Dugaan Gratifikasi

Besok, Gubernur Nonaktif Papua Lukas Enembe Akan Jalani Sidang Vonis

Jaksa Penuntut Umum (JPU) dari KPK mendesak  majelis hakim untuk menjatuhkan hukuman kepada Lukas Enembe selama 10 tahun

|
Penulis: Muhammad Aulia Ichsan | Editor: Jamaluddin
Kompas.com/Dok Petrus Bala Pattyona
Mantan Gubernur Papua, Lukas Enembe, dirawat di Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat (RSPAD) Gatot Subroto, Jakarta, pada Minggu (8/10/2023) setelah terjatuh dari kamar mandi. 

PROHABA.CO, JAKARTA - Gebernur nonaktif Papua, Lukas Enembe, dijadwalkan menjalani sidang vonis terkait kasus dugaaan suap dan penerimaan gratifikasi pada Kamis (19/10/2023) besok.

"Kamis diagendakan bisa sidang pembacaan vonis," kata Juru Bicara (Jubir) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Ali Fikri, dalam keterangannya, Rabu (18/10/2023), dilansir dari Tribunnews.com.

Sidang pembacaan keputusan Lukas Enembe harusnya digelar pada Senin (9/10/2023) lalu.

Tapi, Lukas tidak bisa mengikuti sidang karena  masih menjalani perawatan di Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat (RSPAD) Gatoet Soebroto, Jakarta.

Ali menjelaskan, berdasarkan informasi dari tim dokter RSPAD, Lukas Enembe sudah bisa menjalani rawat jalan.

"Informasi yang kami peroleh dari tim dokter, sejauh ini yang bersangkutan sudah bisa rawat jalan," katanya.

Sebelumnya, Jaksa Penuntut Umum (JPU) KPK mendesak  majelis hakim untuk menjatuhkan hukuman 10,5 tahun dan membayar denda Rp1 miliar subsidier kurungan enam bulan  kepada Lukas Enembe.

JPU KPK meminta majelis hakim menyatakan Lukas Enembe terbukti sah dan berjanji melakukan tindak pidana korupsi.

Sebab, jaksa KPK yakin bahwa Lukas Enembe terbukti menerima suap Rp 45,8 miliar dan gratifikasi senilai Rp 1,9 miliar.

Lukas Enembe juga dituntut dengan pidana tambahan berupa kewajiban membayar uang pengganti sejumlah Rp 47.833.485.350.

Pada saat yang sama, keluarga Lukas dengan tegas mengungkapkan keberatannya terhadap tindakan KPK yang menerima paksa Lukas dari RSPAD Gatot Soebroto pada Selasa  (10/11/2023) sekitar pukul 20.00 WIB.

Menurut keluarga, Lukas dijemput paksa oleh  KPK meski kaki dan tangannya bengkak, hingga dia tak bisa  berjalan serta ginjalnya mengalami kerusakan  dan sudah tidak berfungsi lagi.

Pihak keluarga menegaskan bahwa mereka  tidak akan bertanggung jawab jika terjadi  sesuatu yang membahayakan Lukas akibat tindakan paksa KPK ini.

Menurut keluarga, langkah KPK tersebut dinilai  sangat tidak manusiawi.

Mereka menambahkan, waktu pembantaran yang diberikan majelis hakim hingga 19  Oktober 2023.

Halaman 1 dari 2
Rekomendasi untuk Anda

Ikuti kami di

AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved