Luar Negeri
Nahel M yang Kematiannya Memicu Kerusuhan Prancis
Kematian Nahel M (17) telah memicu kericuhan besar di berbagai kota di seluruh Prancis, termasuk di Nanterre, sebelah barat Paris, tempat Nahel ...
PROHABA.CO, PARIS - Kematian Nahel M (17) telah memicu kericuhan besar di berbagai kota di seluruh Prancis, termasuk di Nanterre, sebelah barat Paris, tempat Nahel dibesarkan.
Sedikitnya 1.311 orang ditangkap oleh otoritas Prancis karena berunjuk rasa yang menyebabkan 1.350 kendaraaan dibakar massa.
Siapa Nahel? Nahel adalah seorang anak tunggal yang dibesarkan oleh ibunya.
Dia bekerja sebagai sopir untuk jasa pengiriman makanan dan dia juga bermain dalam liga rugby.
Pendidikannya dinilai kacau.
Dia terdaftar di sebuah perguruan tinggi di Suresnes, tidak jauh dari tempat tinggalnya, untuk menjadi ahli kelistrikan.
Mereka yang mengenalnya mengatakan Nahel sangat dicintai di Nanterre, tempat dia tinggal bersama ibunya, Mounia, dan tampaknya tidak pernah mengenal ayahnya.
Catatan kehadirannya di perguruan tinggi buruk.
Dia tidak memiliki catatan kriminal, tetapi dia dikenal oleh polisi.
Baca juga: Kerusuhan Wamena, 16 Anggota Polisi Diperiksa, Kapolres Jayawijaya Dicopot
Dia selalu mencium ibunya sebelum dia pergi bekerja, ditambah kata-kata, “Aku mencintaimu, Bu.”
Tak lama setelah pukul 09.00 pada Selasa (27/6/2023), dia ditembak di dada dari jarak dekat karena tidak mematuhi perintah polisi untuk menghentikan mobil Mercedes- nya setelah melanggar lalu lintas.
“Apa yang akan saya lakukan sekarang?” tanya ibunya.
“Saya mencurahkan segalanya untuk dia.
Saya hanya punya satu, saya tidak punya 10 (anak).
Dia adalah hidup saya, sahabat saya,” katanya.
Neneknya menyebut Nahel sebagai anak yang ramah dan baik.
“(Dia) menolak untuk berhenti, tapi bukan berarti Anda diizinkan untuk membunuhnya,” kata pemimpin Partai Sosialis, Olivier Faure.
“Semua anak Republik memiliki hak atas keadilan,” tambahnya.
Antara rugby dan teknisi listrik Nahel menghabiskan tiga tahun terakhir bermain rugby di klub Pirates of Nanterre.
Baca juga: Lagi, Polisi Amankan 10 Remaja di Lhokseumawe Diduga Hendak Tawuran
Dia telah menjadi bagian dari program integrasi untuk remaja yang kesulitan di sekolah.
Program itu dijalankan oleh sebuah yayasan bernama Ovale Citoyen.
Program tersebut bertujuan untuk mengajak orang-orang dari daerah tertinggal untuk magang dan Nahel sedang belajar menjadi teknisi listrik.
Ketua Ovale Citoyen, Jeff Puech, adalah salah satu orang yang paling mengenalnya.
Dia bertemu Nahel beberapa hari lalu dan berbicara tentang anak yang menggunakan rugby untuk bertahan hidup itu.
“Dia adalah seseorang yang memiliki keinginan untuk menyesuaikan diri secara sosial dan profesional, bukan anak yang berurusan dengan narkoba atau mendapat kesenangan dari kejahatan remaja,” kata Puech kepada Le Parisien.
Dia memuji sikap teladan remaja itu, jauh dari pembunuhan karakter yang disebarkan di media sosial.
Dia mengenal Nahel ketika dia tinggal bersama ibunya di Vieux-Pont, pinggiran kota Nanterre, sebelum mereka pindah ke perkebunan Pablo Picasso.
Satu hal yang menjadi perhatian, keluarganya berasal dari Aljazair.
Baca juga: Membanggakan, 12 Alumni Politeknik Negeri Lhokseumawe Lolos Bekerja di Hongaria dan Cekoslowakia
“Semoga Allah memberinya rahmat,” bunyi tulisan yang dibentangkan di jalan lingkar Paris, di luar Stadion Parc des Princes.
“Kekerasan dilakukan oleh polisi setiap hari, terutama jika Anda orang Arab atau berkulit hitam,” kata seorang pemuda lainnya di Kota Paris yang menyerukan keadilan bagi Nahel
Namun, pengacara keluarga, Yassine Bouzrou, mengatakan ini bukan tentang rasisme, tapi tentang keadilan.
“Kami memiliki sistem hukum dan peradilan yang melindungi petugas polisi dan menciptakan budaya impunitas di Prancis,” katanya kepada BBC.
Nahel sudah lima kali menjadi subjek pemeriksaan polisi sejak 2021 'dikenal dengan refus d’obtempérer' penolakan untuk bekerja sama.
Baru-baru ini, pada akhir pekan lal, dia dilaporkan berada di tahanan karena penolakan semacam itu dan akan diau dili di pengadilan remaja pada September mendatang.
Sebagian besar masalah yang dia alami baru-baru ini melibatkan mobil.
Kericuhan yang dipicu oleh kematiannya menjadi pengingat bagi banyak orang di Prancis pada peristiwa tahun 2005 lalu.
Ketika itu dua remaja, Zyed Benna dan Bouna Traoré, disetrum saat mereka melarikan diri dari polisi setelah pertandingan sepak bola dan menabrak gardu listrik di Kota Clichysous- Bois, di pinggiran Paris.
“Bisa jadi saya, bisa saja adik laki-laki saya (yang mengalami nasib seperti ini di Prancis),” kata seorang remaja Clichy bernama Mohammed kepada situs Prancis Mediapart.
(Kompas. com)
Baca juga: Israel Hancurkan Sekolah Palestina di Tepi Barat, Uni Eropa Beri Teguran
Baca juga: Libya Rusuh Lagi, Pengunjuk Rasa Bakar Gedung Parlemen
Baca juga: WOW, Kisah Wanita Anak Sopir Bajaj Kini Jadi Miliader
Membunuh ART asal Indonesia, Finalis MasterChef Malaysia Dipenjara 34 Tahun |
![]() |
---|
Katy Perry Tur Luar Angkasa Hanya dalam Durasi 11 Menit |
![]() |
---|
6 Imigran Meninggal, 40 Lainnya Hilang Setelah Kapal Mereka Tumpang Terbalik di Laut Mediterania |
![]() |
---|
Melalui Investigasi, PBB Telah Menetapkan Israel Melakukan Genosida selama Konflik di Gaza |
![]() |
---|
Kelompok Separatis Membajak Kereta Api di Pakistan, 27 Tentara Tewas dan 346 Sandera Bebas |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.