Video

KASIAN, Kapal Rohingya Bermuatan 200 Orang Tenggelam di Laut Andaman

Orang-orang yang berada di kapal lainnya berfikir bahwa jika melakukan penyelamatan, tentu kapal ini juga akan tenggelam dan semuanya akan meninggal.

Penulis: Redaksi | Editor: Fadil Mufty

PROHABA.CO -- Jeritan dan isak tangis mereka terdengar dari sebuah kapal kayu yang mengangkut sekitar 200 orang etnis Rohingya.

Kapal berisi bayi dan anak-anak kecil, bersama para ibu dan ayah mereka menjerit meminta tolong untuk diselamatkan di tengah luasnya Laut Andaman.

Tak banyak yang bisa dilakukan setelah ‘penyelamatan’ datang dalam bentuk kapal kayu lain yang membawa pengungsi Rohingya.

Kapal ‘penyelamatan’ yang penuh sesak itu berhenti tepat di samping mereka.

Namun mereka yang berada di kapal tersebut kelebihan muatan dan mulai bocor.

Orang-orang yang berada di kapal lainnya berfikir bahwa jika melakukan penyelamatan, tentu kapal ini juga akan tenggelam dan semuanya akan meninggal.

Mereka ingin membantu, tapi mereka juga ingin hidup.

Dikutip dari pemberitaan Sandiegouniontribune.com, Sabtu (23/12/2023), Muhammad Jubair dan keluarganya menumpangi sebuah kapal yang akan berlayar melintasi laut.

Kapal tersebut membawa 180 orang Rohingya menuju Indonesia.

Meski kelebihan muatan, namun mesin masih hidup.

Beberapa hari setelah perjalanan sejauh 1.800 kilometer (1.100 mil), para penumpang kapal Jubair melihat kapal lain terombang-ambing di tengah ombak.

Itu adalah kapal kerabatnya yang mengalami rusak mesin, air merembes masuk dan penumpang panik.

Mereka yang berada di kapal Jubair khawatir jika mereka terlalu dekat, orang-orang di kapal yang kesusahan itu akan melompat ke atas kapal mereka dan itu akan menenggelamkan mereka semua.

Ketakutan mereka bukannya tidak berdasar. Ketika kapal Jubair semakin dekat, antara 20 dan 30 orang mulai bersiap untuk melakukan lompatan.

Kapten kapal Jubair berteriak kepada orang-orang di kapal yang mengalami kesulitan itu agar tetap diam.

Kemudian dia meminta tali agar bisa mengikat kedua kapal itu menjadi satu. Kapten memberitahu penumpang kapal lain bahwa dia akan menarik kapal mereka di belakang kapalnya, dan mereka akan mencari daratan bersama.

Kapten mereka juga mengeluarkan peringatan: “Jika Anda mencoba melompat ke kapal kami, kami tidak akan membantu Anda.”

Kedua kapal itu mulai bergerak dan kemudian, dua atau tiga malam kemudian, badai menerjang mereka.

Berminggu-minggu telah berlalu, dan keluarga penumpang kapal yang hilang tenggelam belum mendengar kabar apa pun.

Ann Maymann, perwakilan UNHCR di Indonesia, mendesak pemerintah daerah untuk melakukan pencarian.

Pemerintah negara-negara regional yang dihubungi oleh AP tidak menanggapi permintaan komentar atau mengatakan mereka tidak mengetahui keberadaan kapal tersebut.

Sementara itu, perasaan takut yang lazim telah menjalar ke kamp-kamp Bangladesh, yang berduka atas hilangnya kapal lain yang membawa 180 orang pada tahun 2022 yang menurut penyelidikan AP telah tenggelam.

Fatima yang berada di kamp pengungsian Bangladesh, kesulitan untuk tidur sambil menunggu kabar tentang Ansar, adik laki-lakinya.

Dengan satu atau lain cara, katanya, mereka hanya menginginkan jawaban.

Suatu malam, kata Fatima, Ansar mendatangi ibu mereka dalam mimpi dan memberitahunya bahwa dia berada di sebuah pulau.

Keluarga yakin dia masih hidup, di suatu tempat.

Shukkur juga bermimpi tentang putrinya, Kajoli, namun di dalamnya perahu yang ditumpanginya tenggelam.

Dia yakin gadis kecilnya dan semua penumpang lainnya telah meninggal.

Penderitaannya bergema di seluruh tempat penampungan yang penuh sesak di kamp Cox’s Bazar.

Rekomendasi untuk Anda

Ikuti kami di

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved