Kasus

Tak Ditahan,Tersangka Kasus Kerangkeng Dikhawatirkan Hilangkan BB

Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) khawatir penegakan hukum kasus kerangkeng manusia milik Bupati nonaktif Langkat ...

Editor: Muliadi Gani
PEMKAB LANGKAT
Kerangkeng manusia di rumah Terbit Rencana Perangin-angin. 

PROHABA.CO, JAKARTA - Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) khawatir penegakan hukum kasus kerangkeng manusia milik Bupati nonaktif Langkat Terbit Rencana Perangin-angin bakal terganggu karena polisi tak kunjung menahan para tersangka.

Wakil Ketua LPSK, Edwin Partogi menyebutkan, selama para tersangka tidak ditahan bisa saja menghilangkan barang-barang bukti.

"Dan hal yang paling dikhawatirkan adalah upaya pelaku untuk mempengaruhi keterangan para saksi/korban jika mereka tidak segera ditahan," ujar Edwin kepada Kompas.com, Rabu (6/4).

Menurut dia, dua hal itu amat mungkin terjadi jika melihat profil para tersangka.

Baca juga: Kontras Desak Polri Profesional Tangani Kasus Kerangkeng Manusia

Dari sembilan orang yang ditetapkan sebagai tersangka oleh Polda Sumatera Utara, hanya Terbit yang ditahan, itu pun karena ia lebih dulu ditangkap Komisi Pemberantasan Korupsi terkait kasus suap.

Delapan orang lain yaitu SP, HS, IS, TS, RG, JS, DP dan HG lebih dulu ditetapkan sebagai tersangka oleh Polda Sumatera Utara terkait kasus itu tetapi tak kunjung ditahan hingga sekarang.

Beberapa di antara para tersangka merupakan kerabat Terbit.

"Orang-orang punya duit itu," kata Edwin.

Dua alasan Polisi beralasan delapan orang itu tidak ditahan karena dianggap kooperatif, sehingga hanya dikenakan wajib lapor ke Polda Sumatera Utara.

Baca juga: 2 Mobil Bupati Langkat Disita Polisi, Diduga untuk Antar Jemput Penghuni Kerangkeng

Sementara itu, Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) menyebut bahwa polisi khawatir jika para tersangka ditahan sejak sekarang, masa penahanannya akan usai sebelum penyidik selesai melengkapi berkas perkara.

Edwin menganggap bahwa dua alasan itu tidak cukup memadai.

Apalagi, para tersangka dijerat pasal dengan ancaman hukuman lebih dari lima tahun.

"Secara objektif ancaman hukuman di atas lima tahun itu dilakukan penahanan. Itu standar objektif, bukan subjektif," kata Edwin.

"Kenapa pakai alasan subjektif, apa yang melatarbelakangi, apa Kapolda Sumut punya utang budi dengan TRP (Terbit Rencana Perangin-angin)?" tambahnya.

Ia bahkan membandingkan kasus itu dengan kasus investasi bodong yang menyeret pesohor Doni Salmanan.

Baca juga: Masa Penahanan Doni Salmanan Diperpanjang hingga 40 Hari ke Depan

Halaman
12
Sumber: Kompas.com
Berita Terkait
  • Ikuti kami di

    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved