepatan jaringan fixed broadband internet juga bisa disebabkan oleh penggunaan aplikasi dengan byte data yang besar.
“Aplikasi berbasis video konten seperti Youtube, TikTok, Netflix, TV kabel, dan aplikasi video lainnya membutuhkan byte data yang (lebih) besar dibanding aplikasi berbasis teks,” jelasnya.
Menurut Lumumba, konten video ibarat truk yang memiliki muatan yang besar dan panjang.
Mengaksesnya juga perlu upaya lebih. Selain itu, beberapa aplikasi populer biasanya memiliki server berbasis di luar negeri.
Hal ini dapat memperlambat penyaluran trafik data untuk masuk ke dalam negeri.
Baca juga: Gangguan Mata Minus Meningkat Selama Pandemi Covid-19
“Aplikasi yang memiliki server di luar negeri ibaratnya antrean mobil yang mau masuk ke gedung perkantoran.
Semakin banyak yang mau masuk, maka jalanan akan tersendat,” tambah Lumumba.