Revisi Undang Undang
Pemerintah dan DPR Sepakat Revisi UU ITE, Pasal Karet Tetap Tak Dicabut
Keputusan tersebut diketok setelah 9 fraksi menyampaikan pandangan terhadap RUU tersebut dalam pengambilan keputusan tingkat pertama di Komisi I DPR.
Budi menjelaskan, perubahan kedua UU ITE ini adalah untuk menghadirkan ruang digital Indonesia tetap bersih, sehat, etika, produktif, dan berkeadilan.
PROHABA.CO, JAKARTA – DPR RI dan pemerintah menyepakati revisi Undang-Undang tentang perubahan kedua atas UU tentang Informasi dan Transaksi Elektronik atau ITE dibawa ke pembicaraan tingkat dua dalam rapat paripurna terdekat untuk disahkan menjadi Undang-undang.
Keputusan tersebut diketok setelah sembilan fraksi menyampaikan pandangan terhadap RUU tersebut dalam pengambilan keputusan tingkat pertama di Komisi I DPR.
"Ini dari DPR-nya dulu kami ketok.
Kemudian kami persilakan kepada saudara Menkominfo yang mewakili pemerintah untuk menyampaikan pendapat mini akhir pemerintah," kata Ketua Komisi I DPR RI, Meutya Hafid, dalam rapat pengambilan keputusan di kompleks parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (22/11/2023), dikutip dari Tribun Network.
Meutya menjelaskan, rancangan aturan ini tidak hanya terkait sanksi namun juga terkait transaksi digital.
Dia menyinggung soal UU ITE yang kerap digunakan bukan untuk transaksi elektronik seperti nama aturannya.
Namun akhirnya pada revisi kali ini bisa disempurnakan ekosistem transaksi elektronik.
"Kita hampir lupa karena banyak kasus ITE ini justru bukan digunakan penipuan elektronik.
Tapi dengan masukkan RDPU kita lakukan, kita juga menyempurnakan ekosistem digital khususnya untuk transaksi elektronik itu diperbaiki," kata Meutya.
Sementara itu, Menkominfo Budi Arie Setiadi mengatakan perubahan UU ITE ini menunjukkan dinamika dalam masyarakat yang menginginkan perubahan.
Budi menjelaskan, perubahan kedua UU ITE ini adalah untuk menghadirkan ruang digital Indonesia tetap bersih, sehat, etika, produktif, dan berkeadilan.
"Seperti yang telah tertuang pada Konstitusi Indonesia, Pemerintah bertanggung jawab menjamin kemerdekaan menyatakan pikiran dan kebebasan berpendapat yang salah satunya dapat disampaikan melalui platform komunikasi, serta memberi jaminan atas perlindungan diri pribadi, kehormatan, martabat, berhak atas rasa aman, dan perlindungan dari ancaman ketakutan untuk berbuat atau tidak berbuat sesuatu," jelas Budi.
Budi mengakui bahwa sejak disahkan 2008 lalu, UU ITE penuh dengan masalah.
Misalnya banyak pihak yang menganggap UU ITE sebagai aturan dengan pasal karet bahkan mengancam kebebasan berpendapat.
Selain itu UU ITE dianggap belum bisa memberikan perlindungan optimal bagi pengguna internet Indonesia. Khusus bagi perlindungan anak di ranah digital.
"Penggunaan produk atau layanan digital tersebut, jika digunakan secara tepat, dapat memberikan manfaat besar bagi pertumbuhan dan perkembangan anak.
Akan tetapi, dalam berbagai situasi, anak belum memiliki kapasitas atau kemampuan untuk memahami berbagai risiko atau potensi pelanggaran hak anak yang mungkin terjadi dalam penggunaan produk atau layanan digital," ungkap dia.
"Untuk itu pemerintah dapat menyetujui naskah RUU perubahan kedua UU ITE yang sudah disepakati bersama Komisi I DPR RI untuk dibawa ke pembahasan tingkat II dalam waktu yang tidak terlalu lama," tambah Budi.
Meski sudah disepakati akan dilakukan revisi, namun revisi UU ITE terbaru itu Pasal 27 dan Pasal 28 yang selama ini dinilai sebagai pasal karet tetap tidak dicabut.
Hanya terdapat ketentuan pasal yang diubah. Ketua Panja RUU ITE Abdul Kharis Almasyhari membeberkan sejumlah substansi perubahan di antaranya perubahan Pasal 27 ayat (1) mengenai kesusilaan, ayat (3) mengenai penghinaan atau pencemaran nama baik, dan ayat (4) mengenai pemerasan atau pengancaman yang merujuk pada KUHP.
Dalam revisi ditambah pasal 27a tentang larangan kepada setiap orang yang dengan sengaja menyerang kehormatan atau nama baik orang lain, dengan cara menuduhkan sesuatu hal dengan maksud supaya hal tersebut diketahui umum dalam bentuk informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik yang dilakukan melalui sistem elektronik.
Kemudian, perubahan pada pasal 28 ayat (1) mengenai penyebaran berita bohong dan menyesatkan yang mengakibatkan kerugian konsumen dalam transaksi elektronik.
Lalu Pasal 28 ayat (2) mengenai penyebaran berita bohong dan menyesatkan serta perbuatan yang menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan berdasarkan SARA.
Selanjutnya, Pasal 29 mengenai ancaman atau menakut-nakuti.
Kemudian perubahan pada Pasal 36 mengenai perbuatan yang mengakibatkan kerugian bagi orang lain.
Perubahan Pasal 45 terkait ancaman pidana penjara dan denda serta menambahkan ketentuan mengenai pengecualian atas pelanggaran kesusilaan.
Selain itu, perubahan Pasal 45A atas ancaman pidana terkait penyebaran berita bohong dan menyesatkan.
Menkominfo Budi Arie Setiadi mengatakan Pasal 27 dan 28 tetap dipertahankan karena aturan hukum turunan sudah diatur dalam KUHP.
"(Aturan hukum) ada di KUHP, yang sudah diatur di KUHP yang baru kan enggak perlu diatur sama kita dong," kata Budi Arie di Gedung DPR, Senayan, Rabu (22/11/2023).
"(Pasal 27 dan 28) ada, yang disesuaikan dengan KUHP," tambahnya.
Dia mengatakan, pasal itu tidak dicabut, justru diperlukan untuk menjaga ruang digital.
"Loh, masa pasalnya dicabut.
Kan normanya ada di KUHP.
Kan begini, loh, kita harus mewujudkan ruang digital yang baik, yang sehat, yang juga bisa melindungi segenap warga bangsa," kata Budi Arie.
"Jadi tidak bisa ruang digital ini dipakai untuk hal yang mencederai, melukai menyakiti masyarakat, gitu. Ini tugas pemerintah, tanggung jawab ruang digital yang sehat dan bijaksana," ujar Budi. (tribun network/frs/dod)
Update berita lainnya di PROHABA.co dan Google News
Sindikat Penjualan Bayi di Medan, Polisi Ringkus Satu Pria, Tujuh Wanita |
![]() |
---|
Maling Spesialis Bongkar Rumah Diciduk Warga Saat Cuci Motor Curian di Aceh Besar |
![]() |
---|
Kebakaran Tragis di Lhokseumawe Renggut Nyawa Pasutri Lansia, 3 Keluarga Kehilangan Tempat Tinggal |
![]() |
---|
Sepeda Gratis ke 14 dari BFLF untuk Aura Remaja Kurang Mampu agar Kembali ke Sekolah |
![]() |
---|
Miris! Ada 1.974 Kasus HIV di Aceh, YADUA Serukan Penerima Transfusi Darah Rutin agar Waspada |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.