Fenomena Sosial

Fenomena Miris di Nunukan, Banyak Mantan Narapidana Ingin Kembali ke Penjara agar Bisa Makan

Kasus pencurian di wilayah perbatasan RI-Malaysia itu mayoritas memang dilakukan oleh pelaku yang sama, yakni para residivis

Editor: Misran Asri
AI Gemini
MAKAN DI LAPAS - Foto Ilustrasi para napi makan di kembaga permasyarakatan (Lapas). Kondisi miris di Kabupaten Nunukan, Kalimantan Utara, dimana sejumlah residivis, memilih untuk kembali ke penjara dan lapas agar bisa makan, dengan melakukan kembali tindak pidana kejahatan. 

Kasus pencurian di wilayah perbatasan RI-Malaysia itu mayoritas memang dilakukan oleh pelaku yang sama, yakni para residivis

PROHABA.CO, NUNUKAN – Kondisi yang sangat miris terjai di Kabupaten Nunukan, Kalimantan Utara, dimana sejumlah residivis atau mantan narapida, memilih kembali ke penjara dan lapas, dengan melakukan tindak pidana pencurian. 

Tujuan mereka bisa kembali dibalik jeruji besi itu agar bisa makan gratis di dalam penjara dan lapas.
 
Fenomena yang tak bisa itu diungkap oleh Kepala Kejaksaan Negeri (Kajari) Nunukan, Burhanuddin, berdasarkan pengakuan sejumlah terdakwa. 

Menurut Burhanuddin, sejumlah residivis merasa terasing dan sulit hidup setelah keluar dari penjara dan lapas. 

Kesulitan mencari pekerjaan membuat mereka memilih untuk kembali melakukan tindak kejahatan. 

“Hal itu yang membuat saya miris. Para terdakwa yang sempat kami tanyai mengaku daripada di luar penjara tak bisa makan, lebih baik mencuri lagi agar bisa kembali masuk ke penjara. 

Di penjara, negara memberi mereka makan secara gratis,” tuturnya, Jumat (14/11/2025). 

Baca juga: Kejati Sumut Hentikan 7 Perkara Melalui Pendekatan Restorative Justice

Baca juga: Polres Aceh Selatan Selesaikan Kasus Penganiayaan Secara Restorative Justice

Burhanuddin juga mengatakan, kasus pencurian di wilayah perbatasan RI-Malaysia itu mayoritas memang dilakukan oleh pelaku yang sama, yakni para residivis

“Kebanyakan para pelaku pencurian di Nunukan adalah residivis,” ujarnya. 

Dorong RJ untuk pidana ringan 

Ia menilai situasi ini muncul karena sistem hukum cenderung menggeneralisasi penanganan kejahatan berat dan ringan, termasuk bagi pengguna narkoba yang seharusnya direhabilitasi, tetapi justru dipenjara hingga kecanduan semakin parah. 

Burhanuddin menegaskan tidak semua tindak pidana harus diselesaikan dengan hukum formil. Melainkan penyelesaian dengan restorative justice (RJ) dinilai sebagai pendekatan humanis untuk kasus berkerugian kecil. 

Melalui RJ, jaksa mendorong pemulihan korban, tanggung jawab pelaku, dan keamanan lingkungan. 

Untuk mendukung itu, Kejari Nunukan menggandeng DSP3A, Disnakertrans, Disdukcapil, dan Baznas. 

Baca juga: Gagal Restorative Justice, Polres Pidie Tetapkan Dua Mahasiswa Unigha Sigli Jadi Tersangka

Baca juga: Polsek Krueng Barona Jaya Restorative Justice Kasus Pencurian Meja Besi di Darul Imarah Aceh Besar

“Setelah RJ… kita lakukan rehabilitasi sosial, beri skill, pekerjaan, dan permodalan,” jelasnya. 

PENYELESAIAN HUKUM PIDANA DI NUNUKAN
PENYELESAIAN HUKUM - Kepala Kejaksaan Negeri (Kajari) Nunukan, Burhanuddin saat menjelaskan latar belakang perjanjian kerja sama Kejari bersama Pemkab Nunukan untuk penyelesaian hukum di luar pengadilan, Jumat (14/11/2025).(Kompas.com/Ahmad Dzulviqor)
Sumber: Kompas.com
Halaman 1/2
Rekomendasi untuk Anda

Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved