Ada Jamur yang Harganya Lebih Mahal daripada Emas, Benarkah?

PROHABA.CO - Studi menemukan, jamur ulat Himalaya lebih produktif dalam kondisi dingin.

Sementara iklim di tempat jamur ini berkembang kini semakin hangat akibat pemanasan global.

Perburuan yang berlebihan oleh manusia juga dianggap menjadi faktor utama jamur ulat zombie semakin langka.

Dataran Tinggi Tibet di Himalaya adalah rumah bagi jamur Ophiocordyceps sinensis, yang dapat mengubah ulat menjadi zombie.

Jamur ulat adalah bagian dari kelompok jamur Cordyceps, yang menginspirasi video game dan kemudian serial HBO The Last of Us.

Jamur ulat dipercaya sebagai afrodisiak dan dikenal sebagai yartsa gunbu oleh penduduk setempat.

Menjelaskan sifat afrodisiaknya, teks-teks kuno Tibet menyebutkan bahwa pria yang mengonsumsi yartsa akan mendapatkan “kenikmatan ribuan wanita cantik.”

Ada juga yang mengatakan bahwa jamur ulat bermanfaat bagi sistem kekebalan tubuh, dapat mengobati batuk, dan “memperkuat paru-paru”.

Sejauh ini, belum ada bukti ilmiah yang memvalidasi klaim tersebut.

Namun, permintaan yartsa sangat tinggi di beberapa belahan dunia sehingga yartsa dijual dengan harga lebih tinggi daripada emas.

Misalnya, laporan dari NPR mengungkapkan bahwa orang-orang membeli yartsa dengan harga $2.000 atau sekitar Rp32 juta per ons di Tiongkok.

Baca juga: Ini Alasannya Kenapa Matsutake Jepang Jadi Jamur Termahal di Dunia

Panen yartsa gunbu

Terjemahan dari yartsa gunbu adalah “rumput musim panas, cacing musim dingin”.

Ini menggambarkan bagaimana ulat musim dingin menjadi rumput di musim panas.

Selama musim panas, ulat ngengat hantu berhibernasi di bawah tanah.