Kriminal

Warga Aceh Tamiang yang Ditangkap Polres Langkat Berjumlah Tiga Orang

Warga Kampung Tenggulun, Kecamatan Tenggulun, Aceh Tamiang yang diciduk aparat Polres Langkat berjumlah tiga orang. Sebelumnya dilaporkan warga ...

Editor: Muliadi Gani
FOR SERAMBINEWS.COM
Sejumlah orang terlihat beraktivitas di atas lahan perkembangan Tenggulun, Aceh Tamiang, beberapa waktu lalu. Kemunculan para penggarap berpotensi memunculkan konflik antar-masyarakat 

PROHABA.CO, KUALASIMPANG - Warga Kampung Tenggulun, Kecamatan Tenggulun, Aceh Tamiang yang diciduk aparat Polres Langkat berjumlah tiga orang.

Sebelumnya dilaporkan warga yang ditangkap hanya dua, yakni Indra dan Edi.

Info terbaru menyebutkan, jumlah warga yang ditangkap itu ternyata tiga orang.

Ketiganya dilaporkan diciduk polisi dari kediaman masing-masing pada Senin (11/10/2021) siang.

“Ternyata tiga orang, satu lagi atas nama Sudir (48),” kata Datok Penghulu Kampung Tenggulun, Abidin, Selasa (12/10/2021) pagi.

Sudir, menurut Abidin, justru menjadi target utama pihak kepolisian.

Hal ini diungkapnya berdasarkan adanya surat penangkapan yang dikeluarkan Satreskrim Polres Langkat.

“Kalau yang dua lagi (Indra dan Edi) saya belum lihat suratnya (penangkapan), kalau Sudir sudah lihat, memang ada,” lanjutnya.

Masih merujuk surat penangkapan itu, Sudir cs diduga keras melakukan tindak pidana secara bersama- sama melakukan kekerasan terhadap orang lain pada 1 Oktober 2021.

Baca juga: Bentrokan Berdarah di Lahan Tebu, Dua Warga Meninggal

Namun, yang menarik perhatian Abidin dan warga lainnya, dalam surat itu dijelaskan lokasi tindak pidana kekerasan itu dilakukan Sudir cs di Dusun Arasnapal, Desa Bukitmas, Kecamatan Besitang, Langkat, Sumatera Utara (Sumut).

Padahal, bila merujuk Permendagri 28/2020, lokasi terjadinya keributan itu masuk ke dalam wilayah administratif Aceh Tamiang.

“Inilah yang kami takutkan dari dulu. Kami masih menunggu arahan pemerintah, sementara masyarakat terus bergolak.

Jangan sampai menunggu ada yang mati,” kata Abidin berharap Pemerintah Aceh turun tangan.

Masyarakat sendiri berdalih kekerasan pada 1 Oktober itu dipicu oleh kehadiran sekelompok orang yang diduga datang dari Sumatera Utara melakukan aktivitas di atas lahan perkebunan milik masyarakat Tenggulun.

Kehadiran mereka itu menarik perhatian seratusan masyarakat Tenggulun ke lokasi untuk menanyakan maksud kehadiran orangorang tersebut.

Pasalnya, kata seorang warga, kelompok yang diduga dari Sumut itu datang membawa alat berat untuk membersihkan lahan yang sebelumnya sudah ditanami pohon kelapa sawit dan porang.

"Kebun kami dirusak, diratakan pakai buldoser.

Ini yang membuat masyarakat marah," kata warga.

Warga Tenggulun mengeklaim tidak ada bentrokan fisik karena kedatangan masyarakat hanya untuk mengusir para penggarap.

Namun karena ada sedikit perlawanan, masyarakat terpancing hingga merusak sebuah sepeda motor salah satu penggarap.

Baca juga: Dua Warga Aceh Tamiang Ditangkap Polisi Sumut

"Ada yang mencoba melawan pakai pisau, ini kan sudah terang-terangan," ungkapnya.

Masyarakat Tenggulun sendiri memastikan objek perkara itu berada di wilayah administratif Aceh Tamiang, atau persisnya di Dusun Adil Makmur II, Kampung Tenggulun, Kecamatan Tenggulun, Aceh Tamiang.

Keyakinan warga sudah dikuatkan juga dengan Permendagri 28/2020 tentang Batas Daerah Kabupaten Aceh Tamiang dengan Kabupaten Langkat.

Kekisruhan mulai muncul setelah terbitnya putusan eksekusi Pengadilan Negeri (PN) Stabat terhadap sebuah lahan yang sedang digarap petani Aceh Tamiang pada 10 Maret 2021.

Putusan ini dikatakan warga salah sasaran karena objek perkaranya di luar kewenangan PN Stabat.

Dalam eksekusi ini, petugas turut menumbangkan sejumlah tanaman masyarakat dan merobohkan sebuah pondok petani menggunakan alat berat.

Berdasarkan berita acara eksekusi penyerahan PN Stabat Nomor: 7/Pen.Eks/ Akta Perdamaian/2020/PN Stb, eksekusi dilakukan atas permohonan Bukhary (68), warga Jalan Selambo IV Nomor 14, Kecamatan Medan Amplas, Medan, Sumut.

Dijelaskan bahwa Bukhary merupakan pemilik sah lahan seluas 1.100 hektare yang dibelinya dari Tengku Bargalit secara dua tahap pada 8 Juli 1986 dan 9 September 1986.

Masih diperlukan tinjauan hukum lebih detail dan komprehensif terhadap kisruh soal perbatasan ini. (mad)

Baca juga: Pemuda Asal Aceh Tamiang, Tewas Tabrak Truk Tronton di Jalan Medan-Banda Aceh

Rekomendasi untuk Anda

Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved