Tahukah Anda
Selama Ini Nikotin Jadi Zat yang Disalahpahami, Ini Kata Peneliti
Tahukah anda, Selama ini nikotin dilabeli sebagai zat yang paling berbahaya bagi kesehatan. Lantas, Apakah nikotin benar-benar penyebab kanker?
Ringkasan Berita:
- Nikotin bukan penyebab kanker—yang berbahaya adalah ribuan zat hasil pembakaran tembakau.
- Pendekatan harm reduction dianjurkan bagi perokok yang sulit berhenti, dengan beralih ke produk bebas asap.
- Misinformasi tentang nikotin masih luas, bahkan 80 persen dokter di AS masih percaya nikotin menyebabkan kanker.
PROHABA.CO - Tahukah anda, Selama ini nikotin dilabeli sebagai zat yang paling berbahaya bagi kesehatan.
Lantas, Apakah nikotin benar-benar penyebab kanker?
Anggapan bahwa nikotin menjadi penyebab utama kanker ditegaskan keliru oleh Prof. Dr. David Khayat, pakar onkologi dari Universitas Pierre et Marie Curie, Paris.
Anggapan bahwa nikotin adalah biang keladi kanker adalah keliru besar.
Dalam forum internasional Technovation: SmokeFree by PMI di Dubai, Rabu (8/10/2025), ia menyatakan bahwa nikotin bukan sumber kanker, melainkan zat berbahaya hasil pembakaran tembakau, bukan nikotinnya.
Dr. Khayat menjelaskan, proses pembakaran daun tembakau menghasilkan lebih dari 6.000 bahan kimia dengan sekitar 80 karsinogen.
Partikel ultrahalus itulah yang memicu berbagai penyakit terkait merokok.
Ia menegaskan, nikotin tidak tercantum sebagai zat karsinogen oleh WHO, IARC, maupun FDA, dan bahkan digunakan dalam terapi berhenti merokok seperti permen karet atau plester.
Sebagai tokoh di balik Piagam Paris Melawan Kanker yang melahirkan Hari Kanker Sedunia, Dr. Khayat menilai pendekatan harm reduction penting diterapkan bagi perokok yang kesulitan berhenti total.
Ia mendorong penggunaan produk bebas asap seperti vape, tembakau dipanaskan, atau kantong nikotin untuk mengurangi paparan zat berbahaya.
Pada tahun 2000, dokter yang juga menerbitkan buku The Real Anti-Cancer Diet itu menggagas “Piagam Paris Melawan Kanker”, yang didukung langsung oleh Presiden Jacques Chirac dan UNESCO.
Inisiatif ini kemudian melahirkan Hari Kanker Sedunia (World Cancer Day) dan berdirinya Institut Nasional Kanker Prancis (INCa).
Sebagai arsitek National Cancer Plan Prancis tahun 2002, Dr Khayat pernah memimpin kampanye nasional melawan rokok.
Hasilnya sempat spektakuler: 1,8 juta orang berhenti merokok. Namun, tiga tahun kemudian, hampir semua orang tersebut kembali merokok.
Baca juga: 8 Makanan yang Dapat Memicu Kanker, Kenali Ciri-Ciri dan Cara Mencegah Tak Terkena Penyakit Ini
Baca juga: Bahaya Vape dan Kaitannya dengan Kanker Paru-Paru, Berikut Penjelasan Ahli
Harm Reduction
Dokter Khayat yang mendedikasikan lebih dari 30 tahun hidupnya untuk memerangi kanker ini menegaskan pentingnya prinsip ‘harm reduction’, yakni mengurangi bahaya tanpa menuntut berhenti total.
“Berhenti total adalah pilihan terbaik. Tapi jika seseorang tak bisa berhenti, tugas kita adalah membantu mereka memilih cara yang lebih baik.”
Pendekatan ini mendorong penggunaan produk bebas asap seperti rokok elektrik (vape), produk tembakau yang dipanaskan, atau kantong nikotin.
Intinya: kurangi paparan asap, kurangi risiko. Meluruskan mitos Pendapat Dr Khayat itu sejalan dengan pandangan Tomoko Iida, Director Scientific Engagement SSEA, CIS, MEA di Philip Morris International (PMI).
Ia juga berbicara dalam forum yang sama di Dubai.
“Nikotin bukan penyebab utama penyakit akibat merokok.
Yang berbahaya adalah hasil dari proses pembakaran rokok,” tegasnya.
Menurut Tomoko, daun tembakau sebenarnya tidak berbahaya. Bahaya muncul saat dibakar karena proses itu memicu reaksi kimia yang menghasilkan ribuan senyawa toksik, termasuk zat penyebab kanker.
Tomoko mengakui bahwa nikotin bersifat adiktif, tapi penyebab utama penyakit berbahaya terkait kebiasaan merokok.
Layanan Kesehatan Nasional Inggris (NHS) pun menyatakan bahwa meskipun nikotin bersifat adiktif, zat ini relatif tidak berbahaya bagi kesehatan.
Nikotin dan kafein Tomoko membandingkan nikotin dengan kafein dalam kopi.
Keduanya bekerja dengan cara yang mirip: memengaruhi sistem saraf pusat untuk meningkatkan fokus dan suasana hati.
Artinya, penggunaan nikotin dalam kadar tertentu bisa dimaknai sebagai bentuk stimulasi ringan, bukan ancaman kesehatan langsung, selama tidak melalui pembakaran tembakau.
Tomoko juga menyoroti keberhasilan Jepang dan Swedia dalam mengadopsi produk bebas asap.
Jepang mencatat penurunan 50 % penjualan rokok konvensional, sementara Swedia memiliki angka kanker paru terendah di Eropa berkat peralihan ke produk tanpa pembakaran.
Ironisnya, survei di Amerika Serikat menunjukkan lebih dari 80 % dokter masih percaya nikotin menyebabkan kanker, memperlihatkan luasnya misinformasi bahkan di kalangan profesional medis.
Baca juga: Polusi dan Asap Rokok Ancam Tumbuh Kembang Anak, Berikut Penjelasan Dokter Anak
Baca juga: Terpapar Asap Rokok Orang Tua Berpotensi Buat Anak Stunting
Baca juga: 5 Manfaat Bunga Lawang dan Fungsinya untuk Kesehatan,Mengontrol Gula Darah hingga Melawan Sel Kanker
Artikel ini telah tayang di Kompas.com
Update berita lainnya di PROHABA.co dan Google News
| Kopi Luwak Beda Secara Kimiawi dengan Kopi Lain, Ini Penjelasan Ilmiahnya |
|
|---|
| Terinspirasi dari Cangkang Kerang, Ilmuwan Temukan Cara Membuat Semen 17 Kali Lebih Kuat |
|
|---|
| Bisakah Logam Lain Diubah Menjadi Emas? Ini Penjelasan Ilmiahnya |
|
|---|
| Tidur Terganggu Saat Bulan Purnama? Ini Penjelasan Ilmiahnya |
|
|---|
| Ilmuwan Temukan Cara Megembalikan Rambut Beruban ke Hitam Secara Alami |
|
|---|
:quality(30):format(webp):focal(0.5x0.5:0.5x0.5)/prohaba/foto/bank/originals/Dokter-David-Khayat-Profesor-Onkologi-di-Universitas-Pierre-et-Marie-Curie.jpg)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.