Meskipun datang dengan penuh semangat, pada akhirnya massa membubarkan diri dengan rasa kekesalan dan kekecewaan, karena aksi mereka tidak mendapat reaksi apapun dari Ketua DPRA.
PROHABA.CO - Aksi protes kembali terjadi di halaman Gedung Dewan Perwakilan Rakyat Aceh (DPRA).
Demo yang menolak pasal bermasalah dalam RUU Polri ini dilakukan oleh puluhan mahasiswa dari Gerakan Rakyat Menggugat (GRAM) pada Senin (21/4/2025).
Aksi itu berlansung sejak pukul 15.00 WIB.
Ketua DPRA, Zulfadli alias Abang Samalanga, tak kunjung hadir hingga pukul 17.30 WIB.
Hal ini memicu kekesalan dan kekecewaan para massa, hingga mereka membakar ban bekas dan petasan.
Massa juga berkali-kali mendesak aparat keamanan untuk menghadirkan Ketua DPRA, guna mendengarkan aspirasi mereka, tapi upaya tersebut tak terwujud.
Kekecewaan massa semakin memuncak, sehingga terjadi dorong-dorongan antara mahasiswa dengan aparat keamanan saat peserta aksi berupaya masuk ke Ruang Paripurna DPRA.
Kemudian, salah seorang mahasiswa mengaku ditendang oleh petugas.
Hal ini mejadikan suasana semakin memanas, karena memicu kemarahan rekan-rekanya.
Beruntung, koordinator aksi segera meredakan situasi dan mengarahkan massa untuk mundur.
Baca juga: Demi Nikahi Wanita Muda, Pria Beristri Pura-pura Jadi PNS, KTP dan Ijazah UGM Pun Dipalsukan
Baca juga: Sakit Hati dan Dendam, Pria di Aceh Utara Tikam Wanita Tetangganya hingga Tewas
Berikut poin-poin yang menjadi tuntutan massa terhadap penolakan pasal bermasalah dalam RUU Polri seperti dikutip dari Serambinews.com:
1. Menentang wewenang polisi untuk mengawasi dan menyelidiki siapa saja, termasuk mereka yang sedang dalam proses hukum, karena dianggap membahayakan kebebasan sipil (Pasal 16A dan 16B).
2. Menolak ketentuan tentang penyadapan siber serta tugas Polri dalam pengawasan dan penindakan di ruang siber, yang dinilai rawan disalahgunakan (Pasal 14 dan 16)
3. Menentang sanksi mahkota bagi tersangka dengan hukuman ringan, karena berpotensi disalahgunakan (Pasal 69 ayat 1).
4. Menolak perpanjangan masa tahanan dari 20 menjadi 40 hari, yang dianggap bertentangan dengan semangat anti-penyiksaan internasional (Pasal 94).
5. Mengkritik ketentuan yang memungkinkan penyidik bertindak langsung terhadap korban atau tersangka, serta beberapa pasal lain yang dianggap bermasalah (Pasal 16 ayat 1).
Baca juga: Semangat! Korban Kebakaran Kios di Aceh Timur Mulai Bersihkan Puing dan Ingin Kembali Berdagang
Baca juga: Polisi DPO Miftahul Rayyan Warga Punge Blang Cut Terkait Kasus Penganiayaan Anak di Bawah Umur
Aksi Berakhir Tanpa Reaksi
Meskipun datang dengan penuh semangat, pada akhirnya massa membubarkan diri dengan rasa kekesalan dan kekecewaan, karena aksi mereka tidak mendapat reaksi apapun dari Ketua DPRA.
Aksi ini menjadi sorotan publik sebagai bentuk perlawanan masyarakat terhadap regulasi yang dianggap mengancam kebebasan sipil.
Dan, massa berjanji akan terus menyuarakan reformasi keamanan dan penegakan hukum yang lebih adil. (Penulis adalah mahasiswa internship dari Prodi Ilmu Komunikasi Universitas Syiah Kuala)
Update berita lainnya di PROHABA.CO dan Google News