Keutamaan Hari Arafah

Hari Arafah Miliki Banyak Keutamaan, Berikut Amalan yang Bisa Dikerjakan pada Hari Istimewa Ini 

Hari Arafah adalah hari kesembilan dalam bulan Zulhijjah dan merupakan hari kedua dalam prosesi pelaksanaan ibadah haji.

Editor: Jamaluddin
ISTIMEWA
PIMPINAN RAUDHATUL QUR’AN - Pimpinan Dayah Raudhatul Qur’an, Tungkop, Kecamatan Darussalam, Aceh Besar, Dr Tgk H Sulfanwandi Hasan MA. Tgk Sulfanwandi menjelaskan tentang rahasia dan keagungan Hari Arafah dan haji mabrur. 

Karena itu, sambungnya, Allah Swt menjadikan Hari Arafah sebagai penutup segala agama dan yang terbaik di antara semuanya, serta tidak ada agama yang diterima dari siapa pun selain Islam.

PROHABA.CO - Hari Arafah adalah hari kesembilan dalam bulan Zulhijjah dan merupakan hari kedua dalam prosesi pelaksanaan ibadah haji.

Dalam Islam, Hari Arafah merupakan hari yang istimewa karena pada hari itu Allah Swt membanggakan hamba-Nya yang berkumpul di Arafah kepada para malaikat.

Arafah merupakan nama sebuah gunung, tempat Nabi Muhammad saw menyeru di depan kaumnya untuk yang terakhir kali.

Hari Arafah adalah waktu bagi jamaah haji melaksanakan wukuf di Arafah, mulai dari terbenamnya matahari (waktu Zuhur) pada 9 Zulhijjah sampai fajar terbit pada 10 Zulhijah. 

Bagi umat Islam yang tidak sedang melaksanakan ibadah haji, disunahkan untuk melaksanakan Puasa Arafah pada 9 Zulhijjah. 

Orang yang melaksanakan Puasa Arafah akan mendapat penghapusan dosa selama dua tahun, setahun yang lalu dan setahun yang akan datang. 

Hal ini sesuai dengan sabda Nabi Muhammad saw, yang artinya: "Puasa Hari Arafah itu menghapus dosa 2 tahun: 1 tahun yang lalu dan 1 tahun yang akan datang."

Terkait rahasia dan keagungan dari Hari Arafah serta amalan apa saja yang bisa dikerjakan pada hari Istimewa tersebut, simak penjelasan Dr Tgk H Sulfanwandi Hasan MA, Pimpinan Dayah Raudhatul Qur’an, Tungkop, Kecamatan Darussalam, Aceh Besar, di bawah ini.  

Menurut Tgk Sulfanwandi, Hari Arafah adalah salah satu hari yang paling utama di sisi Allah Swt. 

Hari Arafah merupakan hari berkumpulnya para jamaah haji di Padang Arafah

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: ‘Haji itu adalah Arafah.’ 

“Hari besar ini (Hari Arafah-red) banyak sekali keutamaannya. 

Di antaranya, sebagai hari penyempurna agama dan penyempurnaan keberkahan atas umat ini, sehingga mereka tidak membutuhkan agama lain,” jelas Tgk Sulfanwandi yang juga dosen Fakultas Syariah dan Hukum UIN Ar-Raniry, Darussalam, Banda Aceh.

Karena itu, sambungnya, Allah Swt menjadikan Hari Arafah sebagai penutup segala agama dan yang terbaik di antara semuanya, serta tidak ada agama yang diterima dari siapa pun selain Islam.

Dalam riwayat sahih Bukhari Muslim dikatakan bahwa Umar bin Khattab ra, seorang Yahudi berkata kepadanya: “Wahai Amirul Mukminin, ada sebuah ayat dari kitabmu yang engkau baca. 

Seandainya ayat itu diturunkan kepada kami, orang-orang Yahudi, niscaya kami menjadikan hari itu sebagai hari raya.” 

Umar bertanya: “Ayat yang mana?” 

Dia berkata: “Pada hari ini sudah Kusempurnakan bagimu agamamu, dan telah Kucukupkan nikmat-Ku kepadamu, dan telah Kuridhai Islam sebagai agamamu.” 

Umar berkata: “Kami mengetahui hari dan tempat diturunkannya Al-Qur’an kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam ketika beliau sedang wukuf di Arafah pada hari Jumat.” 

Di antara keutamaan Hari Arafah adalah bahwa ia merupakan hari perayaan bagi umat Islam

Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhu berkata, “Ayat ini turun pada hari besar, hari Jumat, dan Hari Arafah.” 

Dan, Umar bin Khattab radhiyallahu ‘anhu berkata: “Keduanya, Alhamdulillah adalah perayaan bagi kami.” 

Lebih lanjut, abu lulusan Dayah Darussalam, Labuhan Haji, Aceh Selatan, dan Dayah Budi, Lamno, Aceh Jaya ini menjelaskan bahwa Hari Arafah merupakan hari raya yang khusus diperuntukkan bagi orang-orang yang berkumpul, sedangkan puasa pada hari itu disyariatkan untuk orang-orang selainnya, sebagaimana yang akan disebutkan kemudian.

“Di antara keutamaannya ialah sebagai hari ampunan dan pengampunan dosa, hari terbebas dari api neraka, serta hari membanggakan orang-orang yang berkumpul,” jelas Mutawif (Pembimbing) Utama Travel Umrah PT Al Azhar Laris Banda Aceh ini.

Dalam Shahih Muslim, dari Aisyah radhiyallahu ‘anhu, dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, ia berkata: “Tidak ada satu hari pun di mana Allah SWT membebaskan lebih banyak hamba dari api neraka daripada hari Arafah.

Allah SWT mendekat, lalu membanggakan mereka di hadapan para malaikat, seraya berkata: ‘Apa yang diinginkan orang-orang ini?’"

Barangsiapa yang menginginkan agar terbebas dari api neraka, dan berharap agar dosa-dosanya diampuni, kesalahan-kesalahannya diampuni, dan kesalahan-kesalahannya diampuni pada Hari Arafah, maka hendaklah ia bersemangat untuk melakukan hal-hal yang dapat membuatnya berharap, setelah mendapatkan karunia dan rahmat Allah. 

Karena dalam Shahih Muslim diriwayatkan dari Abu Qatadah radhiyallahu ‘anhu bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Puasa pada Hari Arafah, aku berharap agar Allah menghapus dosa-dosa setahun sebelumnya dan setahun setelahnya.” 

Adapun bagi para jamaah haji, kata Tgk Sulfanwandi, sunat bagi mereka adalah berbuka, sebagaimana yang sudah diriwayatkan dari Rasulullah saw.

Sebab yang terutama ialah memperbanyak kalimat tauhid dengan penuh keikhlasan dan kejujuran serta berdoa kepada Allah. 

Karena Islam adalah pondasi agama yang sudah disempurnakan oleh Allah pada Hari Arafah

Dan, doa pada hari itu sangat dianjurkan karena memiliki keutamaan yang sangat besar. 

Diriwayatkan oleh At-Tirmidzi dari Nabi SAW bersabda: “Doa yang paling utama adalah doa pada Hari Arafah, dan doa yang paling utama yang telah aku dan para nabi sebelumku ucapkan adalah:

لا إله إلا اللهُ وحدهُ لا شريكَ لهُ وله الملكُ وله الحمدُ وهو على كلِّ شيء قديرٍ

Artinya: "Tidak ada Tuhan selain Allah semata, tidak ada sekutu bagi-Nya. 

Bagi-Nya-lah kekuasaan, bagi-Nya-lah pujian, dan Dia Maha Kuasa atas segala sesuatu.” 

Pada kesempatan yang sama, abu kelahiran Meukek (Aceh Selatan), 5 Agustus 1969 ini juga menjelaskan panjang lebar tentang haji mabrur.

Menurutnya, ibadah haji adalah salah satu rukun Islam yang memiliki keistimewaan sangat besar. 

Allah mewajibkan ibadah haji bagi umat Islam sekali dalam seumur hidupnya. 

Bila seseorang mempunyai kemudahan untuk melaksanakan haji lebih dari satu kali, maka itu sudah dianggap sebagai sunat.

Allah SWT berfirman:

وَلِلَّهِ عَلَى النَّاسِ حِجُّ الْبَيْتِ مَنِ اسْتَطَاعَ إِلَيْهِ سَبِيلًا"

Artinya: "Dan kewajiban bagi manusia terhadap Allah adalah melaksanakan haji ke Baitullah, bagi siapa saja yang mampu sampai kepadanya" (QS. Ali Imran: 97)

Lantas, apa rahasia dan keagungan dari haji mabrur?

Terkait hal ini, Tgk Sulfanwandi pertama-tama menjelaskan bahwa para ulama salaf sudah banyak menceritakan tentang keagungan ibadah haji yang sangat luar biasa, banyak rahasia-rahasia dalam perjalanan menuju Baitullah tersebut. 

Lebih dari itu, sebutnya, ibadah haji memiliki peranan penting dalam mengisi spiritual jiwa umat Islam.

Rasulullah SAW bersabda:

العُمرةُ إلى العُمرةِ كفَّارةٌ لِما بينَهُما والحجُّ المبرورُ ليسَ لَهُ جزاءٌ إلَّا الجنَّةُ

Artinya: "Perjalanan antara ibadah satu umrah ke umrah berikutnya adalah penghapus dosa. 

Haji mabrur tidak ada balasan kecuali surga." (HR. Bukhari Muslim)

Tgk Sulfanwandi juga mengatakan, para ulama salaf sudah banyak menyampaikan tentang makna haji mabrur, serta amalan dan syarat-syarat mereka ketika melaksanakan haji yang merupakan penerapan dari makna-makna kelebihan haji dan sifat-sifat yang agung tersebut.

“Salah satu makna haji mabrur adalah melaksanakan segala ketaatan dan istiqamah dalam mengerjakan amal Kebajikan,” ujar Tgk Sulfanwandi yang juga Pembimbing ibadah haji pada Kelompok Bimbingan Ibadah Haji dan Umrah (KBIHU) Raudhatul Qur’an, Tungkop, Kecamatan Darussalam, Aceh Besar. 

Allah Swt sudah menjelaskan tentang istiqamah dalam mengerjakan amal kebajikan dalam firman-Nya yang berbunyi:

لَيْسَ الْبِرَّ اَنْ تُوَلُّوْا وُجُوْهَكُمْ قِبَلَ الْمَشْرِقِ وَالْمَغْرِبِ وَلٰكِنَّ الْبِرَّ مَنْ اٰمَنَ بِاللّٰهِ وَالْيَوْمِ الْاٰخِرِ وَالْمَلٰۤىِٕكَةِ وَالْكِتٰبِ وَالنَّبِيّٖنَۚ وَاٰتَى الْمَالَ عَلٰى حُبِّهٖ ذَوِى الْقُرْبٰى وَالْيَتٰمٰى وَالْمَسٰكِيْنَ وَابْنَ السَّبِيْلِۙ وَالسَّاۤىِٕلِيْنَ وَفىِ الرِّقَابِۚ وَاَقَامَ الصَّلٰوةَ وَاٰتَى الزَّكٰوةَۚ وَالْمُوْفُوْنَ بِعَهْدِهِمْ اِذَا عَاهَدُوْاۚ وَالصّٰبِرِيْنَ فِى الْبَأْسَاۤءِ وَالضَّرَّاۤءِ وَحِيْنَ الْبَأْسِۗ اُولٰۤىِٕكَ الَّذِيْنَ صَدَقُوْاۗ وَاُولٰۤىِٕكَ هُمُ الْمُتَّقُوْنَ ۝١٧٧

Artinya: "Kebajikan itu bukanlah menghadapkan wajahmu ke arah timur dan barat, melainkan kebajikan itu ialah (kebajikan) orang yang beriman kepada Allah, hari akhir, malaikat-malaikat, kitab suci, dan nabi-nabi; memberikan harta yang dicintainya kepada kerabat, anak yatim, orang miskin, musafir, peminta-minta, dan (memerdekakan) hamba sahaya; melaksanakan shalat; menunaikan zakat; menepati janji apabila berjanji; sabar dalam kemelaratan, penderitaan, dan pada masa peperangan. 

Mereka itulah orang-orang yang benar dan mereka itulah orang-orang yang bertakwa." (QS. Al-Baqarah: 177)

Al-Hafiz Ibnu Rajab ra berkata: “Ayat itu menyebutkan bahwa ada enam macam ketakwaan, dan barang siapa menyempurnakannya maka ia sudah menyempurnakan ketakwaan. 

Pertama: beriman kepada enam rukun iman. 

Kedua: memberi harta kesayangan kepada kerabat, anak yatim, orang miskin, musafir, orang yang meminta, dan memerdekakan budak. 

Ketiga: mendirikan shalat. 

Keempat: menunaikan zakat. 

Kelima: memenuhi janji. 

Keenam: sabar dalam kesulitan, kesusahan, dan di kala perang.”

Semua itu, sebut Tgk Sulfanwandi, wajib bagi jamaah haji. 

Sebab, hajinya tidak sah tanpa iman, serta hajinya tidak sempurna dan diterima tanpa mendirikan shalat dan menunaikan zakat. 

Karena rukun Islam itu saling berkaitan, maka iman dan Islam tidaklah sempurna sampai keduanya sudah ditunaikan. 

Dan, tidak sempurna ketakwaan haji kecuali dengan menunaikan janji-janji dalam perjanjian dan persekutuan serta rukun-rukun yang diwajibkan dalam perjalanan haji. 

Tgk Sulfanwandi menambahkan, memberikan harta yang dicintainya kepada orang yang Allah cintai dan masih harus bersabar terhadap musibah yang menimpanya dalam perjalanan, itulah ciri-ciri orang bertakwa. 

“Maka barangsiapa yang melaksanakan haji tanpa mendirikan shalat, apalagi hajinya sunat, maka ia seperti orang yang berusaha mendapatkan satu dirham, lalu menghambur-hamburkan modal yang jumlahnya beribu-ribu dirham,” ungkap Tgk Sulfanwandi dikutip dari Serambinews.com.

Salah satu makna haji mabrur, sebut Tgk Sulfanwandi, adalah bersikap baik kepada manusia, berbuat baik kepada mereka, dan memiliki adab yang baik terhadap mereka. 

Dalam Shahih Muslim, Nabi saw ditanya tentang ketakwaan, lalu Rasulullah menjawab: ‘Akhlak yang baik.’ 

Ini adalah sesuatu yang sangat dibutuhkan oleh jamaah haji.

“Itulah makna dari mendapatkan haji yang mabrur, istiqamah, dan terbimbing untuk selalu dekat dengan Allah Swt serta taat melaksanakan seluruh amal saleh dan kebajikan-kebajikan yang antara satu kebajikan dengan kebajikan lain saling bergantung dan menyempurnakan,” pungkas Tgk Sulfanwandi(*)

Update berita lainnya di PROHABA.co dan Google News

 

Rekomendasi untuk Anda

Ikuti kami di

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved