Kisah Perang Dunia II

‘Penyihir Malam,’ Pasukan Pilot Perempuan Uni Soviet yang Ditakuti Pasukan Nazi, Begini Kisah Mereka

Salah satu elemen penting dalam kemenangan Uni Soviet itu adalah pasukan pilot perempuan yang dijuluki ‘Penyihir Malam.’

Editor: Jamaluddin
AFP via BBC INDONESIA
Sebagian besar relawan Resimen Pengebom Malam Ke-588 Uni Soviet masih berusia remaja dan ingin berjuang untuk negara mereka. 

Mereka harus belajar dari nol,” jelas Reina Pennington, seorang guru sejarah kepada program BBC bertajuk Russian and Military di Universitas Militer Norwich, Amerika Setikat dikutip dari Kompas.com.

Pesawat ala kadarnya

Para perempuan dalam pasukan itu juga harus terbiasa menerbangkan pesawat bermesin ganda yakni Polikarpov Po-2.

Secara teknis, pesawat kuno yang dirancang pada tahun 1928 itu biasa digunakan sebagai pesawat latihan dan penyemprot lahan pertanian.

Polikarpov Po-2 terbuat dari kayu lapis dan kanvas sehingga bodinya rentan dan ringan.

Bagian kokpit terbuka, sehingga para pilot tidak memiliki perlindungan terhadap suhu dingin saat malam hari.

“Anda tidak bisa melakukan banyak hal dengan pesawat itu saat siang hari karena sangat rentan.

Pesawat itu tidak memiliki pelindung ataupun senapan mesin, dan tidak bisa menghadapi pesawat tempur milik Jerman pula.

Jadi pesawat-pesawat itu hanya bisa digunakan pada malam hari, tapi paling tidak ada fungsinya, meskipun hanya bisa mengangkut sedikit bom,” ungkap Pennington.

Pesawat yang digunakan pasukan pilot perempuan Resimen Pengebom Malam Ke-588
Pesawat yang digunakan pasukan pilot perempuan Resimen Pengebom Malam Ke-588 berjenis Polikarpov PO-2. Pesawat kuno yang terbuat dari kayu dan tanpa pelindung.(GETTY IMAGES via BBC INDONESIA)

Karena tak memiliki alat untuk membantu mereka menghantam sasaran, para pilot dalam resimen Ke-588 menjalani operasi yang berbahaya.

Saat mendekati sasaran, mereka mematikan mesin agar bisa bergerak dalam kesunyian.

Pada momen yang tepat, mereka menyalakan api penanda untuk mengisyaratkan pada ahli navigasi ke arah mana mereka harus meluncurkan bom.

Namun, nyala api itu juga menunjukkan lokasi mereka kepada tentara Nazi.

Pilot harus menjaga stabilitas pesawat agar ahli navigasi dapat mengarahkan bom.

Misi mereka menjadi semakin sulit karena tentara Nazi menggunakan lampu besar yang silau untuk menghalangi pandangan mereka, serta senapan mesin antipesawat.

Karena jenis pesawat Polikarpov Po-2 tidak memiliki pelindung, seringkali pesawat itu terbakar seperti korek api.

Peran dari para ‘penyihir malam’ itu bukan sekadar menjatuhkan bom serta menyebarkan kematian dan kehancuran.

Tugas mereka adalah “menganggu pasukan Jerman yang sudah menjalankan manuver seharian,” jelas Debbie Land kepada BBC.

“Jadi tugas mereka adalah menyita waktu tidur orang Jerman, dengan memaksa mereka bekerja sepanjang malam agar esok harinya mereka kecapekan,” ungkap dia dikutip dari Kompas.com.

Berbeda dengan rekan-rekan pria mereka, resimen perempuan tidak berhenti sejenak untuk menghisap rokok atau minum teh di sela-sela penerbangan.

Ketika mendarat, mereka langsung mengisi ulang amunisi dan terbang lagi.

Kadang para pilot perempuan bisa terbang hingga 15 kali dalam semalam, jauh melebihi jumlah penerbangan pilot pria.

Taktik mereka mematikan mesin saat mendekati target memang merupakan praktik yang lumrah digunakan di Angkatan Udara.

Namun, yang membuat mereka unik, kata Pennington, adalah kemampuan mereka terbang lebih sering dibanding unit lain.

Kemampuan ini timbul dari inovasi mereka dalam merawat pesawat dan mengisi ulang amunisi, serta cara mereka melatih pilot cadangan.

Komandan Yevdokia Bershanskaia mengembangkan cara inovatif untuk mengisi ulang bahan bakar pesawat.

Alih-alih mendedikasikan satu tim perawatan dan pengisian bahan bakar untuk setiap pesawat, Bershanskaia menggunakan sistem antrean lini produksi dengan tim khusus untuk setiap tugas, misalnya mengisi tanki bahan bakar dan menambah amunisi pesawat.

“Dengan begitu, sebuah pesawat sudah siap terbang dalam 10 menit,“ jelas profesor dari Norwich University.

Ia menambahkan, sistem ini membantu pesawat lebih sering melakukan penerbangan.

Sebagai tanda penghormatan atas jasa mereka, Resimen Pengebom Malam Ke-588 menerima pangkat Garda Udara.

Resimen itu kemudian dikenal sebagai Garda Resimen Pengebom Malam Ke-46.

Bershanskaia juga dikaruniai Ordo Spanduk Merah, dan banyak ‘penyihir malam’ lain juga menerima penghargaan bergengsi.

Bahkan, 23 pilot perempuan mendapatkan gelar ‘Pahlawan Uni Soviet,’ yang penghargaan tertinggi di negara itu. (*)

Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Kisah "Penyihir Malam", Pasukan Pilot Perempuan Soviet yang Ditakuti Nazi",

Update berita lainnya di PROHABA.co dan Google News

 

Sumber: Kompas.com
Berita Terkait
  • Ikuti kami di

    AA

    Berita Terkini

    Berita Populer

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved