Festival Layang Layang

Geulayang Tunang di Tanoh Abee, Tradisi Aceh Besar yang Berlangsung Meriah

Pemuda Kemukiman Tamoh Abee, Kecamatan Seulimuem, Aceh Besar, menggelar Geulayang Tunang pada Minggu (31/8/2025) sore.

Editor: Jamaluddin
FOR PROHABA.CO
FOTO BERSAMA - Para juara Geulayang Tunang atau Festival Layang-Layang di Kemukiman Tanoh Abee, Kecamatan Seulimuem, Aceh Besar, foto bersama panitia usai lomba dan pembagian hadiah pada Minggu (31/8/2025) sore. 

Selain pesertanya mencapai 224 orang yang berasal dari berbagai kecamatan di Aceh Besar, jumlah masyarakat yang datang untuk menyaksikan Geulayang Tunang tersebut juga mencapai ribuan orang.  

PROHABA.CO, KOTA JANTHO - Pemuda Kemukiman Tamoh Abee, Kecamatan Seulimuem, Aceh Besar, menggelar Geulayang Tunang atau Festival Layang-Layang pada Minggu (31/8/2025) sore.

Festival yang berlangsung di hamparan persawahan samping kompleks bersejarah Jeurat Puteh, makam para Teungku Chik Tanoh Abee, itu berlangsung cukup meriah.

Selain pesertanya mencapai 224 orang yang berasal dari berbagai kecamatan di Aceh Besar, jumlah masyarakat yang datang untuk menyaksikan Geulayang Tunang tersebut juga mencapai ribuan orang.  

Cerahnya langit di atas hamparan persawahan Kemukiman Tanoh Abee--tempat dilangsungkan festival tersebut--menambah semaraknya acara karena angkasa dipenuhi layang-layang berwarna-warni.

Tak hanya itu, ribuan masyarakat yang tumpah ruah ke lokasi festival layang-layang juga sangat antusias menyaksikan persaingan yang terjadi di antara peserta. 

Kemeriahan Geulayang Tunang itu pun seketika mengubah suasana Kemukiman Tanoh Abee tak ubahnya seperti kawasan perkotaan yang penuh sesak dengan kendaraan.

Antrean mobil dan sepeda motor milik peserta festival laying-layang dan penonton terjadi di sepanjang jalan kemukiman itu sejak akhir lomba sekitar pukul 18.00 WIB hingga menjelang azan Magrib berkumandang.   

Setelah melalui persaingan sengit dan penuh semangat sportivitas, akhirnya perlombaan yang jadi kebanggaan masyarakat Aceh Besar itu menghasilkan tiga peserta sebagai juara.

Mereka adalah Julian dari Kecamatan Montasik sebagai juara pertama, serta Abi dari Sibreh (Kecamatan Suka Makmur) dan Wak Jos dari Keunaloi (Kecamatan Seulimuem) masing-masing sebagai juara kedua dan ketiga.

Ketua panitia mewakili pemuda-pemuda Tanoh Abee, Keuchik Jafrizal atau yang akrab disapa Abu Ijo, menyampaikan harapannya agar festival ini dapat terus digelar setiap tahun. 

“Kegiatan seperti ini bukan hanya ajang hiburan dan perlombaan, tapi juga menjadi wadah kebersamaan masyarakat, mempererat silaturahmi, serta melestarikan budaya permainan tradisional Aceh,” ungkap Abu Ijo kepada Prohaba.co, Senin (1/9/2025) siang. 

Keuchik Jafrizal juga berharap agar Geulayang Tunang ini menjadi agenda tahunan pemuda Tanoh Abee serta pecinta layang-layang di Aceh Besar maupun Aceh secara umum. 

“Kita sudah lihat bersama kemarin, ribuan orang mulai dari anak anak sampai orang tua hadir untuk menyaksikan Geulayang Tunang ini,” timpal Abu Ijo.

Festival laying-layang ini mendapat apresiasi dari masyarakat luas, karena selain menghibur, juga membawa pesan positif tentang kebersamaan, kreativitas, dan kebangkitan kembali nilai-nilai budaya Aceh di tengah arus modernisasi saat ini. 

Sekilas tentang Geulayang Tunang

Geulayang Tunang adalah salah satu tradisi budaya masyarakat Aceh, khususnya di Tanoh Abee, Kecamatan Seulimeum, Aceh Besar

Geulayang tunang merupakan permainan layang-layang tradisional yang dilakukan secara meriah dan turun-temurun.

Dalam bahasa Aceh, geulayang berarti layang-layang, sedangkan tunang bermakna ditandingkan atau dilombakan. 

Jadi, Geulayang Tunang adalah ajang perlombaan layang-layang antarwarga yang biasanya digelar secara massal.

Tradisi ini bukan sekadar hiburan rakyat, tapi juga menjadi ajang silaturahmi, mempererat persaudaraan, semangat gotong royong, dan melestarikan kearifan lokal. 

Biasanya Geulayang Tunang diikuti oleh berbagai kelompok masyarakat, baik anak muda maupun orang tua, dengan layangan beragam bentuk dan ukuran yang menghiasi langit desa.

Setiap kali digelar, Geulayang Tunang mampu menarik perhatian banyak orang. 

Langit di lokasi acara akan dipenuhi aneka layangan berwarna-warni dengan berbagai bentuk dan ukuran, mulai dari yang sederhana hingga yang dibuat dengan detail seni tinggi. 

Suasana menjadi riuh serta sorak-sorai penonton menambah semangat para peserta untuk mempertahankan layangannya agar tetap terbang paling tinggi dan paling lama.

Tradisi ini tidak hanya menyajikan hiburan, tapi juga mencerminkan filosofi hidup masyarakat Aceh. 

Layang-layang yang terbang tinggi dianggap simbol harapan, doa, dan cita-cita agar hidup manusia selalu dituntun ke arah yang lebih baik. 

Sementara kompetisi di udara menggambarkan semangat juang, sportivitas, dan kebersamaan.

Geulayang Tunang di Tanoh Abee kini juga mulai dilirik sebagai aset budaya yang bisa mendukung pariwisata. 

Bagi wisatawan, menyaksikan tradisi ini adalah pengalaman unik yang memperlihatkan keceriaan masyarakat desa sekaligus kekayaan budaya Aceh yang tetap lestari di tengah modernisasi.

Dengan tetap dijaga dan dilestarikan, Geulayang Tunang tidak hanya menjadi hiburan rakyat, tapi juga warisan budaya yang mengikat generasi Aceh dari masa ke masa. (*)

Update berita lainnya di PROHABA.co dan Google News

 

Berita Terkait

Ikuti kami di

AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved