Politik

PDI-P Khilaf Usung Gibran Sebagai Wali Kota Solo, Hasto Sebut Pemimpin Negara Harus Dewasa

Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) mengaku khilaf ketika mengusung Gibran Rakabuming Raka sebagai calon wali kota Solo pada Pilkada 2020.

Editor: Jamaluddin
KOMPAS.COM/NICHOLAS RYAN ADITYA
Sekretaris Jenderal (Sekjen) PDI-P, Hasto Kristiyanto (tengah), dalam konferensi pers di Kantor DPP PDI-P, Jalan Diponegoro, Menteng, Jakarta Pusat, pada Senin (25/3/2024) lalu. 

"Kemajuan ini (di era Jokowi) ternyata dipicu oleh beban utang yang sangat besar," sambungnya.

PROHABA.CO - Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) mengaku khilaf ketika mengusung Gibran Rakabuming Raka sebagai calon wali kota Solo pada Pilkada 2020 lalu.

Hal itu disampaikan Sekretaris Jenderal (Sekjen) PDI-P, Hasto Kristiyanto.

Menurut Hasto, saat itu PDI-P mengusung Gibran sebagai Wali Kota Solo karena sempat mengakui kemajuan Indonesia pada era pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi).

"Kami jujur saja khilaf ketika dulu ikut mencalonkan Gibran, karena di sisi lain memang kami mengakui kemajuan yang dilakukan Pak Jokowi," kata Hasto, Sabtu (30/3/2024), dikutip dari TribunSolo.com.

"Kemajuan ini (di era Jokowi) ternyata dipicu oleh beban utang yang sangat besar," sambungnya.

Hasto membeberkan, urang pemerintah kini hampir mencapai 196 miliar dolar AS (sekitar Rp 3.100 triliun dengan kurs Rp 15.880), ditambah utang BUMN dan pihak swasta sebesar 220 miliar dolar AS (sekitar Rp 3.400 triliun dengan kurs Rp 15.880).

"Ketika ini digabung, maka ke depan kita bisa mengalami suatu persoalan yang sangat serius," ujar Hasto dikutip dari Kompas.com.

Pemimpin negara harus ‘dewasa’

Dalam diskusi bertajuk 'Sing Waras Sing Menang' itu, Hasto mengungkit Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 90 Tahun 2023 yang mengubah syarat pencalonan presiden dan wakil presiden sehingga Gibran bisa mencalonkan diri sebagai Cawapres mendampingi Prabowo Subianto.

Hasto menilai, putra sulung Jokowi itu belum memiliki pengalaman yang cukup untuk memimpin negara dengan berbagai persoalan seperti ekonomi, sosial, dan geopolitik.

"Kemudian di tengah-tengah itu muncul seorang anak presiden yang belum mencukupi batas usia, wali kota juga baru dua tahun, kemudian mendapatkan suatu preferensi," ucap Hasto.

Padahal, sambungnya, pemimpin negara harus mempunyai kedewasaan untuk menghadapi masalah negara yang kompleks.

"Karena kedewasaan (penting) dalam mengemban jabatan-jabatan tertentu. Sopir truk (tidak dewasa) saja itu berbahaya, apalagi kaitannya dengan mengelola negara sebesar Indonesia dengan problematika yang sangat kompleks," ungkapnya.

Hasto kemudian mencontohkan hal itu dengan kasus kecelakaan yang melibatkan mobil truk dengan sejumlah kendaraan lain, di Gerbang Tol Halim Perdanakusuma, Rabu (27/3/2024).

Sumber: Kompas.com
Halaman 1/2
Rekomendasi untuk Anda

Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved