Kasus

Uang Titipan Calon Mahasiswa Unila Dibelikan Emas 1,4 Kg, Untuk Menutupi Jejak Suap

Uang titipan calon mahasiswa Universitas Lampung (Unila) sebesar Rp 2,2 miliar dibelikan emas untuk menutupi jejak suap. Sengaja dibelanjakan untuk

Editor: Muliadi Gani
KOMPAS.COM/TRI PURNA JAYA
Kabiro Humas Unila Budi Sutomo saat menjadi saksi di persidangan perkara suap Unila, Selasa (14/2/2023). 

PROHABA.CO, LAMPUNG - Uang titipan calon mahasiswa Universitas Lampung (Unila) sebesar Rp 2,2 miliar dibelikan emas untuk menutupi jejak suap.

Sengaja dibelanjakan untuk beli emas agar mudah dicairkan.

Sebagaimana diketahui, para terdakwa menggunakan istilah"Infak" sebagai kode suap untuk penerimaan mahasiswa Fakultas Kedokteran Unila, dengan salah satu terdakwa adalah mantan Rektor Unila, Karomani.

Pernyataan ini disampaikan oleh Kepala Biro Perencanaan dan Humas Unila, Budi Sutomo saat menjadi saksi kasus suap mantan rektor Unila, Karomani, di Pengadilan Tipikor Tanjung Karang, Lampung, Selasa (14/2/2023).

"'Ini brankas penuh, Pak'," kata Budi menirukan perkataannya kepada terdakwa Karomani.

Budi mengatakan, terdakwa Karomani ketika itu langsung menyuruhnya membelanjakan uang tersebut menjadi logam mulia.

"Itu beli emas batangan biar mudah mencairkan dan tidak berkurang," kata Budi.

Baca juga: KPK Dalami Pejabat Titip Calon Mahasiswa di Unila

Di hadapan majelis hakim, Budi mengakui uang di dalam brankas itu adalah uang yang diambilnya dari sejumlah orang tua calon mahasiswa yang menitip agar anaknya diluluskan di Fakultas Kedokteran (FK) Unila.

Di antaranya, Asep Sukohar (Rp 250 juta dan Rp 400 juta), Evi Daryanti (Rp 150 juta), Evi Kurniawati (Rp 100), Ema (Rp 200 juta), dan Mardiana (Rp 100 juta).

Kemudian Tugiyono (Rp 250 juta), Herman HN (Rp 250 juta), dr Ruskandi (Rp 250 juta), dan Nyoman (Rp 250 juta).

Budi menceritakan bahwa Karomani meminta agar uang infak itu diminta secara paksa kepada para penitip.

"'Orang-orang kaya itu kalau nggak dipaksa enggak bakal bayar infak.

Budi, kalau ada yang menyumbang ambil aja'," tutur Budi menirukan ucapan Karomani.

Budi lalu memerintahkan bendahara biro untuk melakukan survei.

Setelah disurvei, ternyata jika membeli emas di atas Rp 500 juta akan dikenakan pajak.

Baca juga: Saksi Suap Rektor Unila, KPK Panggil Anggota Komisi X DPR

Baca juga: Geledah Rumah Rektor Unila, KPK Amankan Pecahan Dollar dan Sejumlah Bukti

Untuk mengakali pengenaan pajak itu, Budi lalu meminta pembelian emas dilakukan tiga kali dengan KTP yang berbeda, salah satunya bendahara biro.

"Pakai tiga KTP, dibagi tiga supaya enggak kena pajak," kata Budi.

Total pembelian emas logam mulia itu mencapai 1,4 kilogram.

Sedangkan untuk menyimpan emas-emas tersebut, Karomani memerintahkan Budi membuka deposit box di bank.

"Pakai nama saya, Yang Mulia, Pak Karomani enggak mau teken," kata Budi.

Budi mengatakan, penggunaan namanya dilakukan untuk menghilangkan jejak Karomani atas emas tersebut.

"Tapi kuncinya dipegang oleh Pak Karomani," ungkap Budi.

(Kompas.com)

Baca juga: KPK Telisik Kemungkinan Penerapan Pasal TPPU di Kasus Rektor Unila.

Baca juga: Ketua DPRD Jatim dan Tiga Wakilnya Diperiksa, Saksi Suap Alokasi Dana Hibah

Baca juga: Simak Fakta-fakta Kasus Dugaan Suap Pengurusan Perkara di Mahkamah Agung

Sumber: Kompas.com
Berita Terkait
  • Ikuti kami di

    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved