Kasus

Ada Brigjen Lakukan ‘Gerakan Bawah Tanah’ Jelang Vonis Sambo

Sebelumnya, Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD mencium “gerakan bawah tanah” yang sengaja memengaruhi

Editor: Muliadi Gani
Kolase Tribun-timur.com
Ferdy Sambo dan Mahfud MD. sosok Brigadir Jenderal atau Brigjen yang dimaksud Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD 'bergerak' jelang vonis Ferdy Sambo. 

PROHABA.CO, JAKARTA - Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan menyatakan tidak mengetahui adanya gerakan yang disebut tengah berupaya mengintervensi putusan terhadap mantan kepala Divisi Profesi dan Pengamanan (Kadiv Propam) Polri Ferdy Sambo.

Ferdy Sambo merupakan terdakwa kasus pembunuhan berencana terhadap eks ajudannya, Nofriansyah Yosua Hutabarat atau Brigadir J.

Mantan polisi berpangkat Inspektur Jenderal (Irjen) itu dituntut pidana penjara seumur hidup oleh jaksa penuntut umum (JPU).

“Kami tidak mengetahui soal informasi tersebut,selain dari berita di media pers,” ujar Pejabat Humas PN Jakarta Selatan saat berbincang dengan Kompas.com, Minggu (22/1/2023).

Djuyamto yang juga hakim perkara ‘obstruction of justice’ atau kasus perintangan penyidikan terkait kematian Brigadir J itu menyatakan tidak ada informasi yang masuk ke PN Jaksel.

Menurut dia, majelis hakim yang dipimpin hakim Wahyu Iman Santoso dengan anggota majelis Morgan Simanjuntak dan Alimin Ribut Sujono hanya fokus pada persidangan yang masih terus berlangsung.

Baca juga: Ferdy Sambo Dituntut Penjara Seumur Hidup, Kasus Pembunuhan Berencana Brigadir J

“Kami hanya fokus dan konsentrasi pada proses persidangan,” tutur Djuyamto yang juga hakim di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada PN Jakarta Pusat itu.

Sebelumnya, Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD mencium “gerakan bawah tanah” yang sengaja memengaruhi putusan atau vonis terhadap Ferdy Sambo dan kawan-kawan.

Dalam kasus ini, Ferdy Sambo menjadi terdakwa bersama dengan istrinya, Putri Candrawathi, dua ajudannya Richard Eliezer Pudihang Lumiu atau Bharada E dan Ricky Rizal atau Bripka RR, dan satu orang asisten rumah tangga (ART)-nya bernama Kuat Ma’ruf.

Tak tanggung- tanggung, Mahfud MD menyebutkan bahwa gerakan itu sebagai gerilya.

Ada yang meminta Ferdy Sambo dihukum, ada juga yang meminta eks Kadiv Propam itu dibebaskan.

“Saya sudah mendengar ada gerakan-gerakan yang minta, memesan, putusan Sambo itu dengan huruf, ada juga yang meminta dengan angka,” kata Mahfud di Kantor Kemenko Polhukam, Jakarta, Kamis (19/1/2023).

Baca juga: Sidang Sempat Diskors, Bharada Eliezer Dituntut 12 Tahun Penjara, Kasus Pembunuhan Brigadir Yosua

Baca juga: Mahfud MD Minta Propam Polri Periksa Penyidik Polresta Bogor, Kasus Pemerkosaan di Kemenkop UKM

“Ada yang bergerilya, ada yang ingin Sambo dibebaskan, ada yang ingin Sambo dihukum, kan begitu.

Tapi kita bisa amankan itu, di kejaksaan, saya pastikan kejaksaan independen,” ujar Mahfud.

Mahfud menjamin aparat penegak hukum tidak akan terpengaruh.

Meskipun ia juga mendengar bahwa yang bergerilya itu adalah pejabat tinggi pertahanan dan keamanan.

Mantan hakim Mahkamah Konstitusi (MK) itu meminta siapa pun pihak yang memiliki info terkait upaya “gerakan bawah tanah” itu untuk melapor kepadanya.

“Ada yang bilang soal seorang Brigjen mendekati A dan B, Brigjennya siapa?

Sebut ke saya, nanti saya punya Mayjen.

Banyak kok, kalau Anda punya Mayjen yang mau menekan pengadilan atau kejaksaan, di sini saya punya Lejten,” ucap Mahfud.

“Saya pastikan kejaksaan independen tidak akan berpengaruh dengan ‘gerakan-gerakan bawah tanah’ itu,” tegasnya.

Adapun lima terdakwa kasus dugaan pembunuhan berencana Brigadir J telah menjalani sidang tuntutan.

Baca juga: Putri Candrawathi Dituntut Penjara 8 Tahun, Kasus Pembunuhan Brigadir J

Baca juga: Beredar Dokumen Saldo Rekening Atas Nama Brigadir J Hampir Rp 100 Triliun

Pada pokoknya, kelima terdakwa dinilai jaksa terbukti bersalah melakukan tindak pidana pembunuhan terhadap Yosua yang direncanakan terlebih dahulu sebagaimana diatur dan diancam dalam dakwaan Pasal 340 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Kuat Ma’ruf, menjadi terdakwa pertama yang menjalani sidang tuntutan yakni pada Senin (16/1/2023).

Kuat dituntut pidana penjara 8 tahun.

Setelah Kuat, giliran Ricky Rizal atau Bripka RR yang menjalani sidang tuntutan.

Sama dengan Kuat, mantan ajudan Ferdy Sambo itu dituntut pidana penjara 8 tahun.

Selang sehari atau Selasa (17/1/2023), sidang tuntutan dengan terdakwa Ferdy Sambo digelar.

Eks Kadiv Propam Polri itu dituntut hukuman pidana penjara seumur hidup.

Berikutnya, Istri Ferdy Sambo, Putri Candrawathi, menjalani sidang tuntutan pada Rabu (18/1/2023).

Oleh jaksa, Putri dituntut pidana penjara 8 tahun.

Terakhir, Richard Eliezer menjalani sidang tuntutan pada Rabu (18/1/2023) siang.

Anggota Brimbob berpangkat Bhayangkara Dua (Bharada) itu dituntut pidana penjara 12 tahun.

Ia dianggap jaksa punya ketegaan menembak korban meski atas perintah atasannya, yakni Ferdy Sambo.

(Kompas. com)

Baca juga: Ferdy Sambo Sebut Kejadian Menimpa Istrinya Lebih dari Sekadar Pelecehan

Baca juga: Babak Baru Perkara Pembunuhan Yosua: Daftar Pengakuan Bharada E di Sidang, Kuliti Tabiat Ferdy Sambo

Baca juga: Putri Candrawathi Menangis Usai Bersaksi soal Dugaan Pelecehan Seks

Sumber: Kompas.com
Berita Terkait
  • Ikuti kami di

    AA

    Berita Terkini

    Berita Populer

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved