konflik Palestina vs Israel

Air dan Bahan Bakar di Gaza Hanya Cukup untuk 24 Jam Lagi, Setiap Saat Mencekam

Jalur Gaza hanya punya waktu 24 jam lagi untuk air, listrik, dan bahan bakar yang tersisa.

Editor: Muliadi Gani
KATA KHATIB/AFP
Warga Palestina berjalan di tengah puing-puing bangunan yang hancur dan rusak di pusat kota Khan Yunis yang dibombardir hebat di Jalur Gaza selatan setelah penembakan Israel semalaman, pada 10 Oktober 2023. 

PROHABA.CO, YERUSALEM - Palestina sedang dalam krisis, hal ini terjadi karena penghentian pasokan bahan bakar oleh Israel.

Seperti yang dikabarkan sebelumnya, mayoritas sumber listrik yang digunakan oleh masyarakat Gaza masih menggunakan generator genset.

Banyak pasien yang mengalami luka-luka di unit perawatan intensif rumah sakit memerlukan generator oksigen bertenaga listrik.

Apabila permasalahan listrik tidak segera ditangani, jumlah korban diperkirakan akan meningkat.

Jalur Gaza hanya punya waktu 24 jam lagi untuk air, listrik, dan bahan bakar yang tersisa.

Setelah itu, selesai secara tragis.

Hal itu disampaikan Kepala Regional Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) kepada AFP, Senin (16/10/2023), di tengah tekanan yang semakin besaragar bantuan segera datang.

Baca juga: Krisis Kemanusiaan di Gaza Cukup Mengerikan

“Jika bantuan tidak diizinkan masuk ke wilayah yang terkepung, para dokter harus menyiapkan sertifi kat kematian untuk pasien mereka,” kata Direktur Regional WHO untuk Mediterania timur, Ahmed al-Mandhari. Senin menandai sepuluh hari serangan udara Israel tanpa henti terhadap target-target di daerah kantong Palestina, sebagai pembalasan atas serangan 7 Oktober oleh Hamas yang berbasis di Gaza yang menewaskan 1.400 orang, sebagian besar warga sipil, di Israel selatan.

“Gaza sekarang sedang menuju bencana yang nyata,” kata Mandhari.

Kementerian Kesehatan yang dikendalikan Hamas di Gaza mengatakan bahwa sekitar 2.750 orang telah terbunuh dan 9.700 orang terluka, sedangkan menurut PBB, 1 juta orang mengungsi.

Pemadaman listrik mengancam untuk melumpuhkan sistem pendukung kehidupan, mulai dari pabrik desalinasi air laut hingga pendingin makanan dan inkubator rumah sakit.

Bahkan, kegiatan sehari-hari seperti pergi ke toilet, mandi, dan mencuci pakaian pun hampir tidak bisa dilakukan, kata penduduk setempat.

“Dengan petugas tanggap darurat yang kewalahan, dokter yang bekerja sepanjang waktu, dan kurangnya ruang, mayat-mayat tidak dapat diurus dengan baik,” kata Mandhari.

“Kepadatan telah melumpuhkan rumah sakit, di mana unit perawatan intensif, ruang operasi, layanan darurat, dan sayap lainnya berada di ambang kehancuran,” katanya.

Baca juga: PBB Kecam Keras Israel Soal Ultimatum Evakuasi 1,1 Juta Warga Gaza, Hizbullah Siap Gabung ke Hamas

Menteri Energi Israel, Israel Katz sempat mengatakan bahwa pasokan air ke Gaza selatan telah dinyalakan kembali, seminggu setelah Israel mengumumkan pengepungan total dan memotong pasokan air, listrik, dan bahan bakar ke wilayah di mana ia ingin menghancurkan Hamas.

Merampas barang-barang yang penting bagi warga sipil untuk bertahan hidup dilarang oleh hukum internasional, kata Kepala Hak Asasi Manusia PBB.

Selama bombardir udara dan artileri, WHO mencatat 111 fasilitas medis menjadi sasaran, 12 petugas kesehatan tewas, dan 60 ambulans dibom.

Ini merupakan pelanggaran terhadap hukum internasional dan prinsip-prinsip kemanusiaan, tapi Israel tak memedulikan semua itu.

Setiap saat mencekam Sementara itu, jurnalis frelance Rakan Abdelrahman yang bekerja di sebuah kafe dan mengenakan rompi bertanda “Pers”, siap untuk keluar jika dia perlu melaporkan pengeboman Israel di Jalur Gaza.

Namun Abdelrahman, yang karyanya pernah muncul di Middle East Eye dan The National, tidak sekadar meliput sebuah cerita.

Baca juga: Clara Shinta Rumahnya Direnovasi Ulang Pasca Ditinggal Kontraktor

Jurnalis Palestina di Jalur Gaza, seperti Abdelrahman, berusaha melawan rintangan dan kematian untuk membawa kengerian perang ke dunia di tengah kesulitan yang mengancam pekerjaan mereka.

Selama sepuluh hari, pesawat-pesawat tempur Israel telah mengebom wilayah pesisir tanpa henti dan telah menewaskan 2.808 warga Palestina, seperempat dari mereka adalah anak-anak.

Dikutip dari Al Jazeera, sebanyak 10.859 orang lainnya terluka akibat pengeboman udara dan pada hari Senin.

Kementerian Dalam Negeri mengatakan, lebih dari 1.000 jenazah warga Palestina terjebak di bawah reruntuhan bangunan yang dihancurkan oleh bom.

Anak-anak Gaza pun mulai aktif menuliskan nama dan tanda pengenal di tangan mereka agar tetap diikenali jika meninggal atau cedera parah terkena bom Israel.

Pekan lalu, Israel mengebom menara komunikasi di wilayah yang terkepung dan memutus aliran listrik ke satu-satunya pembangkit listrik di wilayah tersebut.

Tindakan tersebut merupakan bagian dari “pengepungan total” yang diterapkan Israel sebagai respons terhadap serangan mendadak pada tanggal 7 Oktober oleh pejuang Hamas terhadap pangkalan militer Israel dan di sekitar kota serta permukiman Israel di luar Jalur Gaza.

Setidaknya 1.400 warga Israel tewas dalam serangan itu.

Pemboman dan pengepungan telah menyebabkan Jalur Gaza tidak memiliki akses internet atau listrik yang dapat diandalkan.

Hal ini membuat pekerjaan jurnalis– yang sudah berisiko dan menantang di zona perang–menjadi semakin sulit.

(Kompas.com)

Baca juga: Hamas Tembakkan Roket Balasan ke Tel Aviv Usai Israel Serang Warga Sipil Gaza

Baca juga: Operator Beko Meninggal Tertimpa Reruntuhan Batu Gunung di Peukan Bada Aceh  Besar

Baca juga: Tiga Dosen USK Masuk 100 Ilmuwan Berpengaruh di Indonesia, Ini Nama-nama dan Keahlian Mereka

Sumber: Kompas.com
Rekomendasi untuk Anda

Ikuti kami di

AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved