Buruh

Tolak Kenaikan UMP, Ratusan Buruh Bakar Keranda Mayat Bertuliskan Matinya Keadilan 

Ratusan buruh bakar keranda mayat yang bertuliskan "Matinya Keadilan" adalah sebagai aksi penolakan terhadap kenaikan Upah Minimum Provinsi (UMP)

Penulis: Dedek Sumarnim | Editor: Muliadi Gani
(Sriwijaya Post/Syahrul Hidayat)
Ratusan buruh Sumsel yang gelar aksi menolak kenaikan UMP Sumsel sebesar 1,5 persen atau naik Rp 52.000, mereka membakar keranda yang bertulisakan “matinya keadilan” yang mereka bawa di Kantor Gubernur Prov Sumatera Selatan. Senin (27/11/2023). 

PROHABA.CO - Ratusan buruh bakar keranda mayat yang bertuliskan "Matinya Keadilan" di kantor Gubernur Sumatera Selatan.

Hal ini adalah sebagai sebagai bentuk penolakan kenaikan Upah Minimum Provinsi (UMP) Sumsel 2024 sebesar Rp 52.000.

Sebelumnya keranda tersebut dibawa para ratusan buruh.

Mereka kemudian menggelar doa di depan kantor Gubernur Sumsel lantaran UMP yang ditetapkan tidak sesuai dengan kondisi kehidupan buruh saat ini.

Lalu, setelah menggelar doa, keranda yang bertuliskan "Matinya Keadilan" itu pun langsung di bakar di tengah massa aksi.

Dikutip dari Kompas.com Ketua DPC Federasi Serikat Buruh Niaga Informatika Keuangan Perbankan dan Aneka Industri (FSB Nikeuba), Hermawan mengatakan, kenaikan gaji buruh yang hanya 1,55 persen tak sebanding dengan kenaikan gaji ASN sebesar 8 persen.

Sehingga, wajar buruh meminta kenaikan upah 15 persen pada tahun ini.

“Sementara naik hanya 1,55 persen upah kita sangat jauh dari kebutuhan layak. Rp 52.000 cukup apa?

BBM naik 30 persen, belum lagi kebutuhan pokok yang naik sampai 40 persen,” kata Hermawan, Senin (27/11/2023).

Baca juga: SERAM, Pusaran Angin Puting Beliung Terjang Rumah Warga

Baca juga: Tujuh Provinsi Sudah Tetapkan UMP 2024, Salah Satunya Aceh

Baca juga: BEJAT, Seorang Ayah Rudapaksa Anak Gadisnya Hingga Hamil

Hermawan mengatakan, jauh sebelum UMP ditetapkan, mereka telah menolak Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 51 Tahun 2023 tentang Pengupahan.

Sebab, perhitungan kenaikan UMP tidak sesuai dengan yang disosialisasikan kepada buruh.

“Regulasi tidak berpihak pada buruh yang sejak awal memang sudah kita tentang.

Upah adalah faktor penting kebutuhan hidup," ujarnya.

Sementara itu, upah buruh saat ini masih jauh dari kata layak.

Semestinya, pemerintah lebih memerhatikan nasib buruh untuk menjamin kehidupan mereka.

Sumber: Kompas.com
Halaman 1/2
Rekomendasi untuk Anda

Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved