Kisah Perang Dunia II

‘Penyihir Malam,’ Pasukan Pilot Perempuan Uni Soviet yang Ditakuti Pasukan Nazi, Begini Kisah Mereka

Salah satu elemen penting dalam kemenangan Uni Soviet itu adalah pasukan pilot perempuan yang dijuluki ‘Penyihir Malam.’

Editor: Jamaluddin
AFP via BBC INDONESIA
Sebagian besar relawan Resimen Pengebom Malam Ke-588 Uni Soviet masih berusia remaja dan ingin berjuang untuk negara mereka. 

Penyihir Malam adalah para perempuan itu masih sangat muda, kebanyakan masih remaja. Mereka terpaksa menghadapi kejinya perang, serta pemikiran skeptis dan maskulin pada zaman itu yang ragu bahwa sekelompok pilot perempuan akan berhasil dalam perang.

PROHABA.CO, MOSKWA – Uni Soviet menang melawan Tentara Nazi Jerman dalam Perang Dunia Kedua.

Salah satu elemen penting dalam kemenangan Uni Soviet itu adalah pasukan pilot perempuan yang dijuluki ‘Penyihir Malam.’

Penyihir Malam adalah para perempuan itu masih sangat muda, kebanyakan masih remaja.

Mereka terpaksa menghadapi kejinya perang, serta pemikiran skeptis dan maskulin pada zaman itu yang ragu bahwa sekelompok pilot perempuan akan berhasil dalam perang.

Lantas bagaimana kisah ‘Penyihir Malam’ tersebut?

Simak kisahnya di bawah ini seperti dikutip dari Kompas.com:

Pasukan Nazi mengatakan, bunyi embusan angin pesawat-pesawat yang dipiloti para perempuan itu mirip suara hentakan sapu, sehingga mereka dijuluki ‘penyihir malam.’

Usia para perempuan itu masih sangat muda, kebanyakan masih remaja.

Mereka terpaksa menghadapi kejinya perang, serta pemikiran skeptis dan maskulin zaman itu yang ragu bahwa sekelompok pilot perempuan akan berhasil dalam perang.

Kendati demikian, para pilot perempuan dari Resimen Pengebom Malam Ke-588 itu berhasil menjatuhkan 23.000 ton bom pada sasaran Jerman.

Mereka menjadi elemen penting dalam kemenangan Uni Soviet melawan tentara Nazi pada Perang Dunia II.

“Awalnya, para pria menertawakan kami,” ujar ahli matematika dan fisika asal Rusia, Irina Rakovolskaya dalam wawancara yang dirilis pada 1993 lalu.

Irina tak lain adalah pemimpin resimen itu.

Menurut Irina, pandangan orang-orang sekitar terhadap pasukan pilot perempuan pimpinannya berubah seiring waktu.

“Mereka melihat betapa mahirnya kami menerbangkan pesawat.

Pria-pria dalam resimen pengebom malam mulai menyebut kami ‘saudari’ dan para prajurit infanteri menyebut kami ‘makhluk surgawi’.

Tapi orang-orang Jerman menjuluki kami ‘penyihir malam’,” jelas Irina Rakovolskaya.

Kebijakan Uni Soviet saat itu memberikan kesempatan pendidikan setara bagi laki-laki maupun perempuan.

Karenanya, banyak perempuan muda bisa masuk sekolah pilot.

Hal itu dikatakan ahli penerbangan perempuan Debbie Land dalam wawancara dengan BBC World.

Land merupakan peneliti pilot perempuan dari Shuttleworth Collection, sebuah museum penerbangan dan otomotif di Inggris.

Di masa itu, jelas Land, ada organisasi di Uni Soviet yang membantu laki-laki dan perempuan muda di Uni Soviet untuk belajar menerbangkan pesawat.

Program itu seluruhnya gratis.

Sehingga, ‘ketika Jerman menyerang dan menghancurkan pasukan Rusia, para pilot perempuan sudah siap.’

Pasukan yang dipimpin pahlawan perempuan

Banyak perempuan yang kelak menjadi pilot sedang mempelajari fisika, astronomi, geografi, matematika, dan kimia di universitas saat Jerman menyerang Uni Soviet pada 22 Juni 1941 silam.

Saat itu, Pemerintah Soviet baru mewajibkan kaum pria untuk berjuang dalam perang.

Namun, kaum perempuan juga ingin ikut bertempur.

Sejumlah perempuan muda menulis surat-surat untuk Marina Raskova, seorang pilot perempuan ternama di Uni Soviet.

Ia kemudian memiliki peran besar dalam pembentukan pasukan perempuan.

Marina Raskova merupakan perempuan pertama di Uni Soviet yang menerima ijazah pilot profesional.

Raskova dipandang sebagai pahlawan ketika ia memecahkan rekor untuk penerbangan jarak jauh tanpa henti pada 1938.

Marina Raskova
Marina Raskova adalah perempuan Uni Soviet pertama yang memperoleh ijazah pilot profesional. (AFP via BBC INDONESIA)

Pada penerbangan historis itu, Raskova tidak bertugas sebagai pilot tapi sebagai ahli navigasi dalam kru yang terdiri atas dua perempuan lainnya.

Perjalanan itu cukup berbahaya, dan sang ahli navigasi terpaksa terjun dengan parasut sebelum pesawat melakukan pendaratan darurat.

Raskova menghabiskan sepuluh hari sendirian di hutan Siberia yang dingin tanpa makanan dan hanya sedikit air sambil mencari pesawat itu.

Petualangannya kemudian ia tuangkan ke dalam buku yang menceritakan soal pengalamannya bertahan hidup.

Berkat buku itu, Raskova menjadi terkenal di Uni Soviet.

Berkat ketenaran Raskova, banyak perempuan muda Soviet meminta agar mereka bisa ikut berjuang demi negara--tidak hanya ditempatkan sebagai juru ketik atau perawat.

Akhirnya, Raskova datang ke pemimpin Uni Soviet, Josef Stalin.

Ia meminta izin kepada Stalin untuk membentuk pasukannya sendiri, yang hanya terdiri atas pilot perempuan.

Stalin setuju, dan Raskova menciptakan tiga resimen perempuan: Resimen Tempur Udara Ke-568, Resimen Pengebom Udara Ke-587, dan Resimen Pengebom Malam Ke-588, yang kemudian dikenal sebagai ‘Penyihir Malam.’

Dengan demikian, Uni Soviet menjadi negara pertama yang resmi memperbolehkan perempuan untuk ikut bertempur.

“Saat itu ada banyak pilot perempuan, namun hampir tidak ada ahli navigasi atau mekanik andal.

Sehingga mereka harus melatih para perempuan agar dapat menguasai keterampilan-keterampilan itu.

Mereka harus belajar dari nol,” jelas Reina Pennington, seorang guru sejarah kepada program BBC bertajuk Russian and Military di Universitas Militer Norwich, Amerika Setikat dikutip dari Kompas.com.

Pesawat ala kadarnya

Para perempuan dalam pasukan itu juga harus terbiasa menerbangkan pesawat bermesin ganda yakni Polikarpov Po-2.

Secara teknis, pesawat kuno yang dirancang pada tahun 1928 itu biasa digunakan sebagai pesawat latihan dan penyemprot lahan pertanian.

Polikarpov Po-2 terbuat dari kayu lapis dan kanvas sehingga bodinya rentan dan ringan.

Bagian kokpit terbuka, sehingga para pilot tidak memiliki perlindungan terhadap suhu dingin saat malam hari.

“Anda tidak bisa melakukan banyak hal dengan pesawat itu saat siang hari karena sangat rentan.

Pesawat itu tidak memiliki pelindung ataupun senapan mesin, dan tidak bisa menghadapi pesawat tempur milik Jerman pula.

Jadi pesawat-pesawat itu hanya bisa digunakan pada malam hari, tapi paling tidak ada fungsinya, meskipun hanya bisa mengangkut sedikit bom,” ungkap Pennington.

Pesawat yang digunakan pasukan pilot perempuan Resimen Pengebom Malam Ke-588
Pesawat yang digunakan pasukan pilot perempuan Resimen Pengebom Malam Ke-588 berjenis Polikarpov PO-2. Pesawat kuno yang terbuat dari kayu dan tanpa pelindung.(GETTY IMAGES via BBC INDONESIA)

Karena tak memiliki alat untuk membantu mereka menghantam sasaran, para pilot dalam resimen Ke-588 menjalani operasi yang berbahaya.

Saat mendekati sasaran, mereka mematikan mesin agar bisa bergerak dalam kesunyian.

Pada momen yang tepat, mereka menyalakan api penanda untuk mengisyaratkan pada ahli navigasi ke arah mana mereka harus meluncurkan bom.

Namun, nyala api itu juga menunjukkan lokasi mereka kepada tentara Nazi.

Pilot harus menjaga stabilitas pesawat agar ahli navigasi dapat mengarahkan bom.

Misi mereka menjadi semakin sulit karena tentara Nazi menggunakan lampu besar yang silau untuk menghalangi pandangan mereka, serta senapan mesin antipesawat.

Karena jenis pesawat Polikarpov Po-2 tidak memiliki pelindung, seringkali pesawat itu terbakar seperti korek api.

Peran dari para ‘penyihir malam’ itu bukan sekadar menjatuhkan bom serta menyebarkan kematian dan kehancuran.

Tugas mereka adalah “menganggu pasukan Jerman yang sudah menjalankan manuver seharian,” jelas Debbie Land kepada BBC.

“Jadi tugas mereka adalah menyita waktu tidur orang Jerman, dengan memaksa mereka bekerja sepanjang malam agar esok harinya mereka kecapekan,” ungkap dia dikutip dari Kompas.com.

Berbeda dengan rekan-rekan pria mereka, resimen perempuan tidak berhenti sejenak untuk menghisap rokok atau minum teh di sela-sela penerbangan.

Ketika mendarat, mereka langsung mengisi ulang amunisi dan terbang lagi.

Kadang para pilot perempuan bisa terbang hingga 15 kali dalam semalam, jauh melebihi jumlah penerbangan pilot pria.

Taktik mereka mematikan mesin saat mendekati target memang merupakan praktik yang lumrah digunakan di Angkatan Udara.

Namun, yang membuat mereka unik, kata Pennington, adalah kemampuan mereka terbang lebih sering dibanding unit lain.

Kemampuan ini timbul dari inovasi mereka dalam merawat pesawat dan mengisi ulang amunisi, serta cara mereka melatih pilot cadangan.

Komandan Yevdokia Bershanskaia mengembangkan cara inovatif untuk mengisi ulang bahan bakar pesawat.

Alih-alih mendedikasikan satu tim perawatan dan pengisian bahan bakar untuk setiap pesawat, Bershanskaia menggunakan sistem antrean lini produksi dengan tim khusus untuk setiap tugas, misalnya mengisi tanki bahan bakar dan menambah amunisi pesawat.

“Dengan begitu, sebuah pesawat sudah siap terbang dalam 10 menit,“ jelas profesor dari Norwich University.

Ia menambahkan, sistem ini membantu pesawat lebih sering melakukan penerbangan.

Sebagai tanda penghormatan atas jasa mereka, Resimen Pengebom Malam Ke-588 menerima pangkat Garda Udara.

Resimen itu kemudian dikenal sebagai Garda Resimen Pengebom Malam Ke-46.

Bershanskaia juga dikaruniai Ordo Spanduk Merah, dan banyak ‘penyihir malam’ lain juga menerima penghargaan bergengsi.

Bahkan, 23 pilot perempuan mendapatkan gelar ‘Pahlawan Uni Soviet,’ yang penghargaan tertinggi di negara itu. (*)

Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Kisah "Penyihir Malam", Pasukan Pilot Perempuan Soviet yang Ditakuti Nazi",

Update berita lainnya di PROHABA.co dan Google News

 

Sumber: Kompas.com
Berita Terkait
  • Ikuti kami di

    AA

    Berita Terkini

    Berita Populer

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved