Kisah Mahasiswa

Kuliah Sambil Mengabdikan Diri sebagai Marbut, Begini Kisah Tiga Mahasiswa UIN Ar-Raniry

Selain kuliah, tiga mahasiswa Universitas Islam Negeri (UIN) Ar-Raniry, Banda Aceh, juga mengabdikan diri sebagai marbut (penjaga dan pengurus masjid)

Editor: Jamaluddin
KOMPAS.COM/TEUKU UMAR
Deskananda (19), Mufaddal (20), dan Zakiyul Fahmi (23), mahasiswa UIN Ar-Raniry Banda Aceh menjadi marbut di Masjid Al Jihad, Desa Jeulingke, Kecamatan Syiah Kuala, Banda Aceh. Foto direkam Jumat (22/3/2024). 

Selama menjadi marbut di Masjid Al Jihad, menurut Nanda, dirinya banyak mendapat pengalaman dan pengetahuan berharga.

PROHABA.CO, BANDA ACEH – Selain kuliah, tiga mahasiswa Universitas Islam Negeri (UIN) Ar-Raniry, Banda Aceh, juga mengabdikan diri sebagai marbut (penjaga dan pengurus masjid).

Ketiga mahasiswa itu adalah Deskananda (19), Mufaddal (20), dan Zakiyul Fahmi (23).

Mereka mengabdikan diri sebagai marbut di Masjid Al-Jihad, Desa Jeulingke, Kecamatan Syiah Kuala, Banda Aceh.

Setelah dua tahun menjadi marbut di masjid, banyak pengalaman dan pengetahuan berharga yang mereka dapatkan.

Bagaimana kisah ketiga mahasiswa itu?

Ikuti kisah yang disampaikan oleh salah seorang dari mereka yakni Deskananda (19/3/2024) berikut ini dikutip dari Kompas.com.

Menurut Deskananda, ia sudah dua tahun mengabdikan diri sebagai marbut di Masjid Al Jihad.

Pada tahun 2022 lalu saat pertama kali menawarkan diri untuk menjadi marbut di masjid tersebut, pemuda yang akrab disapa Nanda ini mengungkapkan, kala itu ia baru saja mendaftar kuliah di Jurusan Sastra Arab UIN Ar-Raniry, Banda Aceh.

“Saya dulu datang langsung ke masjid ini menjumpai pengurus menawarkan diri menjadi marbut.

Alhamdulillah saat saya datang memang lagi kekurangan marbut di sini," katanya saat ditemui Kompas.com, pada Kamis (21/3/2024).

Setelah mengikuti wawancara, Nanda menjalani tes azan, mengaji, menjadi imam, dan membaca Al-Qur’an.

Dia masih ingat bahwa pada Minggu, 18 Agustus 2022 lalu, pengurus Masjid Al Jihad mengangkatnya menjadi marbut.

Tugasnya adalah mengurus kegiatan dan kebutuhan masjid serta jamaah.

Termasuk soal jadwal shalat dan kegiatan keagamaan di Masjid Al Jihad.

Tak sendirian, Nanda bersama dengan dua temannya yaitu Mufaddal (19) dan Zakiyul Fahmi (23).

“Saya, teman saya Mufaddal (19) dan Zakiyul Fahmi (23), kami disediakan tempat tinggal di sini.

Selain itu, sembako seperti beras, minyak goreng, dan air mineral diberikan gratis untuk kami,” sebutnya.

Mereka bertiga berbagi tugas.

Adapun tugas mereka sebagai marbut masjid mulai dari menjaga kebersihan, ketersediaan air bersih, mengumandangkan azan, mempersiapkan shalat Jumat, shalat Tarawih, dan saat Hari Raya.

Tugas itu, menurut Nanda, mereka lakukan bertiga dengan mengatur waktu di sela jadwal kuliah.

"Kami di sini ada tiga orang yang mengurus masjid, sehingga kami bisa saling berbagi tugas saat di antara kami ada jadwal masuk kuliah atau kegiatan lain di luar,” kata Nanda.

Selama menjadi marbut di Masjid Al Jihad, menurut Nanda, dirinya banyak mendapat pengalaman dan pengetahuan berharga.

Seperti mengajarkan anak-anak mengaji, membangun komunikasi dan interaksi dengan semua kalangan dari berbagai latar yang datang ke masjid tersebut.

“Sebelum bergabung menjadi marbut, saya dulunya agak tertutup, tidak banyak interaksi dengan orang lain, jarang saya keluar rumah dan bergaul waktu di kampung.

Namun, selama di sini Alhamdulillah sudah banyak hal yang saya dapat dalam hidup saya,” ungkapnya.

Menurut Nanda, menjadi marbut adalah sebuah pengabdian.

Marbut adalah orang yang akan selalu melangkahkan kaki ke masjid, tidak pernah meninggalkan masjid, meski halangan dan rintangan mengadang.

“Terus orang yang tinggal di masjid itu sendiri adalah orang yang terus semangat dalam meramaikan masjid.

Itu pemahaman saya.

Kan, ada juga orang yang tinggal di masjid, tapi mereka cuma numpang saja, tidak menjadikan masjid sebagai tempat penagabdian," ungkap Nanda.

Pengabdian tersebut, sambung Nanda, membuat upah bukan menjadi hal utama baginya.

"Jadi marbut upah saya Rp 300.000 per bulan, cukuplah untuk tambah biaya kuliah meringankan biaya orang tua.

Orang tua juga mendukung saya jadi marbut.

Beliau berpesan jangan melihat bebas kecil gaji, tapi bekerjalah dengan Ikhlas.

Dan, saya akan menjadi marbut hingga selesai kuliah nanti.

Insya  Allah," tutup Deskananda. (*)

Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Cerita Mahasiswa di Aceh 2 Tahun Mengabdikan Diri Jadi Marbut Masjid",

Update berita lainnya di PROHABA.co dan Google News

 

Sumber: Kompas.com
Berita Terkait
  • Ikuti kami di

    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved