Penghapusan Pertalite
BBM Jenis Pertalite Batal Dihapus, Pemerintah Jaga Daya Beli Masyarakat
Rencana penghapusan bahan bakar minyak (BBM) beroktan 90 atau Pertalite kemungkinan besar batal.
Dirjen Migas Kementerian ESDM, Tutuka Ariadji, mengatakan, sampai saat ini penghapusan BBM oktan 90 atau Pertalite belum direalisasikan. Alasannya, kata dia, pemerintah masih menjaga daya beli masyarakat yang dinilai masih rendah.
PROHABA.CO, JAKARTA - Rencana penghapusan bahan bakar minyak (BBM) beroktan 90 atau Pertalite kemungkinan besar batal.
Sempat beredar kabar bahwa penghapusan BBM Pertalite bakal dilakukan tahun 2024 dan diganti dengan Pertamax Green beroktan 92.
Namun, Corporate Secretary Pertamina Patra Niaga, Irto Ginting, menyebutkan bahwa hingga kini pihaknya masih menjual dan mendistribusikan BBM jenis Pertalite.
Terkait wacana penghapusan yang akan dilakukan pada tahun ini, Irto belum dapat memberikan informasinya secara lebih detail.
"Belum (ada rencana hapus Pertalite), hingga saat ini masih disalurkan Pertalite," papar Irto kepada Tribun, Senin (15/1/2024).
Sebelumnya, Direktur Utama Pertamina, Nicke Widyawati, sempat mengutarakan niatnya untuk mewujudkan inovasi baru yakni Pertamax Green 92.
Menurut Nicke, Pertamina saat ini sedang mengkaji untuk meningkatkan kadar oktan BBM Subsidi RON 90 menjadi RON 92.
Hal tersebut dilakukan dengan mencampur Pertalite dan Ethanol 7 persen sehingga menjadi Pertamax Green 92.
Nicke Widyawati mengungkapkan, kajian yang dinamakan Program Langit Biru Tahap 2 tersebut masih dilakukan secara internal dan belum diputuskan.
“Program tersebut merupakan hasil kajian internal Pertamina, belum ada keputusan apapun dari pemerintah," papar Nicke.
"Tentu ini akan kami usulkan dan akan kami bahas lebih lanjut,” sambungnya dikutip dari Tribun Network.
Nicke menambahkan, jika nanti usulan tersebut dapat dibahas dan menjadi program pemerintah, harganya pun tentu akan diatur oleh pemerintah.
Kajian tersebut, menurut Nicke, dilakukan untuk menghasilkan kualitas BBM yang lebih baik, karena bahan bakar dengan kadar oktan yang lebih tinggi tentu akan semakin ramah lingkungan.
“Tidak mungkin Jenis BBM Khusus Penugasan (JBKP) harganya diserahkan ke pasar karena ada mekanisme subsidi dan kompensasi di dalamnya,” terang Nicke.
“Kalau misalnya dengan harga yang sama, tapi masyarakat mendapatkan yang lebih baik, dengan octan number lebih baik, sehingga untuk mesin juga lebih baik, sehingga emisi juga bisa menurun.
Namun ini baru usulan sehingga tidak untuk menjadi perdebatan,” tambah Nicke.
Sementara itu, Dirjen Migas Kementerian ESDM, Tutuka Ariadji, mengatakan, sampai saat ini penghapusan BBM oktan 90 atau Pertalite belum direalisasikan.
Alasannya, kata dia, pemerintah masih menjaga daya beli masyarakat yang dinilai masih rendah.
"Masih JBKP (subsidi).
Daya beli masyarakat yang kita jaga," ujarnya.
Kendati demikian kata Tutuka, saat ini Pertamina sedang melakukan kajian pengembangan bioethanol sejenis Pertamax green, hanya saja tata kelola dan rantai pasoknya belum jelas dan butuh kajian lebih mendalam.
"Persoalan pasokan tebu ini yang masih kita tata.
Kalau biodiesel kan sekarang sudah banyak karena dari sawit," kata dia.
Ditemui di Gedung Kementerian ESDM, Jakarta, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Arifin Tasrif, mengatakan, pihaknya membebaskan Pertamina untuk menghapus BBM Pertalite atau tidak.
Namun dengan catatan, penjualan Pertamax Green 92 tidak memberikan beban tambahan.
"Kalau bisa disediakan dengan tidak ada beban tambahan ya boleh saja," kata Arifin.
Diketahui, sejak pertengahan tahun 2022, Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi (BPH Migas) sudah mengusulkan kepada pemerintah untuk membatasi pembelian BBM beroktan 90 atau Pertalite.
Pembatasan ini untuk mengendalikan konsumsi BBM bersubsidi agar tidak melampaui kuota yang ditetapkan dalam APBN.
Namun, kebijakan pembelian Pertalite masih harus menunggu revisi Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 191 Tahun 2014 tentang Penyediaan, Pendistribusian dan Harga Jual Eceran BBM.
Pembatasan pembelian Pertalite oleh masyarakat ini diperlukan agar konsumsi BBM subsidi tersebut tepat sasaran.
Kepala BPH Migas, Erika Retnowati, mengatakan, pihaknya sedang menanti hasil revisi Perpres tersebut untuk mengatur pembatasan penggunaan Pertalite.
"Jadi kita tunggu, nanti kalau sudah terbit revisi Perpresnya, kita baru bisa melakukan pengaturan untuk pembatasan Pertalite," tutur Erika.
Revisi Perpres menjadi penting guna mengatur lebih rinci klasifikasi konsumen pengguna Pertalite.
Saat ini, aturan yang jelas mengenai pembatasan konsumsi BBM baru berlaku untuk penggunaan BBM jenis solar.
Revisi Perpres dibutuhkan guna memperjelas tipe konsumen bagaimana dan seperti apa yang nantinya berhak menggunakan Pertalite.
"Pengaturan untuk BBM bersubsidi itu akan diatur di dalam Perpres.
Di dalam Perpres ini nantinya akan ditetapkan siapa konsumen penggunanya," jelas Erika.
Sebagai informasi, penyaluran Jenis BBM Khusus Penugasan (JBKP) Pertalite untuk 2024 sebesar 31,7 juta kilo liter (kl) atau lebih rendah dibanding 2023 yang mencapai 32,56 juta kl.
Penetapan kuota di tahun 2024 berdasarkan perhitungan dari realisasi di tahun 2023 yang hanya mencapai 30 juta kl atau sekitar 92,24 persen.
"Jadi ini memang sedikit lebih kecil dari 2023, karena kami melihat dari realisasinya di tahun 2023 sekitar 30 juta kl," ungkap Erika. (Tribun Network/ism/lta/wly)
Update berita lainnya di PROHABA.co dan Google News
Mualem Minta Dukungan Menteri Lingkungan Hidup untuk Dana Abadi Kombatan dan Korban Konflik |
![]() |
---|
Gubernur Aceh Tolak Kebijakan Pusat untuk Potong Dana Transfer ke Daerah |
![]() |
---|
Satu Korban Longsor Tambang Emas di Aceh Jaya Dirujuk ke Banda Aceh |
![]() |
---|
Harga Emas Tembus Rekor Tertinggi di Banda Aceh, Capai Rp 6,8 Juta per Mayam |
![]() |
---|
Ganesh, Pelajar SMPN 2 Banda Aceh Wakili Aceh di Cabang Karate Pekan Olahraga Pelajar Nasional 2025 |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.