Berita Nasional

Terkait Kisruh Pulau Rempang, Panglima TNI Turunkan Tim Gabungan Bantu Polisi di Batam

Pasca kericuhan antara warga dan aparat keamanan terkait sengketa lahan di Pulau Rempang, Batam, Panglima TNI Laksamana, Yudo Margono akan mengirimkan

Editor: Muliadi Gani
Dok. Puspen TNI
Panglima TNI Laksamana Yudo Margono saat mengawali rapat paparan latgab TNI 2023 di Wisma Ahmad Yani, Menteng, Jakarta Pusat, Selasa (4/7/2023). 

Pemerintah berencana merelokasi warga Rempang, Batam karena adanya proyek pembangunan pabrik kaca terintegrasi hasil kerja sama Pemerintah Indonesia dengan Xinyi Group asal China.

Diperkirakan, total investasi sekitar 11,5 miliar Dolar AS atau setara Rp 117,42 triliun dengan total penyerapan tenaga kerja kurang lebih 30 ribu orang.

Namun, warga setempat yang telah berpuluh-puluh tahun menempati wilayah tersebut menolak relokasi dan sempat terjadi kericuhan saat polisi hendak mengamankan berbagai aksi unjuk rasa.

"Iya, TNI kan di Bawah Kendali Operasi (BKO) pada Polri, kita berada di belakang," kata Yudo di Kompleks Parlemen, Senayam, Jakarta, Rabu (13/9/2023).

Yudo mengaku sudah menerima laporan Komandan Pusat Polisi Militer atau Danpuspom TNI Marsekal Muda TNI Agung Handoko, Puspom TNI telah mengirimkan tim gabungan untuk Satuan Tugas POM TNI ke Pulau Rempang.

"Sudah kami turunkan Danpuspom TNI ke Batam untuk memeriksa ada enggak keterlibatan TNI di situ. Baik terhadap rakyat maupun mungkin yang terlibat di dalam mafia tanah dan sebagainya," ucapnya.

Yudo menambahkan, pihaknya tak akan segan-segan menindak prajurit TNI yang diduga terlibat dalam kerusuhan di sana.

"Proses hukum, kalau terlibat, terbukti ya proses hukum," tegasnya.

Baca juga: Bejat! Seorang Ayah di Subulussalam Tega Lecehkan Anak Tirinya

Baca juga: Unjuk Rasa di Kantor BP Batam Terkait Lahan Rempang Ricuh

Terkait kisruh Rempang, Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) Marsekal TNI (Purn) Hadi Tjahjanto juga memberikan tanggapannya.

Hal ini disampaikan dalam rapat kerja bersama Komisi II DPR RI di Jakarta, Selasa (12/9/2023) malam.

Hadi menyebut, lahan tinggal yang menjadi pemicu kericuhan di Pulau Rempang, tidak memiliki Hak Guna Usaha (HGU).

"Tanah di Rempang itu tidak ada HGU. Tanah rempang luasnya 17 ribu hektare ini adalah kawasan hutan. Kemudian 600 hektare HPL-nya dari BP Batam. Jadi, masyarakat yang menempati Pulau Rempang itu tidak ada sertifikat karena memang dulu, semuanya ada di bawah otorita Batam," ujarnya.

Ia mengatakan, sebelum terjadi konflik di Pulau Rempang, pemerintah telah melakukan pendekatan kepada masyarakat setempat.

Hadi menyebut hampir 50 persen dari warga menerima usulan yang telah disampaikan.

"Pemerintah menawarkan mencarikan tempat tinggal baru atau relokasi yang disesuaikan dengan kehidupan masyarakat, yakni sebagai nelayan," ucapnya.

Halaman
123
Berita Terkait
  • Ikuti kami di

    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved