Kasus Korupsi

Kepala BGP dan PPK Ditetapkan sebagai Tersangka Korupsi, Kerugian Negara Mencapai Rp 4,1 M

Editor: Muliadi Gani
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Kasi Penkum Kejati Aceh, Ali Rasab Lubis.

Kejaksaan Tinggi Aceh menetapkan TW selaku Kepala Balai Guru Penggerak (BGP) Aceh tahun 2022-Agustus 2024 dan M selaku Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) sebagai tersangka dalam kasus dugaan tindak pidana korupsi (TPK) dalam pengelolaan keuangan pada Balai Guru Penggerak (BGP) Aceh tahun anggaran 2022 sampai dengan tahun anggaran 2023.

Laporan Indra Wijaya I Banda Aceh

PROHABA.CO, BANDA ACEH - Kejaksaan Tinggi Aceh menetapkan TW selaku Kepala Balai Guru Penggerak (BGP) Aceh tahun 2022-Agustus 2024 dan M selaku Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) sebagai tersangka dalam kasus dugaan tindak pidana korupsi (TPK) dalam pengelolaan keuangan pada Balai Guru Penggerak (BGP) Aceh tahun anggaran 2022 sampai dengan tahun anggaran 2023.

“Sebelum penetapan tersangka, terhadap para tersangka telah dilakukan pemanggilan untuk dilakukan pemeriksaan sebagai saksi,” kata Kasi Penkum Kejati Aceh, Ali Rasab Lubis SH dalam keterangannya di Banda Aceh, Rabu (19/3/2025) siang.

Dia mengatakan, penetapan tersangka dilakukan setelah adanya hasil pemeriksaan saksi-saksi, termasuk saksi ahli, dan surat, serta barang bukti berupa dokumen terkait dengan pengelolaan keuangan pada BGP Aceh tahun anggaran 2022 sampai dengan tahun anggaran 2023.

Di sana penyidik memperoleh bukti permulaan yang cukup guna menentukan para tersangkanya yang dilakukan oleh nyonya TW dan pria M dengan sangkaan pasal utama (primer), yakni Pasal 2 ayat (1) juncto Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHPidana. 

Baca juga: Korupsi Dana Desa, Mantan Sekdes Kuala Seumanyam Nagan Divonis 4 Tahun Penjara, Denda Rp100 Juta

Kemudian dakwaan subsider berdasarkan Pasal 3 juncto Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHPidana.

Menurut Ali, penetapan tersangka dilakukan dengan mendasarkan pada minimal dua alat bukti sebagaimana putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 21/PUU-XII/2014 dan Pasal 184 KUHAP yang pada intinya menjelaskan bahwa penetapan tersangka harus berdasarkan minimal dua alat bukti yang sah.

Selanjutnya Pasal 1 angka 14 KUHAP menyebutkan bahwa tersangka salah seorang yang karena perbuatannya atau keadaannya berdasarkan bukti permulaan patut diduga sebagai pelaku tindak pidana.

“Kedua tersangka dilakukan pemeriksaan sebagai tersangka pada hari Senin, tanggal 17 Maret 2025.

Namun, yang hadir memenuhi panggilan hanyalah M, sedangkan TW meminta melalui penasihat hukumnya untuk dijadwalkan ulang,” jelasna.

Baca juga: BEM SI dan Aktivis Hingga Masyarakat Sipil Bersatu, Tolak Revisi UU TNI

Prohaba.co mendapat informasi tambahan bahwa saat ini TW sedang berada di Jakarta, menjalani dinas sebagai PNS di sana. 

Dalam dugaan kasus korupsi ini, TW selaku Kepala BGP Aceh yang juga merangkap sebagai Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) menunjuk M sebagai Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) dalam rangka pelaksanaan anggaran dan kegiatan sebagaimana yang tertuang di dalam DIPA BGP Aceh Tahun 2022 dan Tahun 2023.

Kegiatan tersebut, meliputi perjalanan dinas pegawai BGP Aceh dalam rangka monitoring Lokakarya Program Guru Penggerak/Program Sekolah Penggerak yang tersebar di seluruh kabupaten/kota di Aceh dan kegiatan peningkatan kapasitas SDM guru dengan sarana kegiatan ‘fullboard meeting; di hotel-hotel.

“Namun, dari sana kita menemukan adanya ‘markup’ dan penerimaan ‘cashback’ oleh PPK dan KPA,” ucapnya.

Penyidik menemukan bahwa berdasarkan Laporan Realisasi Anggaran (LRA) BGP Aceh, pada tahun 2022 realisasi anggaran BGP mencapai Rp18.402.292.621 dan tahun 2023 sebesar Rp56.753.250.522.

Namun, berdasarkan dokumen LPJ keuangan BGP Aceh tahun 2022 s.d. 2023 ditemukan penyimpangan dalam pertanggungjawaban keuangan kegiatan ‘fullboard meeting’ dibuat ‘markup’ dan adanya penerimaan ‘cashback’ oleh PPK dan kuasa pengguna anggaran (KPA).

“Pertanggungjawaban pembayaran perjalanan dinas penginapan fiktif dan ‘markup’, yang menimbulkan kerugian keuangan negara (lost of money country) sebesar Rp4.172.724.355,00 sebagaimana perhitungan kerugian keuangan negara,” pungkas Ali Rasab Lubis. (*)

Baca juga: Prediksi Skor, Susunan Pemain Australia vs Timnas Indonesia, Menanti Sentuhan Tangan Dingin Kluivert

Baca juga: Ahok Diperiksa Kejagung dalam Kasus Korupsi Pertamina, Bawa Data hingga Janji Ungkap Informasi Ini

Baca juga: Jaksa Eksekusi Empat Dari Lima Terpidana Kasus Korupsi Monumen Islam Samudera Pasai di Aceh Utara

Update berita lainya di PROHABA.co dan Google News.