Manfaatkan Limbah Kotoran Sapi, Warga di Banyuwangi Beralih dari Elpiji ke Biogas

Seger yang seorang peternak bercerita, awal tercetus ide membuat biogas tersebut karena bingung akibat banyaknya kotoran sapi di kandang.

Editor: Muliadi Gani
Kompas.com/Rizki Alfian Restiawan
Biogas dari kotoran sapi milik Seger warga Desa Sumberagung, Kecamatan Pesanggaran Banyuwangi 

PROHABA.CO, BANYUWANGI - Memanfaatkan limbah kotoran sapi, inovasi warga Desa Sumberagung, Kecamatan Pesanggaran, Banyuwangi, Jawa Timur, patut mendapat apresiasi.

Mereka memanfaatkan limbah kotoran ternak sapi menjadi teknologi tepat guna, biogas.

Seger yang seorang peternak bercerita, awal tercetus ide membuat biogas tersebut karena bingung akibat banyaknya kotoran sapi di kandang.

"Awalnya bingung, kotoran sapi menumpuk.

Biasanya kita buang saja ke sawah.

Kalau enggak ya taruh di lubang tanah," ungkapnya.

Lalu, Seger (53) salah satu warga Dusun Pancer, Desa Sumberagung, mengaku memanfaatkan limbah kotoran sapi menjadi biogas sejak 2020.

"Pokoknya saat pandemi Covid-19 itu, mulai berangsur beralih dari elpiji ke biogas," kata Seger saat ditemui Kompas.com, Jumat (17/3/2023).

Ditambah lagi, pandemi Covid-19 membuat ekonomi keluarga berantakan dan berpengaruh besar pada urusan dapur.

"Dari situ akhirnya muncul ide membuat biogas," terang Seger.

Baca juga: DLHK Aceh Timur Ambil Sampel Air Diduga Tercemar Limbah PKS PT Bugak Palma Sejahtera

Seger mengatakan, sebelum mencoba membuat biogas, dia sempat mencari literatur tentang proses produksi biogas.

"Saya bingung, pengen buat.

Tapi kok ragu. Akhirnya saya cari info ke desa," ujar Seger.

Bak gayung bersambut oleh pihak Desa Sumberagung, permasalahan limbah ternak sapi yang dialami oleh Seger ternyata mendapat tanggapan baik.

"Akhirnya kita dikenalkan dengan Greeneration Foundation melalui Tim Eco Ranger dan Yayasan Rumah Energi," ujar Seger.

Dari situ, permasalahan Seger mulai terpecahkan.

Dia kemudian bertukar gagasan terkait permasalahan yang dialami.

"Kita akhirnya dibantu," ucap Seger.

Sejumlah sarana dan instalasi pun disiapkan.

Mulai dari tempat untuk pengolahan kotoran, pipa paralon, hingga tangki fermentasi.

Seger menyebut, kunci dari pembuatan instalasi biogas terletak pada tabung fermentasi atau digester.

Ada dua jenis digester yang umum digunakan.

Baca juga: Bahaya Mendengkur Bagi Anak, Simak Faktor Penyebabnya

"Jenis pertama adalah torn, terbuat dari material plastik tandon.

Kedua adalah fix dome terbuat dari cor-coran," ujar Seger.

Keduanya memiliki keunggulan.

Namun, yang bagus adalah fix doom karena lebih aman dan tekanannya lebih stabil.

Sementara untuk kapasitas menyesuaikan.

"Kalau di Dusun Pancer, banyak yang menggunakan jenis torn karena dinilai lebih simpel," terang Seger.

Proses pembuatan Awal produksi, Seger membutuhkan tiga kilogram kotoran sapi.

Bahan itu kemudian dicampur dengan dua timba air atau sekitar enam liter air.

Bahan tersebut lalu diaduk di tempat pengolahan kotoran sampai halus.

Setelah halus lalu dimasukkan ke tangki fermentasi.

"Jumlah takarannya satu banding dua.

Satu untuk kotoran sapi, dua untuk air.

Kedua bahan ini dicampur," ujar Seger.

Baca juga: Apa Penyebab Sulit Bangun Pagi?

Menurut Seger, awal proses pembuatan memang membutuhkan kesabaran ekstra.

Sebab, harus menunggu bahan hingga benar-benar terfermentasi.

"Karena awal produksi tidak langsung keluar gas.

Tapi harus menunggu sekitar 7 harian," ucap Seger.

Hemat 50 persen Seger mengaku sangat terbantu dengan adanya teknologi biogas tersebut.

Sebab dapat menekan kebutuhan biaya dapur.

"Mampu hemat sampai lebih 50 persen," kata Seger.

Seger menyebut, penggunaan biogas ini memang belum digunakan secara reguler.

Karena masih menjadi sampingan pemakaian elpiji.

"Dulu sebelum ada biogas, per bulan bisa sampai tiga kali beli elpiji, tapi sekarang hanya satu kali saja," ucap Seger.

Apalagi, gas yang dihasilkan dari biogas tersebut, juga tidak kalah jika dibandingkan dengan gas elpiji.

"Ya, api birunya juga lebih terang," ujarnya.

Durasi pemakaian pun sekitar tiga jam.

Dalam sekali produksi biogas, gas yang keluar dari saluran pipa ke kompor terisi otomatis.

"Durasinya kurang lebih 3 jam.

Pagi tiga jam, lalu sore pemakaian tiga jam.

Kalau habis, gas ngisi otomatis," terang Seger.

Dari inovasi tersebut, kini di Desa Sumberagung, Kecamatan Pesanggaran, ada sebanyak sepuluh warga yang menggunakan biogas.

"Limbahnya pun kini lebih bisa dan siap digunakan untuk pupuk organik," tandas Seger.

Camat Pesanggaran Agus Mulyadi mengapresiasi inovasi biogas tersebut.

Menurut dia, biogas adalah teknologi energi baru terbarukan (EBT).

"Teknologi ini ramah lingkungan, murah, aman dan banyak manfaatnya untuk masyarakat," kata Agus.

Menurut Agus, EBT menjadi tren dan alternatif untuk memasok kebutuhan energi masyarakat seiring dengan menipisnya cadangan bahan bakar fosil di alam.

(kompas.com)

Baca juga: Manfaat Minum Kopi Ternyata Bisa Meningkatkan Harapan Hidup, Simak Ulasannya.

Baca juga: Pembunuh Pria dalam Koper yang Dimutilasi Ditangkap, Motif Korban Tolak Berhubungan Intim

Baca juga: Modus Ajak Jalan ke Pantai, Remaja Trenggalek Ditangkap Cabuli Siswi SD

Sumber: Kompas.com
Berita Terkait
  • Ikuti kami di

    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved