Kasus

RUU KUHP Masih Atur Hukuman Mati, Seharusnya Tidak Boleh Ada

Koalisi masyarakat sipil Reformasi KUHP memandang hukuman mati mestinya dihapuskan dalam Rancangan Undang-Undang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana ...

Editor: Muliadi Gani
Shutterstock.com
Ilustrasi hukum 

PROHABA.CO, JAKARTA - Koalisi masyarakat sipil Reformasi KUHP memandang hukuman mati mestinya dihapuskan dalam Rancangan Undang-Undang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RUU KUHP).

Berdasarkan keterangannya, koalisi menolak pemberlakuan hukuman mati karena beberapa alasan.

Pertama, tidak sesuai dengan tujuan perumusan RUU itu sendiri.

“RKUHP memuat rumusan tujuan pemidanaan, menyatakan pemidanaan tidak dimaksudkan untuk menderitakan manusia dan merendahkan martabat manusia, seharusnya pidana mati tidak boleh ada,

isi keterangan tertulis Koalisi Nasional Reformasi KUHP dikutip Jumat (27/5/2022).

Adapun ketentuan hukuman mati yang dipermasalahkan koalisi ada di dalam Pasal 52, Pasal 67, Pasal 99, Pasal 100 dan Pasal 101 RUU KUHP.

Alasan kedua, koalisi menilai mayoritas negara di dunia telah menghapuskan hukuman tersebut.

Baca juga: Polisi Kenakan Pasal UU Darurat Remaja Bawa Sajam Viral di Medsos

“Pidana mati seharusnya dihapuskan sesuai dengan perkembangan bahwa 2/3 negara di dunia sudah menghapuskan hukuman mati,” paparnya.

Di sisi lain, koalisi mengkritisi usulan pemerintah bahwa hukuman mati tak lagi dijadikan sebagai pidana pokok.

“Konsep pidana mati sebagai pidana alternatif tidak jelas,” bunyi keterangan itu.

Pemerintah juga memasukan aturan tambahan terkait pemberian hukuman mati dalam Pasal 100 RUU KUHP.

Secara garis besar pasal itu menerangkan majelis hakim dapat memberikan hukuman mati setelah memberi masa percobaan selama 10 tahun.

Koalisi beranggapan pemberian masa percobaan untuk menunda eksekusi mati adalah hak dari terdakwa.

Baca juga: PDSI Usul UU Pendidikan Kedokteran Direvisi, IDI: Setuju Selama Bukan untuk Kepentingan Pribadi

“Tidak boleh bergantung pada putusan hakim terlebih dalam penjelasan diisyaratkan pula bahwa hakim harus memperhatikan reaksi mayarakat,” jelas pernyataan tersebut.

Diketahui RUU KUHP diusulkan pemerintah sejak September 2019.

Hampir tiga tahun proses berjalan, akhirnya DPR dan pemerintah sepakat untuk memasukan RUU tersebut dalam rapat paripurna.

Keputusan itu muncul setelah Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham) melaksanakan rapat dengar pendapat bersama Komisi III DPR, Rabu (25/5/2022).

Wakil Menteri Hukum dan HAM Eddy Hiariej menargetkan RUU KUHP menjadi undang-undang pada Juli 2022.

(kompas.com)

Baca juga: Dilaporkan ke Polisi, Benny K Harman Bantah Tampar Karyawan Restoran

Baca juga: Alat Rekam e-KTP di Pidie Minim, Kadisdukcapil: Tersedia 500 Lembar Blangko

Baca juga: Polresta Banda Aceh Tangkap Lagi Predator Anak Setelah Setahun Bebas dari Penjara

Sumber: Kompas.com
Berita Terkait
  • Ikuti kami di

    AA

    Berita Terkini

    Berita Populer

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved