Kasus

Novel Baswedan Sebut Harun Masiku Tak akan Ditangkap

Mantan penyidik senior Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Novel Baswedan, memprediksi, KPK di bawah kepemimpinan Firli Bahuri tidak akan menangkap

Editor: Muliadi Gani
ANTARA FOTO/ADITYA PRADANA PUTRA
Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Novel Baswedan (tengah) dan sejumlah perwakilan pegawai yang tak lolos Tes Wawasan Kebangsaan (TWK) memberikan keterangan kepada wartawan usai menjalani pemeriksaan di Kantor Komnas HAM, Jakarta, Selasa (8/6/2021). 

PROHABA.CO, JAKARTA - Mantan penyidik senior Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Novel Baswedan, memprediksi, KPK di bawah kepemimpinan Firli Bahuri tidak akan menangkap buron Harun Masiku, meski masa jabatan mereka diperpanjang menjadi 5 tahun.

Adapun Harun Masiku merupakan mantan politikus PDI-P yang menjadi tersangka karena diduga menyuap mantan Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU), Wahyu Setiawan.

“Tetap tidak akan ditangkap,” kata Novel saat dihubungi Kompas.com, Jumat (26/5/2023).

Menurut Novel, sejak awal perburuan Harun Masiku, tim penyidik yang menangani kasus tersebut didepak.

Ia menduga, KPK di bawah kepemimpinan Firli memang tidak memiliki kehendak menangkap Harun Masiku.

“Karena sejak awal penyidikpenyidik yang menangani disingkirkan, jadi memang tidak dikehendaki untuk ditangkap,” kata dia.

Adapun Firli dan empat pimpinan KPK lainnya dilantik Presiden Joko Widodo pada 2019.

Sedianya, mereka akan menjabat hingga 20 Desember 2023.

Namun, baru-baru ini, Mahkamah Konstitusi (MK) memutuskan memperpanjang masa jabatan pimpinan KPK saat ini menjadi lima tahun dengan mengabulkan permohonan judicial review yang diajukan Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron.

Baca juga: Harun Masiku Belum Tertangkap, Novel Baswedan Bersedia Bantu KPK

Pada Rabu (8/2/2023), Novel juga menyatakan keyakinannya bahwa selama Firli memimpin KPK maka Harun Masiku tidak akan ditangkap.

Pernyataan itu ia sampaikan saat menanggapi momen Presiden Joko Widodo meminta Firli menjawab pertanyaan wartawan mengenai kesulitan memburu Harun melalui media sosialnya.

Novel belum lupa saat Firli menyingkirkan dirinya dan sejumlah penyidik dengan alasan tidak lulus tes wawasan kebangsaan (TWK).

“Kemudian sebagian besar penyidik yang tangani kasus Harun Masiku disingkirkan dengan alasan TWK tahun 2021,” kata Novel saat dihubungi Kompas.com, Jumat (10/2/2023).

Sebelumnya, Ketua MK Anwar Usman membacakan putusan atas gugatan yang diajukan Wakil Ketua KPK, Nurul Ghufron terkait UndangUndang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Dalam pertimbangannya, Mahkamah menilai, sistem perekrutan pimpinan KPK dengan jangka waktu 4 tahunan membuat kinerja pimpinan KPK dinilai dua kali oleh presiden dan DPR.

MK menganggap penilaian dua kali itu bisa mengancam independensi KPK.

Sebab, presiden maupun DPR berwenang melakukan seleksi atau rekrutmen dua kali dalam periode atau masa jabatannya. Adapun ketentuan masa jabatan pimpinan KPK ini diatur dalam Pasal 34 UndangUndang 30 Tahun 2002 tentang KPK.

Baca juga: Spesifikasi Rudal Balistik Iran yang Buat Israel Ciut

Baca juga: Novel Baswedan Diminta Firli Tak Telalu Menyerang Saat Usut Edhy Prabowo

"Amar putusan, mengadili, mengabulkan permohonan pemohon untuk seluruhnya," ujar Ketua MK Anwar Usman saat membacakan putusan, Kamis (25/5/2023).

Putusan tersebut sempat ditafsirkan secara berbeda. Beberapa pihak berpendapat, putusan MK baru berlaku pada periode berikutnya, sedangkan pihak lainnya menyebut putusan itu berlaku untuk periode Firli Cs.

Terbaru, Juru Bicara MK Fajar Laksono menyebut, putusan itu berlaku bagi pimpinan KPK periode saat ini.

“Pimpinan KPK yang saat ini menjabat dengan masa jabatan 4 tahun dan akan berakhir pada Desember 2023 diperpanjang masa jabatannya selama 1 tahun ke depan hingga genap menjadi 5 tahun masa jabatannya sesuai dengan Putusan MK ini,” kata Fajar.

Meski demikian, Novel tetap berpendapat bahwa putusan MK itu tidak berlaku bagi FIrli dkk. Sebab, amar putusan tidak menyatakan putusan itu berlaku saat ini.

Penjelasan Juru Bicara (Jubir) MK juga bukan bagian putusan. “Secara teori, putusan MK tidak berlaku retroaktif (surut), sehingga tidak berlaku bagi pimpinan periode sekarang,” kata dia.

Adapun Harun diduga menyuap Komisioner Pemilihan Umum (KPU) RI, Wahyu Setiawan, dengan uang Rp 600 juta.

Suap diberikan agar ia bisa menjadi anggota DPR melalui skema pergantian antarwaktu (PAW).

Namanya masuk DPO per 26 Januari 2020.

(kompas.com)

Baca juga: KPK Panggil Kadinkes Lampung Reihana dan Sekda Riau Terkait Klarifikasi LHKPN

Baca juga: KPK Cegah Pengacara Lukas Enembe ke Luar Negeri

Baca juga: Pagi Bicara soal Kejujuran, Sorenya Yana Ditangkap KPK

Sumber: Kompas.com
Rekomendasi untuk Anda

Ikuti kami di

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved