Tahukah Anda

Selama Ini Nikotin Jadi Zat yang Disalahpahami, Ini Kata Peneliti

Tahukah anda, Selama ini nikotin dilabeli sebagai zat yang paling berbahaya bagi kesehatan. Lantas, Apakah nikotin benar-benar penyebab kanker?

Editor: Muliadi Gani
FOTO: PHILIP MORRIS INTERNATIONAL
Dokter David Khayat, Profesor Onkologi di Universitas Pierre et Marie Curie dan Kepala Onkologi Medis di Rumah Sakit La Pitié-Salpétrière (Paris), saat berbicara di Technovation: SmokeFree by PMI di Dubai, Rabu (8/10/2025). 

Dokter Khayat yang mendedikasikan lebih dari 30 tahun hidupnya untuk memerangi kanker ini menegaskan pentingnya prinsip ‘harm reduction’, yakni mengurangi bahaya tanpa menuntut berhenti total.

“Berhenti total adalah pilihan terbaik. Tapi jika seseorang tak bisa berhenti, tugas kita adalah membantu mereka memilih cara yang lebih baik.”

Pendekatan ini mendorong penggunaan produk bebas asap seperti rokok elektrik (vape), produk tembakau yang dipanaskan, atau kantong nikotin.

Intinya: kurangi paparan asap, kurangi risiko. Meluruskan mitos Pendapat Dr Khayat itu sejalan dengan pandangan Tomoko Iida, Director Scientific Engagement SSEA, CIS, MEA di Philip Morris International (PMI).

Ia juga berbicara dalam forum yang sama di Dubai. 

“Nikotin bukan penyebab utama penyakit akibat merokok.

Yang berbahaya adalah hasil dari proses pembakaran rokok,” tegasnya.

Menurut Tomoko, daun tembakau sebenarnya tidak berbahaya. Bahaya muncul saat dibakar karena proses itu memicu reaksi kimia yang menghasilkan ribuan senyawa toksik, termasuk zat penyebab kanker.

Tomoko mengakui bahwa nikotin bersifat adiktif, tapi penyebab utama penyakit berbahaya terkait kebiasaan merokok.

Layanan Kesehatan Nasional Inggris (NHS) pun menyatakan bahwa meskipun nikotin bersifat adiktif, zat ini relatif tidak berbahaya bagi kesehatan.

Nikotin dan kafein Tomoko membandingkan nikotin dengan kafein dalam kopi.

Keduanya bekerja dengan cara yang mirip: memengaruhi sistem saraf pusat untuk meningkatkan fokus dan suasana hati.

Artinya, penggunaan nikotin dalam kadar tertentu bisa dimaknai sebagai bentuk stimulasi ringan, bukan ancaman kesehatan langsung, selama tidak melalui pembakaran tembakau. 

Tomoko juga menyoroti keberhasilan Jepang dan Swedia dalam mengadopsi produk bebas asap.

Jepang mencatat penurunan 50 % penjualan rokok konvensional, sementara Swedia memiliki angka kanker paru terendah di Eropa berkat peralihan ke produk tanpa pembakaran.

Sumber: Kompas.com
Halaman 2/3
Rekomendasi untuk Anda

Ikuti kami di

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved