Hari Anak Nasional 2025

Bunda Salma Soroti Kekerasan dan Bullying Anak di Hari Anak Nasional 2025

Anak-anak subjek yang memiliki hak untuk didengar, dilindungi, dan diberi ruang untuk berkembang

Editor: Misran Asri
FOR PROHABA
Anggota DPRA Komisi III, Salmawati 

Anak-anak subjek yang memiliki hak untuk didengar, dilindungi, dan diberi ruang untuk berkembang 

PROHABA.CO, BANDA ACEH - Peringatan Hari Anak Nasional (HAN) 2025 menjadi momentum refleksi atas masih tingginya kasus kekerasan terhadap anak di Aceh. 

Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Aceh (DPRA) Komisi III, Salmawati, S.E., M.M., menegaskan bahwa perlindungan anak bukan hanya tugas pemerintah, melainkan tanggung jawab kolektif seluruh elemen masyarakat terkhusus orang tua.

Aceh masih menghadapi tantangan serius terkait kekerasan terhadap anak, termasuk perundungan (bullying) di lingkungan sekolah, kekerasan domestik, serta eksploitasi dalam berbagai bentuk.

Kita menyebut anak sebagai generasi penerus, tetapi realitanya masih banyak dari mereka yang hidup dalam ancaman kekerasan fisik, psikis, bahkan seksual.

Ini ironis yang harus segera diatasi.

Baca juga: Ketua DPR Aceh Zulfadhli Tegaskan Komitmen Perlindungan dan Pemenuhan Hak-Hak Anak

Menurut data yang dirilis Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Aceh, tercatat ratusan kasus kekerasan terhadap anak sepanjang tahun 2024. 

Angka ini dinilai sebagai puncak gunung es dari fenomena yang lebih kompleks, mengingat masih banyak kasus yang tidak terlaporkan akibat rasa takut, stigma, dan kurangnya mekanisme perlindungan yang efektif.

"Saya menekankan perlunya penguatan peran keluarga, sekolah, lembaga pendidikan dayah, dan lembaga sosial dalam membentuk lingkungan yang aman bagi tumbuh kembang anak. 

Saya juga menggarisbawahi pentingnya edukasi kepada orang tua dan guru untuk mendeteksi dini tanda-tanda kekerasan atau tekanan psikologis yang dialami anak-anak," sebut Bunda Salma begitu sapaan akrabnya.

Anak-anak bukan sekadar objek pembangunan.

Mereka kata Bunda Salma, adalah subjek yang memiliki hak untuk didengar, dilindungi, dan diberi ruang untuk berkembang. 

"Kita perlu pendekatan komprehensif, tidak cukup hanya dengan seremoni tahunan," lanjutnya.

Sebagai anggota dewan yang duduk di Komisi III DPR Aceh dirinya menyatakan tengah mendorong revisi kebijakan di tingkat daerah untuk memperkuat perlindungan anak. 

Termasuk pengawasan terhadap lembaga pendidikan dan panti asuhan.

Halaman
12
Rekomendasi untuk Anda

Ikuti kami di

AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved