Khutbah Jumat

Dakwah Rasulullah di Makkah

Bulan lahirnya Rasulullah, pembawa Rahmat, untuk alam semesta, bulan barakah, bulan kenduri dan sedekah, juga bulan dakwah.

Editor: Muliadi Gani
PROHABA/M ANSHAR
MASJID RAYA BAITURRAHMAN - Masjid Raya Baiturrahman, Banda Aceh. Pimpinan Dayah Darul ‘Ulum Al-Fata, Kayee Kunyet, Blang Bintang, Aceh Besar, Baba H Marwan Abdullah (insert), yang menjadi khatib Jumat di Masjid Raya Baiturrahman pada hari ini, 19 September 2025, akan menyampaikan khutbah dengan judul ‘Dakwah Rasulullah di Makkah.’ 

Oleh Baba H. Marwan Abdullah 

PROHABA.CO - KHATIB mengajak kita semua untuk menyambut Rabiul Awal dengan penuh gembira.

Bulan lahirnya Rasulullah, pembawa Rahmat, untuk alam semesta, bulan barakah, bulan kenduri dan sedekah, juga bulan dakwah.

Menyangkut dengan dakwah, mari kita perhatikan bagaimana dakwah Rasulullah di Kota Makkah, sebagaimana tema yang sudah khatib terima untuk mau’izah pada hari yang mulia ini.

Setelah diangkat menjadi Rasul, mulailah beliau berdakwah untuk membawa risalah Allah kepada umatnya dengan mentauhidkan Allah, beriman kepada Allah, serta beriman kepada Rasul dan kebenaran dakwahnya.

Untuk pencerahan menaknisme dakwah, beliau dituntut Allah Swt melalui firman-Nya yang diabadikan dalam Surah An-Nahl ayat 125, yang artinya: “Serulah (manusia) ke jalan Tuhanmu dengan hikmah dan pengajaran yang baik serta debatlah mereka dengan cara yang lebih baik.

Sesungguhnya Tuhanmu Dialah Yang Paling Tahu siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dia (pula) yang paling tahu siapa yang mendapat petunjuk.”

1. Al-Hikmah Artinya adalah kebijaksanaan dan argumen yang kuat dan jelas, yang dapat dipahami dan diterima oleh akal.

Termasuk menempatkan segala sesuatu pada tempatnya sehingga dakwah bisa disampaikan dengan tepat, sesuai dengan kondisi dan kedudukan orang yang diajak.

Metode ini cocok untuk cendekiawan atau yang memiliki pengetahuan tinggi. 

2. Al-Mau’izhah Al-Hasanah Ini berarti nasihat atau pelajaran yang baik, lemah lembut, dan menyejukkan hati.

Tujuannya, untuk memengaruhi perasaan dan pikiran pendengar sehingga pesan dakwah dapat diterima dengan baik dan mampu menghasilkan tindakan yang baik.

Metode ini sangat cocok untuk masyarakat awam, dengan memberikan nasihat, kisah teladan, atau perumpamaan yang menyentuh jiwa mereka dan tidak menimbulkan perselisihan.

Baca juga: Hari Kiamat, Mulut Terkunci

Metode dakwah Rasulullah membagi mau’izah hasanah kepada 3 kategori:

1.Dakwah Sir: Pada awal kerasulannya beliau berdakwah secara sembunyi- sembunyi.

Beliau mempehatikan siapa yang kira-kira yang bisa dibisik dakwahnya untuk menyembah Allah dan meninggalkan berhala berhala).

Setelah tiga tahun beliau melalui dakwah secara ‘sir’ dan alhamdulillah hasil yang beliau dapatkan adalah berimannya ‘assabiqunal awwalun’, sebagaimana yang terdapat pada Q.S. At-Taubah ayat 100 yang artinya, “Orangorang yang terdahulu lagi yang pertama-tama (masuk Islam) di antara orang-orang Muhajirin dan Ansar dan orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik, Allah rida kepada mereka dan mereka pun rida kepada-Nya.

Allah menyediakan bagi mereka surga-surga yang mengalir sungai-sungai di bawahnya.

Mereka kekal di dalamnya selama-lamanya. Itulah kemenangan yang agung.” Assabiqul awwalun adalah Khadijah binti Khuwailid, Ali bin Abi Thalib, Abu Bakar Al-Shiddiq, Zaid bin Haritsah, Bilal bin Rabah, Ummu Aiman, Hamzah bin Abdul Muthalib, Utsman bin Affan.

Juga banyak sahabat yang lain sehingga jalan dakwah Rasul semakin terbuka lebar, lalu Allah memerintahkan beliau untuk berdakwah secara terang-terangan.

”Maka, sampaikanlah (Nabi Muhammad) secara terang-terangan segala apa yang diperintahkan kepadamu dan berpalinglah dari orang-orang musyrik.” (QS: Al-Hijr ayat 94) Kemudian, barulah beliau masuk dalan tahap kedua, yaitu dakwah jahriah.

2. Setelah tiga tahun berdakwah ‘bissirri’, kemudian Rasulullah memasuki fase kedua, yaitu dakwah ‘biljahr’, yakni secara terang-terangan.

Yang pertama beliau lakukan adalah mengumpulkan penduduk Makkah di Jabal Qabis dan mengajak mereka beriman kepada Allah, menjunjung perintah-Nya, dan meninggalkan semua larangan-Nya.

Namun, ajakan ini langsung mendapat reaksi keras dari Abu Lahab.

Sambil menunjukkan jari ke wajah Rasulullah, dia bekata:  . Lalu, Allah menurunkan wahyu untuk mencela Abu Lahab yang tiada lain adalah tetangga Nabi Muhammad sendiri.

“Binasalah kedua tangan Abu Lahab dan benar-benar binasa dia.

Tidaklah berguna baginya hartanya dan apa yang dia usahakan.

Kelak dia akan memasuki api yang bergejolak (neraka). Begitu pula istrinya, pembawa kayu bakar (penyebar fitnah).

Di lehernya ada tali sabut.” Dalam dakwah jahar-nya, di samping menekankan penduduk Makkah sebagai umatnya untuk istikamah dalam beriman kepada Allah Swt., Nabi Muhammad juga beliau berdakwah untuk mengeluarkan mereka dari praktik-praktik jahiliahnya, seperti riba, mabuk-mabukan, bunuh-membunuh, dan curi-mencuri.

Apalagi menyembah berhala dan berbagai bentuk maksiat lainnya.

Tentang riba, Rasulullah menegaskan kepada mereka melalui firman Allah dalam Surah Al-Baqarah ayat 275.

”Padahal, Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba.”

Menyangkut persoalan riba, coba kita sejenak menoleh ke negeri kita, khususnya Aceh, provinsi yang notabone-nya bersyariat Islam dalam sistem jual beli, utang-piutang/kredit-mengkredit, sewa-menyewa, dan gadai menggadai/ gala-menggala.

Apakah semua ini sudah sesuai dengan syariah atau masih berlaku sistem jahiliah yang sudah dihapus oleh Rasulullah lebih dari 1.400 tahun lalu?

Baca juga: Merawat Damai dengan Cinta

Dalam proses akad utang-piutang, kalau mengandung unsur manfaat kepada orang yang memberikan utang, maka itu adalah riba.

Contoh: kredit Rp10 juta, setelah dibayar menjadi Rp 14 juta.

Itu jelas manfaatnya mengalir kepada pemberi utang, maka tergolong riba.

Kredit kendaraan berupa roda dua atau roda empat dan sebagainya dalam akad Rp32 juta, tetapi setelah lunas ternyata sudah menjadi Rp38 juta, itu jelas riba.

Dalam kasus rental-merental, contoh rental mobil dengan aturan yang berlaku, kalau mengalami kerusakan/ kecelakaan harus diperbaiki oleh orang yang sewa, bahkan dalam masa perbaikan sewaannya harus dibayar, kepada siapa kembali manfaaatnya?

Pasti kepada orang yang meyewakan, jelas itu puntidak luput dari riba.

Padahal, sesungguhnya ketika kita kembali praktik kepada hukum/ syariat Allah yang terdapat dalam semua kitab fikih, kalau barang sewaan itu rusak maka terputus sewa, bukan dibayar oleh orang sewa.

Dalam praktik yang tersebut di atas di manakah letak syariahnya di Negeri Syariah?

Maka, di sinilah butuh perhatian serius dari pemerintah untuk menumpaskan praktik-praktik jahiliah ini agar masyarakat terlepas dari belenggu jajahan riba dalam bermuamalah sehari-hari karena pemimpin itu bertanggung jawab terhadap apa yang berlaku pada rakyatnya.

Rasulullah bersabda, “Setiap kalian adalah pemimpin, dan setiap kalian akan dimintai pertanggungjawabannya atas apa yang dipimpinnya.”

Kalau rakyat berpahala dengan sebab kebijakan yang diterapkan oleh pemimpinnya, maka pemimpin itu juga mendapatkan aliran pahalanya.

Sebaliknya, kalau rakyat berdosa dengan sebab pemimpin membiarkan rakyatnya hidup dalam praktik-praktik dosa, maka pemimpin itu akan diminta dipertanggungjawabannya.

“Kenapa kamu tidak mengubah kehidupan rakyatmu tetap dalam dosa, sementara kamu punya wewenang dan kekuasaan untuk memperbaikinya?” Kita berharap kepada Pemerintah Aceh kiranya dapat meluruskan ini semua dan dapat membersihkan rakyat Aceh dari praktik-praktik riba dan juga maksiat-maksiat lainnya.

Pada tthun ke-6 kenabiannya, Rasulullah makin bertambah cerah jalan dakwahnya seiring dengan masuk Islamnya orang yang sangat gagah dan sangat ditakuti, yaitu Umar bin Al-Khattab.

Dengan tegas beliau membantu dakwah Rasulullah dengan mengucapkan.

“Siapa saja yang menentang Muhammad, maka dia akan berhadapan dengan saya.”

 Berimannya Syyidina Umar merupakan tanda diterimanya doanya Rasulullah ketika beliau mendapatkan kekerasan dari penduduk Thaif sehingga berdarah-darah kena lemparan batu, tahi unta, dan sebagainya.

Lalu beliau memohon kepada Allah. Ternyata Allah memilih Umar bin Al Khattab untuk menguatkan Islam daripada memilih Umar bin Hisyam, yaitu nama asli dari Abu Lahab.

3. Dakwah bil qatli Setelah berdakwah secara jahiriah selama tujuh tahun, masih juga ada penduduk Makkah (kafir Makkah) yang tidak beriman, maka Rasulullah mulai memasuki dakwahnya ke dalam mau’izhah hasanah metode ketiga, yaitu dakwah bilqatli dengan peperangan.

Itu pun bukan pilihan beliau sendiri, melainkan tuntutan/ arahan dan amarah dari Allah Swt melalui firman-Nya dalam Surah At-Taubah ayat 29 yang artinya: “Perangilah orang-orang yang tidak beriman kepada allah dan tidak (pula) kepada hari kemudian, dan mereka tidak mengharamkan apa yang diharamkan oleh Allah dan rasul-Nya dan tidak beragama dengan agama yang benar (agama Allah), (yaitu orang-orang) yang diberikan al-kitab kepada mereka, sampai mereka membayar jizyah dengan patuh, sedangkan mereka dalam keadaan tunduk kepada Islam.”

Dari itu, Rasulullah saw bersabda dalam hadis yang diriwayatkan oleh Ibnu Umar, yaitu, “Aku diperintahkan untuk memerangi manusia hingga mereka bersaksi bahwa tidak ada Tuhan selain Allah dan bahwa Muhammad adalah Rasulullah, menegakkan shalat, menunaikan zakat.

 Jika mereka melakukan hal itu, maka darah dan harta mereka akan dilindungi, kecuali dengan hak Islam dan perhitungan mereka ada pada Allah subhanahu wa ta’ala.”

Dari ini jelaslah bahwa berperang untuk membela agama Allah adalah bagian dari mau’izhatul hasanah, dan tidak terbatas mau’izhatul hasanah itu hanya dengan lisan semata-mataSebagai kesimpulan:

1. Mari kita sambut ‘maulidur rasul’ dengan penuh gembira, senang hati, dan suka cita;

2. Mari kita isi bulan Maulid dengan memperbanyak selawat kepada Rasulullah, juga dengan kenduri, berbuat ihsan terhadap sesama, terutama kepada yatim piatu, fakir miskin, ibu-ibu tunggal, juga duafa-duafa lainnya;

3. Mari kita tinggalkan praktik-praktik riba dalam muamalah dan usaha kita sehari-hari menuju rida Allah Swt;

4. Mari kita berdakwah dengan hikmah dan mau’izhatil hasanah dan juga berjihad di jalan Allah dengan tanpa bosan seperti layaknya Rasulullah saw;

5. Dakwah dengan berperang tidak keluar dari makna mau’izhah hasanah;

6. Kita bermohon kepada Pemerintah Aceh benar-benar serius menumpas praktik-praktik jahiliah yang masih ada di Bumi Aceh, terutama riba dan berbagai bentuk maksiat lainnya.

Semoga semua kita senantiasa mendapatkan rida Allah Swt mulai di dunia sampai di yaumil akhir nantinya. Amin ya rabbal alamin.

Baca juga: Akhlak Seorang Pemimpin

Baca juga: Belajar Strategi Ketahanan Pangan dari Nabi Yusuf

Baca juga: Jangan Buka Aib Muslim, Ini Kutbah Jumat di Masjid Raya Baiturrahman

Update berita lainnya di PROHABA.co dan Google News

 

Rekomendasi untuk Anda

Ikuti kami di

AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved