Berita Bireuen

JPU Kejari Bireuen Tuntut 2 Terdakwa TPPO 8 Tahun Penjara

Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejaksaan Negeri Bireuen menuntut dua terdakwa kasus Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO), masing-masing berinisial JS dan

Editor: Muliadi Gani
ISTIMEWA
SIDANG KASUS TPPO - Persidangan kasus TPPO melibatkan dua terdakwa di PN Bireuen, Kamis (10/7/2025). Kedua terdakwa dituntut 8 tahun penjara. 

Laporan Yusmandin Idris | Bireuen

PROHABA.CO, BIREUEN - Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejaksaan Negeri Bireuen menuntut dua terdakwa kasus Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO), masing-masing berinisial JS dan R, dengan hukuman penjara delapan tahun serta denda Rp 150 juta subsider empat bulan kurungan penjara.

Tuntutan tersebut dibacakan dalam persidangan yang digelar di Pengadilan Negeri Bireuen pada Kamis (10/7/2025).

Kepala Seksi Intelijen Kejari Bireuen, Wendy Yuhfrizal, menjelaskan bahwa kedua terdakwa terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan TPPO perekrutan dan pengiriman tenaga kerja secara ilegal ke luar negeri.

“Para terdakwa dijerat dengan Pasal 4 jo Pasal 10 UU No. 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang, jo Pasal 55 ayat (1) KUHP,” ujar Wendy.

JPU menuntut pidana penjara selama 8 tahun serta denda sebesar Rp 150 juta subsider 4 bulan penjara,” ujar Wendy.

Wendy Yuhfrizal menjelaskan, kasus ini bermula pada Oktober 2023. 

Saat itu, korban, pemuda bernama M Arif mendapatkan informasi dari temannya, Firdaus, tentang lowongan pekerjaan di luar negeri.

Firdaus menyebut bahwa JS dan R menawarkan pekerjaan sebagai sales (staf penjualan) di Laos dengan iming-iming gaji sebesar Rp 12 juta per bulan.

Baca juga: 3 Warga Aceh Dipaksa Jadi Scammer di Laos, Berhasil Kabur dan Sudah Pulang Kampung, Begini Kisahnya

Baca juga: Polda Aceh Serahkan 2 Tersangka Kasus TPPO ke Kejari Bireuen Untuk Disidang

Tertarik dengan tawaran tersebut, korban akhirnya diberangkatkan ke Laos pada 25 Oktober 2023.

Setibanya di sana, korban dijemput oleh perwakilan perusahaan dan dibawa ke sebuah apartemen.

Namun realitanya, korban dipaksa bekerja mengoperasikan komputer dan ponsel dengan beban kerja yang tidak sesuai dengan kesepakatan awal. 

“Selama tiga bulan bekerja di sana, korban hanya menerima gaji yang jauh dari janji awal, yaitu bulan pertama 500 Yuan (sekitar Rp 1,4 juta), bulan kedua 300 Yuan (sekitar Rp 688 ribu), dan bulan ketiga 1.500 Yuan (sekitar Rp 3,3 juta),” jelas Wendy.

Merasa tertipu, korban kemudian melarikan diri ke kantor perwakilan Indonesia di Laos pada 25 Januari 2024 dan melaporkan kejadian tersebut.

Laporan korban kemudian ditindaklanjuti oleh Polda Aceh.

Halaman
12
Berita Terkait

Ikuti kami di

AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved