Tahukah Anda

Mengapa Ada Orang yang Tak Pernah Terinfeksi Covid-19 Selama Pandemi?

Editor: Muliadi Gani
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Ilustrasi masker N95. Seorang perempuan mengenakan masker N95 untuk mencegah penyebaran virus corona.(Shutterstock/Suriyawut Suriya)

PROHABA.CO - Sejak Covid-19 terdeteksi pertama kali pada November 2019, kasusnya semakin meningkat di berbagai negara, termasuk di Indonesia hingga saat ini.

Akan tetapi, dari total 458.574.939 kasus Covid-19 di dunia berdasarkan data Worldometers, ada sebagian anggota masyarakat yang masih terlindungi dan tidak pernah terinfeksi virus corona sekali pun.

Lantas, apa penyebab orang tidak terinfeksi corona meski berada di wilayah yang tingkat penularannya tinggi?

Studi yang dilakukan peneliti di Imperial College London menunjukkan bahwa seseorang bisa memiliki tingkat sel T lebih tinggi.

Sel T adalah sel yang berperan di dalam sistem kekebalan tubuh manusia .

Dengan demikianorang tersebut memiliki kekebalan terhadap infeksi virus corona yang menyebabkan Covid-19.

“Kami menemukan bahwa tingkat sel T tinggi yang sebelumnya ada terbentuk oleh tubuh ketika orang lain terinfeksi virus corona seperti pada flu biasa, (sehingga) dapat melindungi dari infeksi Covid-19,” papar penulis utama studi Dr Rhia Kundu, dilansir dari Times of India, Kamis (8/3/2022).

Baca juga: Siapa yang Berisiko Terinfeksi Covid-19 Setelah Divaksin?

Sejauh ini, telah teridentifi kasi lima varian virus corona yang bermutasi dan telah dikategorikan oleh Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) sebagai variant of concern (VoC).

Varian tersebut yaitu Alpha, Beta, Gamma, Delta, dan Omicron.

Kendati karakteristik setiap varian virus corona cenderung berperilaku berbeda, sejumlah penelitian mengungkapkan bahwa ada karakteristik tertentu di mana mereka mirip satu sama lain.

Berdasarkan kesamaan karakteristik ini, sel-sel kekebalan akhirnya dapat mengenali dan melawan virus segera setelah tubuh terpapar agar tidak terinfeksi Covid-19.

Faktor genetik Faktor genetik disebut berperan dalam menentukan kerentanan seseorang terhadap penularan Covid-19.

Penelitian pun telah menemukan adanya hubungan antara genetika dan sistem kekebalan tubuh dengan infeksi Covid-19.

Berkaitan dengan hal itu, tim peneliti mengatakan, antigen leukosit manusia atau human leukocyte antigens (HLA) menentukan respons seseorang terhadap paparan virus corona.

Baca juga: Tren Covid-19 Menurun, MUI Izinkan Shaf Shalat Kembali Rapat Tanpa Jarak

“Gen kunci yang mengontrol respons imun Anda disebut human leukocyte antigens atau gen HLA. Mereka penting untuk menentukan respons saat menghadapi SARSCoV- 2,” terang Profesor Imunologi di Imperial College London, Danny Altmann.

“Misalnya, orang dengan gen HLA-DRB1*1302 secara signifi kan lebih mungkin mengalami infeksi simtomatik (bergejala),” lanjutnya.

Namun demikian, tingkat sel T yang tinggi tidak mengartikan bahwa seseorang terlindungi 100 persen dari virus corona.

Maka dari itu, untuk mendapatkan perlindungan yang maksimal, vaksinasi Covid-19 tetap diperlukan.

Hingga saat ini, vaksin Covid-19 terbukti bisa mencegah keparahan penyakit dan kematian.

Pemberian vaksin Covid-19 pun diperkirakan membantu melindungi kita dari keparahan penyakit selama varian Omicron merebak.

Oleh karenanya, vaksinasi dosis lengkap hingga dosis ketiga atau booster diperlukan untuk mencegah paparan virus.

Baca juga: Menurut Kemenkes Berikut Ciri-Ciri Pasien Covid-19 yang Memiliki Risiko Kematian

Para ilmuwan dan pakar kesehatan dunia telah menjamin efektivitas vaksin Covid, di mana terdapat tingkat keparahan penyakit dan rawat inap yang rendah.

Hal itu terlihat selama gelombang infeksi Omicron.

“Tentu saja kekebalan silang dari infeksi sebelumnya dengan virus corona atau flu biasa kemungkinan berkontribusi, terutama karena orang-orang ini mungkin memiliki kekebalan tambahan karena telah divaksinasi,” jelas Lawrence Young, Profesor Onkologi Molekuler dari Warwick University.

Di sisi lain, rendahnya testing masih menjadi masalah serius, padahal pengujian merupakan cara satu-satunya untuk membedakan individu yang positif Covid-19 atau tidak.

Pasalnya, banyak orang tanpa gejala tidak melakukan tes karena tidak ada tanda-tanda penyakit yang menimbulkan anggapan bahwa mereka kebal terhadap infeksi.

Pada akhirnya, hal itu justru berpotensi mengakibatkan penularan yang lebih tinggi di antara individu tanpa gejala. (Kompas.com)

Baca juga: Pasien Covid-19 Bayar Rp 400 Juta-an di RS Colombia Medan

Baca juga: Juventus 0 Vs 3 Villarreal, Malam Terindah Moreno

Baca juga: Tawarkan Rp 1,5 Juta Sekali Kencan, Muncikari Dicokok